Ruang Sujud
Shalat Sebagai Mi’raj Orang Mukmin
Published
1 year agoon
By
Robby KarmanShalat adalah amalan utama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selama peristiwa Isra Mi’raj. Bahkan, di hari perhitungan nanti, shalat akan menjadi amalan pertama yang diminta pertanggungjawabannya. Oleh karena itu, shalat harus dilakukan dengan sepenuh hati, disertai dengan rasa ikhlas, agar segala amalan tidak sia-sia. Ikhlas dalam beribadah adalah kunci untuk menjadikan shalat sebagai pelindung dari perbuatan keji dan mungkar.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. Al-Ankabut: 45).
Keburukan dan kemungkaran di dunia ini berasal dari perilaku manusia sendiri. Sombong, keserakahan, dan ketidaktaatan manusia telah menyebabkan banyak kerusakan. Shalat membawa seseorang pada penghambaan yang tulus kepada Tuhannya.
Dalam shalat, sifat-sifat negatif seperti sombong, keserakahan, dan ketidaktaatan akan menghilang, dan sifat-sifat positif akan tumbuh, memancar ke dalam perilaku sehari-hari. Shalat membawa cahaya pencerahan yang mempengaruhi perilaku positif dalam hidup seseorang, yang pada gilirannya mencegah kejahatan dan perbuatan buruk di dunia ini.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW pernah mengatakan, “Shalat adalah kenikmatan pandangan mataku (Qurata’ a’yyun), dan dia juga menyebutnya (Shalat) sebagai ‘istirahat kita’.”
Saat Isra Mi’raj, Rasulullah SAW bertemu langsung dengan Allah SWT. Pertemuan dengan Allah adalah kenikmatan yang tak terlukiskan, bahkan lebih besar daripada kenikmatan surga. Allah adalah pencipta yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata, dan tak ada yang dapat mendefinisikannya. Dia adalah petunjuk bagi seluruh makhluk-Nya.
Allah berfirman dalam Hadis-Qudsi, “Aku ini adalah perbendaharaan yang tersembunyi, aku ingin diketahui, aku jadikan makhluk supaya diketahui dan dikenal.”
Pertemuan dengan Allah yang penuh kenikmatan dalam Isra Mi’raj membuat Rasulullah SAW berat hati untuk meninggalkan tempat yang penuh berkah tersebut. Namun, Allah SWT berkata kepada Nabi Muhammad:
“Hai Muhammad, engkau adalah utusan-Ku sebagaimana semua utusan-Ku. Jika engkau tinggal di sini, engkau tidak dapat menyampaikan pesanku kepada umat-Ku. Jika engkau menginginkan suasana seperti ini, maka shalatlah, dan Aku akan membuka suasana ini bagimu.”
Nabi diperintahkan untuk kembali ke dunia, tetapi dia meninggalkan jiwa dan rohnya di surga, sementara rahasianya ditinggalkan mengambang tanpa tempat.
Kisah ini mengajarkan bahwa shalat yang benar adalah saat seseorang merasakannya. Shalat membawa seorang hamba dalam perjalanan spiritual yang mengambang di tengah-tengah kehadiran ilahi. Ini adalah saat mencapai pertemuan dengan Dzat yang agung, indah, dan tak terungkapkan.
Jadi, tidak berlebihan jika kita menyimpulkan bahwa “shalat adalah mirajnya seorang mukmin,” karena hanya melalui shalat, seorang hamba dapat mencapai pertemuan dengan Allah. Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah mengatakan, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat Aku shalat,” bukan “Shalatlah sebagaimana kalian diajari shalat.” Ini mengindikasikan bahwa kesempurnaan dalam shalat (khusyu) sepenuhnya adalah anugerah dari Allah SWT, yang diberikan kepada siapa pun yang Dia kehendaki.
Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang dapat mencapai keikhlasan dalam shalat. Wallahualam.