Review
Shamsi Ali: Adil itu berat, Tapi Itulah Nilai Yang Kita Banggakan
Published
1 year agoon
By
Natsir AmirHari-hari ini, sejak masuknya pasukan Palestina ke tanah pendudukan Israel membunuh beberapa tentara dan menangkap beberapa rakyat sipil Israel lainnya, dunia pada berteriak. Serangan ini oleh Israel dilabeli sebagai “the Israeli 9/11”, bahkan lebih sadis.
Peristiwa Sabtu, 7 Oktober itupun menjadi pembenaran bagi Israel untuk melakukan pembantaian kepada rakyat sipil Palestina. Hingga kini sudah lebih 6000 yang meninggal, hampir 2000 di antaranya adalah anak-anak. Pemboman dan pembantaian seolah menjadi tontonan harian, menjadikan sebagian bosan untuk mengomentari lebih jauh.
Sebagai aktifis Dialog antar agama di kota New York, termasuk dengan komunitas Yahudi, sejak itu pula banyak mendapat telpon dan pertanyaan. Atau tepatnya permintaan untuk memberikan dukungan dan mengutuk pembunuhan rakyat sipil Israel.
Sebagai seorang Muslim dan cukup aktif dalam berbagai kegiatan publik di kota New York, tentu banyak yang mengenal. Apalagi dalam hubungan antar komunitas agama. Memang sejak peristiwa 9/11 di tahun 2001 saya telah aktif dan dikenal oleh banyak kalangan. Wajar saja di setiap terjadi peristiwa seperti saat ini banyak yang mencoba berkomunikasi.
Bagi saya hal ini positif saja. Menunjukkan adanya trust kepada kita. Mereka mulai merasakan urgensi eksistensi kita di kota New York dan Amerika. Mungkin ini jalan untuk membuktikan bahwa kita bisa memainkan peranan untuk jalan kebaikan ke depan.
Kali ini saya ingin menyampaikan salah satu percakapan yang terjadi antara saya dan seorang tokoh Yahudi New York beberapa hari yang lalu. Tokoh Yahudi ini dikenal sebagai salah satu tokoh yang paling berpengaruh di Amerika. Beliau pernah dekat dengan Gus Dur dan beliau juga pernah memberikan penghargaan kepada Presiden SBY ketika itu. Beliau adalah Rabbi atau pemimpin Yahudi pertama yang menerima Pemimpin Katolik dunia, Paus Benedict, berkunjung ke tempatnya saat itu.
Karena keadaan yang lagi sensitif saya tidak menuliskan nama lengkap yang bersangkutan. Hanya dua huruf dari nama awal (first name) dan nama akhir (last name) dengan AS. Saya sendiri Shamsi Ali, dapat disingkat dengan SA.
Berikut komunikasi yang terjadi:
AS: Hello, good morning. Is this Imam?
SA: Hello, yes I am. Who is this?
AS: This is A. Salaam laikum!
SA: A? Alaikum salaam.
AS: yes. AS. This is Rabbi AS!
SA: oh, sorry Rabbi. I could not identity your voice. How are you?
AS: I am fine. But sad. Sad for what is going on in Israel.
SA: we are all sad Rabbi. I am also very sad with what is going on in Palestina, especially in Gaza.
AS agak diam pada saat itu. Mungkin karena saya justeru menyampaikan bahwa saya sedih atas apa yang terjadi di Palestina, khususnya Gaza.
AS: Imam, how do you feel with what had happened last Saturday. Hamas killed innocent civilians, women and children. This brutality can not be accepted.
SA: agreed Rabbi. Brutality against civilians, women, elderly and children must stop and condemned. That’s exactly what is happening in Gaza.
AS: Imam, but don’t you agree that Hamas is a terrorist organization that has massacred Israeli civilians?
SA: my apologies Rabbi. You and many in the West may label Hamas as terrorist. But the fact is they are fighting for their rights and freedom. Those who fight for their rights can not be labeled terrorists. They are freedom fighters.
Pada tataran ini AS kembali paused (diam sejenak). Mungkin karena pernyataan saya bahwa mereka yang berjuang untuk hak merdeka adalah pejuang kemerdekaan.
AS: but don’t you know that Hamas has been put on the list of terrorist organizations by the U.S and many countries.
SA: I know Rabbi. But don’t forget many others around the world consider Hamas as freedom fighters. So it depends where you are and how you see it.
AS: Imam, wouldn’t you consider Hamas terrorist? Wouldn’t you condemn their barbaric acts against civilians in Israel?
SA: Rabbi, with all due respect, I condemn all barbaric acts against innocent civilians. This has nothing to do with Hamas in the first place. This is my faith as a Muslim. Killing an innocent is just killing all humanity, as your Holy Scripture also stated. But I don’t differentiate between any human beings. I condemn and will continue to oppose the killing of civilians on both sides.
Di sini saya berbicara cukup panjang. Berkali-kali Rabbi ini memotong pembicaran saya. Tapi saya terus sampaikan apa yang perlu saya sampaikan.
SA: Rabbi, you have asked me to condemn Hamas for what they have done (killing civilians Israelis). Let me ask you, by our common humanity, would you be condemning Israel for their barbaric bombing and massacring the innocent civilians in Gaza?
AS: Imam, listen! Israel has the right to defend it self. Israel is fighting against terrorists.
SA: So, do you mean those hundreds of children are Hamas and terrorists?
AS: but Israel has the right to defend itself. Isn’t it?
SA: Rabbi, I don’t mean and I don’t want to debate with you. But don’t you think the Palestinian people have the right to defend, in fact to fight for their basic right? They have been rifted of their rights and freedom, and expelled from their land form so long. Don’t you see that?
Sekali lagi sang Rabbi terdiam. Saya sendiri sebenarnya sudah ingin mengakhiri percakapan itu. Saya tidak ingin hubungan yang selama ini terjadi menjadi renggang kembali. Perlu diketahui bahwa inilah Rabbi pertama yang mengundang saya ke synagognya Pasca 9/11.
Tiba-tiba dia masih berbicara:
AS: As you may know Hamas do not represent the Palestinians. They are enemies not only to Israel. But also to Palestinians. These people are barbaric and dangerous.
SA: as I said to you, that’s because you stand on the other side. For many on the other side see them freedom fighters. Labeling them terrorists does not change their status in the eyes of those struggling for rights and freedom.
AS: But I condemn them.
SA: do you mean condemning those who fight for their freedom?
AS: I condemn the killing of civilians.
SA: I agree with you Rabbi. But in the name of “justice for all”, don’t we condemn the killing of innocent civilians on both sides?
Sang Rabbi itu kembali diam di seberang sana. Tapi saya segera menyambung dan meminta agar percakapan diakhiri.
SA: Rabbi, apparently we agree on one fundamental issue. And that’s our shared opposition to the killing of innocent civilians. But we are different on a very fundamental stand. Standing for human rights, fairness and justice.
Saya akhiri dengan mengatakan: “being just is difficult. But that is the value we both are proud of. Thank you for calling. Hope to see you again soon. Bye, Shalom!”.
(Percakapan hari Selasa, tgl 17 Oktober 2023).
President of Nusantara Foundation USA, Dr Imam Shamsi Ali.