News
Soal Hilirisasi, Pakar Sarankan Prabowo Hindari Konflik Ini
Published
4 weeks agoon
By
Natsir AmirMonitorday.com – Kalangan ekonom mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto untuk menggenjot hilirisasi berbagai komoditas di RI. Namun, kebijakan yang telah digeber sejak era Presiden Joko Widodo dinilai perlu sedikit dimodifikasi agar Indonesia tidak dianggap terlalu proteksionis.
Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damhuri menilai pemerintah perlu mengembangkan strategi dalam hilirisasi. Dia menilai bagaimana kebijakan ini dijalankan juga amat berpengaruh pada keberhasilan mendatangkan investasi dari luar negeri.
“Kita harus ingat saat ini globalisasi adalah keniscayaan dan ini menyebabkan hilirisasi yang harus kita bangun bukan lagi berfokus pada domestik saja,” kata Yose dalam diskusi CSIS, Jumat, (25/10/2024).
Yose Rizal menyarankan program hilirisasi dijalankan bukan hanya dengan berorientasi pada produk-produk yang diproduksi dalam negeri. Dia bilang program hilirisasi harus dibangun dengan orientasi untuk mengembangkan supply chain dan value chain dari produk-produk di Indonesia.
Dia menilai langkah ini bisa menjadi jalan tengah antara upaya pemerintah memberikan nilai tambah pada komoditas Indonesia yang kerap dianggap sebagai kebijakan proteksionis oleh negara lain.
“Inilah yang kemudian kita harus bangun, jadi hilirisasi bukan hanya ditaruh dalam konteks domestik saja, tapi juga ditaruh dalam konteks regional, bahkan global yang lebih besar,” kata Yose.
“Sehingga ini tentunya akan bisa meningkatkan dan mengoptimalkan berbagai tujuan yang akan dicapai hilirisasi,” kata Yose lagi.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto kembali mengingatkan tentang komitmen pemerintahannya dalam menjalankan program hilirisasi. Dalam rapat kabinet perdana di Istana Negara, Prabowo meminta para menteri untuk mengidentifikasi komoditas di Indonesia yang dapat dihilirisasi. Dia meyakini hilirisasi akan menjadi kunci menciptakan kemakmuran di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, proyek hilirisasi di Indonesia telah mulai dijalankansejak masa pemerintahan Presiden Jokowi. Pemerintah Jokowi melaksanakan program ini salah satunya dengan cara melarang ekspor bahan mentah untuk komoditas nikel dan konsentrat tembaga. Nikel harus diolah di dalam negeri terlebih dahulu, baru boleh diekspor ke luar negeri.
Pelaksanaan kebijakan larangan ekspor nikel ini diwarnai dengan gugatan Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO). Terbaru, Kementerian Ketenagakerjaan Amerika Serikat menuding industri nikel di Indonesia diselimuti oleh dugaan adanya kerja paksa kepada Warga Negara Asing dari China.Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dengan tegas membantah tudingan AS tersebut.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Telisa Aulia Falianty menilai rencana hilirisasi yang dilakukan Prabowo sudah tepat. Dia mengatakan kebijakan ini justru harus diperluas ke komoditas-komoditas lain di luar hasil tambang.
“Kita tidak mungkin hilirisasinya hanya di tambang, harus mencari yang lain,” kata Telisa.
Dia mengatakan masih banyak komoditas lain yang dilakukan hilirisasi seperti sektor pangan. Thailand, kata dia,dapat dijadikan rujukan mengenai kisah sukses program hilirisasi produk pangan ini.
Menurut Telisa, hilirisasi pada produk pangan memiliki banyak kelebihan. Kendati secara nilai kecil. Dia menilai hilirisasi di sektor makanan cenderung lebih berkelanjutan dibandingkan tambang.
“Secara besaran tambang itu memang keliatan langsung gede. Kalau pangan kecil-kecil tapi sustain, kumulatif dan renewable,” kata dia.
Selain pangan, Telisa menilai hilirisasi juga dapat dilakukan pada produk-produk manufaktur Indonesia, seperti otomotif dan elektronik. Produk-produk farmasi dan petrokimia, kata dia, juga menjanjikan untuk dihilirisasi.
“Butuh kajian lebih lanjut untuk memetakan potensi ini, itu tugasnya menteri-menteri yang sekarang untuk memetakan potensinya,” kata dia.