Connect with us

Review

Suka Duka Belajar di Era Layar

Ma'ruf Mtq

Published

on

“Bagaimana teknologi mengubah cara kita belajar dan mengajar dalam dekade terakhir?” Bayangkan, dulu belajar berarti kita duduk tegak, buka buku, dan menatap papan tulis penuh coretan guru (yang terkadang lebih membingungkan daripada soal ujiannya sendiri). 

Sekarang? Papan tulisnya berganti jadi layar sentuh, dan tugas-tugas kita langsung masuk ke Google Classroom. Teknologi benar-benar bikin cara belajar berubah drastis—seperti ponsel kita yang berubah dari alat buat nelpon jadi ‘kamera profesional’ dadakan!

Perubahan ini, tentu saja, nggak datang semalam. Kalau saja pendidikan punya sejarah di aplikasi streaming, kita mungkin bisa binge-watching transformasinya dari zaman batu (baca: papan tulis kapur) sampai era touchscreen. Dulu, guru adalah sumber utama pengetahuan, dan kita muridnya terjebak di bangku sambil berjuang menahan kantuk. 

Kini, siswa bisa mengakses pelajaran lewat platform digital sambil selonjoran di kasur (bahaya sih, tapi siapa yang peduli?).

Sebuah laporan dari UNESCO menunjukkan bahwa selama pandemi, penggunaan teknologi dalam pendidikan melonjak drastis. Ya, selain lonjakan berat badan selama di rumah, ternyata penggunaan teknologi juga melonjak. Dan tentu, kita semua tahu bahwa pandemi ini membuat sekolah online jadi tren mendadak yang lebih viral dari video kucing di TikTok.

Lompatan teknologi
Seperti superhero yang baru muncul, teknologi datang membawa berbagai senjata keren untuk pendidikan. Mulai dari komputer di meja guru (dan kadang dipakai main Solitaire diam-diam) hingga papan tulis pintar yang bikin kita merasa seperti masuk ke film sci-fi. Tapi yang paling keren tentu adalah e-learning yang membuka akses pendidikan ke seluruh dunia. Bayangkan, sekarang kita bisa belajar dari Harvard, meski masih pakai piyama dan sandal jepit di rumah!

Yang nggak kalah seru, teknologi kecerdasan buatan (AI) mulai ikut campur dalam pembelajaran. Sekarang AI bisa membantu kita memahami pelajaran sesuai dengan kecepatan kita. Jadi kalau dulu kita tertinggal pelajaran karena ketiduran di kelas, sekarang AI bisa jadi guru yang sabar (dan nggak marah-marah). Ditambah lagi dengan teknologi Virtual Reality (VR) yang bikin pelajaran sejarah terasa seperti kita langsung terjun ke medan perang atau hidup di zaman dinosaurus—hati-hati kalau sampai ketabrak T-Rex, ya.

Namun, semua kemajuan ini bukan cuma soal gadget keren. Pandemi memaksa teknologi menjadi penyelamat pendidikan saat sekolah-sekolah di seluruh dunia tutup. Dari layar laptop kecil, kita belajar bahwa teknologi punya peran besar dalam mendukung pendidikan di saat-saat sulit.

Manfaat Teknologi
Teknologi bagaikan pahlawan super bagi pendidikan. Salah satu kekuatannya yang paling menonjol adalah aksesibilitas. Teknologi memungkinkan siswa di berbagai pelosok dunia untuk belajar tanpa harus nyasar di jalan karena salah baca peta. Bahkan di daerah yang sinyalnya suka hilang-timbul, mereka masih bisa mengakses materi pelajaran berkualitas (meski mungkin perlu usaha ekstra buat nge-refresh layar).

Selain itu, teknologi membuat belajar lebih interaktif. Kalau dulu kita ngerjain soal di buku tulis yang suka disobek teman, sekarang bisa main game edukasi yang bikin kita mikir sambil ketawa (meski kadang bikin frustasi juga). Dan, teknologi memungkinkan guru untuk memberikan pengalaman belajar yang personal—alias setiap siswa punya ‘kelas privat’ versi digital. Jadi, yang biasanya suka bengong di kelas karena nggak ngerti, sekarang punya kesempatan lebih buat ngejar ketinggalan (asal jangan malah main game terus).

Yang paling menyenangkan adalah, teknologi memungkinkan kita berkolaborasi dengan teman-teman dari seluruh dunia. Cukup dengan platform digital, kita bisa diskusi, debat, dan bahkan bikin tugas kelompok dengan teman yang beda benua. Jangan lupa, pastikan jaringan internet stabil biar nggak ada yang tiba-tiba hilang di tengah obrolan penting.

Tantangan masa depan
Namun, di balik segala canggihnya teknologi, tantangan yang muncul juga nggak kalah seru. Salah satunya adalah kesenjangan digital. Nggak semua orang punya akses ke teknologi yang sama. Bayangkan, ada yang belajar pakai laptop mahal, sementara yang lain masih berjuang nyari sinyal di tengah hutan (sambil pegangan tiang listrik biar nggak jatuh).

Selain itu, teknologi juga bisa bikin kita terlalu bergantung. Bayangkan, jika suatu saat WiFi mati atau gadget kita kehabisan baterai, mungkin kita akan merasa seperti hidup di zaman prasejarah. Dan jangan lupa, teknologi juga bisa jadi distraksi yang luar biasa. Bukannya fokus belajar, banyak yang malah tergoda scrolling Instagram atau main game. Produktivitas? Eh, besok aja deh.

Tantangan lain yang tak kalah penting adalah masalah privasi dan keamanan data. Jangan sampai nilai ujian tiba-tiba bocor ke dunia maya karena kesalahan sistem, atau data pribadi kita jadi korban hacker yang hobi jahil.

Terakhir, guru juga perlu kesiapan untuk mengadopsi teknologi. Jangan sampai mereka malah lebih bingung dari murid-muridnya saat berurusan dengan gadget. Kadang-kadang, perubahan teknologi begitu cepat sampai kita perlu pelatihan kilat agar nggak tertinggal. Serta jangan lupa, butuh biaya yang cukup besar untuk membeli semua teknologi ini, dan tidak semua sekolah mampu mengadopsinya dengan cepat.

Teknologi telah membawa pendidikan ke level baru yang lebih keren—kayak upgrade karakter dalam game yang tiba-tiba jadi super kuat. Tapi tentu saja, setiap kemajuan punya tantangannya sendiri. Dari akses yang belum merata, ketergantungan yang berlebihan, hingga risiko keamanan data, kita harus bijak dalam menggunakan teknologi ini.

Ke depan, kita bisa berharap teknologi seperti kecerdasan buatan semakin pintar, virtual reality yang bikin kita bisa belajar di luar angkasa, dan mungkin teknologi blockchain untuk membuat sertifikat jadi lebih aman dari hacker.

Namun, satu hal yang pasti, meski teknologi bisa bikin kita belajar dari mana saja dan kapan saja, pada akhirnya, pendidikan adalah tentang bagaimana kita memanfaatkan alat-alat canggih ini untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Lagipula, apa gunanya gadget mahal kalau akhirnya cuma dipakai buat foto selfie?

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Review

Ketika Hukum Diperjualbelikan, Tunggulah Kehancuran

Kasus suap hakim dalam vonis bebas Ronald Tannur mengungkap bobroknya sistem peradilan, mencerminkan krisis moral dan integritas yang mendalam.

Published

on

Monitorday.com – Bayangkan sebuah negeri di mana palu hakim tidak lagi menggema sebagai simbol keadilan, melainkan sebagai alat transaksi. Indonesia, dengan segala kebanggaannya sebagai negara hukum, kini dihadapkan pada kenyataan pahit: hukum dapat diperjualbelikan. Kasus suap yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam vonis bebas Gregorius Ronald Tannur adalah bukti nyata betapa bobroknya sistem peradilan kita.​

Gregorius Ronald Tannur, terdakwa dalam kasus kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti, seharusnya menghadapi konsekuensi hukum yang setimpal. Namun, kenyataan berkata lain. Ibu Ronald, Meirizka Widjaja, dengan segala daya upaya, berusaha membebaskan anaknya dari jerat hukum. Ia menggandeng pengacara Lisa Rahmat, yang kemudian menjalin komunikasi dengan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, untuk mencari hakim yang ‘bersedia’ memberikan vonis bebas. Hasilnya? Suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar mengalir ke kantong tiga hakim: Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. ​

Erintuah Damanik, yang menjabat sebagai ketua majelis hakim dalam kasus ini, mengaku sempat ingin mengakhiri hidupnya sebelum akhirnya mengakui perbuatannya. Ia merasa dihantui oleh dosa dan takut kutukan menimpa keluarganya. Dalam sebuah kontemplasi mendalam, Erintuah membaca Alkitab dan menemukan bahwa kejujuran adalah jalan terbaik. Ia pun memutuskan untuk mengakui segalanya demi menghentikan ‘kutukan’ ini agar tidak berlanjut ke anak-cucunya.​

Namun, pengakuan ini tidak serta-merta membersihkan noda hitam yang telah tercoreng di wajah peradilan Indonesia. Sebaliknya, hal ini justru menyingkap tabir betapa dalamnya krisis moral yang melanda institusi penegak hukum kita. Jika hakim, yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan, dapat tergoda oleh uang dan kekuasaan, lalu kepada siapa lagi rakyat harus mencari keadilan?​

Lebih ironis lagi, kasus ini bukanlah yang pertama dan mungkin bukan yang terakhir. Berbagai kasus serupa telah mencuat ke permukaan, namun tampaknya belum ada perubahan signifikan dalam sistem peradilan kita. Korupsi telah mengakar begitu dalam, sehingga sulit untuk membedakan antara penegak hukum dan pelanggar hukum.​

Pemerintah memang telah mengambil beberapa langkah untuk memperbaiki keadaan. Misalnya, Presiden Prabowo Subianto berencana memberikan amnesti kepada puluhan ribu narapidana, termasuk aktivis Papua, sebagai upaya mengatasi overkapasitas penjara dan memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang dianggap layak. Namun, apakah langkah-langkah ini cukup untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan?​

Masyarakat Indonesia berhak mendapatkan sistem hukum yang adil dan bersih dari korupsi. Diperlukan reformasi menyeluruh yang tidak hanya menyentuh aspek struktural, tetapi juga kultural. Pendidikan moral dan etika harus ditanamkan sejak dini, terutama bagi mereka yang bercita-cita menjadi penegak hukum. Selain itu, pengawasan ketat dan sanksi tegas harus diterapkan bagi siapa saja yang terbukti menyalahgunakan wewenangnya.​

Kasus suap dalam vonis bebas Ronald Tannur adalah alarm keras bagi kita semua. Ini adalah panggilan untuk segera bertindak, untuk tidak lagi menutup mata terhadap kebobrokan yang terjadi di depan kita. Kita tidak boleh membiarkan hukum diperjualbelikan, karena ketika itu terjadi, maka keadilan hanyalah ilusi belaka.​

Saatnya kita bangkit dan menuntut perubahan. Keadilan bukanlah barang dagangan yang bisa dibeli oleh mereka yang memiliki kekayaan atau kekuasaan. Keadilan adalah hak setiap warga negara, dan kita semua bertanggung jawab untuk menjaganya tetap murni dan tidak ternoda.

Continue Reading

Review

Israel! The Real Betrayer Till the end of the World

Israel berkali-kali mengingkari janji gencatan senjata, menggunakan strategi manipulasi untuk menipu masyarakat internasional. Dengan framing yang terencana, Israel terus melanjutkan agresi meski mengklaim ingin berdamai.

Published

on

Monitorday.com – Setiap kali kata “gencatan senjata” mencuat dalam diskusi konflik Palestina-Israel, harapan akan perdamaian kembali mengemuka. Namun, harapan itu selalu kandas di tangan Israel, yang berulang kali mengingkari janji dan merancang framing untuk membenarkan agresinya. Seolah menjadi pola yang terus berulang, Israel menerima proposal gencatan senjata hanya untuk kemudian melanggarnya dengan dalih baru.

Sejarah panjang konflik di Gaza mencatat betapa seringnya Israel menandatangani perjanjian gencatan senjata, hanya untuk kemudian membatalkannya. Sejak awal agresi besar-besaran pada Oktober 2023, proposal gencatan senjata kerap disepakati melalui perantara internasional, seperti Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat. Namun, dalam setiap kesepakatan, Israel selalu menemukan celah untuk melanjutkan serangan brutalnya.

Kasus terbaru adalah bagaimana Hamas telah menerima proposal gencatan senjata terbaru yang diajukan mediator, sementara Israel menolak dan malah mengajukan proposal balasan. Sikap ini bukan sekadar negosiasi biasa, tetapi strategi yang digunakan untuk mengulur waktu dan mengalihkan perhatian dari kebrutalan yang terjadi di Gaza. Israel selalu berhasil membingkai dirinya sebagai pihak yang mencari solusi, padahal faktanya, serangan terus berlanjut tanpa henti.

Sejarah mencatat pola yang sama terjadi di berbagai kesempatan. Setiap kali gencatan senjata mulai berlaku, Israel selalu punya alasan untuk melanggar perjanjian yang telah disepakati. Entah dengan dalih serangan roket dari kelompok militan atau “ancaman baru” yang diklaim tanpa bukti konkret. Pada akhirnya, Israel memanfaatkan gencatan senjata hanya sebagai taktik untuk meredakan tekanan internasional, sebelum kembali melanjutkan agresi dengan intensitas lebih besar.

Selain itu, framing media yang digunakan Israel juga menjadi senjata ampuh untuk membentuk opini global. Israel kerap menggunakan bahasa yang menggiring opini, seperti “operasi kontra-terorisme” atau “hak untuk membela diri,” meskipun serangannya telah menewaskan puluhan ribu warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan. Dengan dukungan sekutu kuatnya, terutama Amerika Serikat, Israel berhasil mengontrol narasi dan membungkam kritik internasional terhadap pelanggaran hukum perang yang dilakukannya.

Perang propaganda ini bukan sekadar permainan kata, tetapi strategi nyata yang memungkinkan Israel terus melakukan pembantaian tanpa konsekuensi berarti. Setiap laporan korban jiwa atau kehancuran di Gaza dibantah dengan klaim sepihak dari militer Israel, sementara penderitaan warga Palestina semakin memburuk.

Dengan catatan panjang pelanggaran gencatan senjata, sulit untuk percaya bahwa Israel benar-benar menginginkan perdamaian. Setiap langkah negosiasi hanya dimanfaatkan sebagai alat diplomasi kosong untuk memperpanjang kekuasaan dan mendominasi jalur politik di Timur Tengah. Selama dunia masih membiarkan Israel mengendalikan narasi dan menghindari tanggung jawab atas kejahatan perang yang dilakukannya, konflik ini akan terus berulang tanpa akhir yang jelas.

Jika dunia benar-benar peduli terhadap perdamaian di Palestina, sudah saatnya ilusi gencatan senjata ini dibongkar. Israel harus bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan, bukan terus diberi ruang untuk menipu masyarakat internasional dengan janji-janji kosong.

Continue Reading

Review

Revolusi Energi! Bioavtur Minyak Jelantah Siap Mengudara

Pertamina mulai uji coba produksi bioavtur berbahan minyak jelantah di Kilang Cilacap dengan target 9.000 barel per hari, membuka era baru energi hijau bagi industri penerbangan Indonesia.

Published

on

Monitorday.com –Energi hijau kini bukan lagi sekadar wacana. Pertamina, melalui subholding Refining and Petrochemical, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), siap menggebrak industri penerbangan dengan produksi bioavtur berbasis minyak jelantah. Uji coba skala besar ini akan dimulai pada kuartal II-2025 di Kilang Cilacap, Jawa Tengah, dengan target produksi awal mencapai 9.000 barel per hari. Langkah ini menandai era baru bagi penerbangan Indonesia yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, menegaskan bahwa produksi bioavtur ini adalah solusi tepat bagi maskapai penerbangan yang harus memenuhi standar energi bersih global. Dengan metode coprocessing, minyak jelantah akan dicampur sebanyak tiga persen dalam setiap produksi harian avtur. Artinya, untuk 9.000 barel avtur, dibutuhkan sekitar 270 barel minyak jelantah. Angka ini menunjukkan bahwa limbah yang sebelumnya dianggap tidak berguna kini bisa menjadi sumber energi bernilai tinggi.

Pertamina tidak sendiri dalam proyek ambisius ini. KPI telah menyiapkan kerja sama strategis dengan berbagai kolektor minyak jelantah guna memastikan ketersediaan bahan baku yang stabil. Sinergi juga dijalin dengan Pertamina Patra Niaga sebagai penyedia pasokan minyak jelantah yang akan diolah menjadi bioavtur. Dengan jaringan distribusi yang luas dan pasokan yang terjamin, proyek ini siap berjalan tanpa hambatan berarti.

Langkah Pertamina ini bukan hanya tentang inovasi energi, tetapi juga menjawab tantangan regulasi global. Negara-negara seperti Singapura dan Malaysia sudah lebih dulu mewajibkan maskapai menggunakan bahan bakar berkelanjutan dalam operasional mereka. Dengan kehadiran bioavtur berbasis minyak jelantah ini, maskapai yang transit di Indonesia akan lebih mudah memenuhi regulasi negara tujuan mereka. Hal ini juga membuka peluang besar bagi Indonesia sebagai hub energi bersih di Asia Tenggara.

Namun, produksi bioavtur ini tidak bisa langsung diterapkan tanpa pengujian ketat. Pertamina akan menjalankan serangkaian uji coba, termasuk uji statis dan uji terbang, guna memastikan kualitas dan performa bahan bakar ini sesuai standar penerbangan internasional. Setiap langkah dipastikan memenuhi regulasi ketat agar bioavtur ini bisa diandalkan dalam operasional penerbangan.

Revolusi energi ini membuka banyak peluang baru, termasuk dalam aspek ekonomi dan lingkungan. Pemanfaatan minyak jelantah yang selama ini menjadi limbah berbahaya bisa diubah menjadi produk bernilai tinggi. Ini bukan hanya mengurangi dampak pencemaran lingkungan, tetapi juga menciptakan ekosistem bisnis baru, mulai dari pengumpulan hingga distribusi bahan baku bioavtur. Selain itu, dengan semakin banyaknya negara yang menerapkan kebijakan energi bersih, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain utama dalam industri bioavtur global.

Ke depan, Pertamina berencana untuk terus meningkatkan skala produksi bioavtur dan mencari alternatif bahan baku lain yang berkelanjutan. Dengan inovasi ini, Indonesia tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga bisa menjadi eksportir bioavtur ke pasar internasional.

Revolusi energi hijau telah dimulai. Langkah berani ini menunjukkan bahwa transisi ke energi berkelanjutan bukan lagi impian, melainkan kenyataan yang siap mengudara. Maskapai, regulator, dan masyarakat kini memiliki alasan lebih kuat untuk mendukung pergeseran menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan.

Continue Reading

Review

Shahid Khan: Dari Cuci Piring ke Miliarder

Shahid Khan, pengusaha muslim Amerika, memulai kariernya sebagai pencuci piring sebelum sukses di industri otomotif dan olahraga. Kini, ia memiliki kekayaan 12,2 miliar dolar AS.

Published

on

Monitorday.com – Tidak ada kesuksesan yang datang dalam semalam. Perjalanan Shahid Khan dari seorang pencuci piring hingga menjadi miliarder adalah bukti bahwa mimpi bisa diwujudkan dengan kerja keras, ketekunan, dan strategi yang tepat. Pengusaha muslim asal Amerika Serikat ini adalah inspirasi bagi banyak orang yang ingin menaklukkan dunia bisnis.

Lahir di Lahore, Pakistan, pada 18 Juli 1950, Khan memiliki impian menjadi arsitek. Demi mengejar mimpinya, ia memberanikan diri merantau ke Amerika Serikat pada usia 16 tahun. Namun, kenyataan tak selalu sejalan dengan harapan. Setibanya di Negeri Paman Sam, Khan harus bekerja sebagai pencuci piring di sebuah restoran dengan bayaran hanya 1,20 dolar AS per jam. Namun, dengan semangat yang tak tergoyahkan, ia berhasil menyelesaikan studi di University of Illinois at Urbana-Champaign (UIUC) dan meraih gelar sarjana teknik industri pada tahun 1971.

Sejak duduk di bangku kuliah, Khan sudah mulai merintis karier di dunia industri. Ia bergabung dengan Flex-N-Gate, sebuah perusahaan suku cadang otomotif, dan terus menunjukkan kemampuannya hingga akhirnya dipercaya menjadi Direktur Teknis. Pada tahun 1980, ia mengambil langkah besar dengan membeli perusahaan tersebut. Dalam waktu kurang dari satu dekade, ia berhasil mengubah Flex-N-Gate menjadi satu-satunya pemasok suku cadang Toyota di Amerika Serikat, menjadikannya salah satu pengusaha paling sukses di industri otomotif.

Keberhasilan di sektor otomotif tidak membuatnya cepat puas. Khan memahami bahwa diversifikasi bisnis adalah kunci untuk mempertahankan kesuksesan. Maka, pada 2011, ia mengakuisisi Jacksonville Jaguars, sebuah tim American Football yang berlaga di National Football League (NFL). Dua tahun kemudian, ia melanjutkan ekspansinya di dunia olahraga dengan membeli klub sepak bola Fulham di Inggris. Investasinya di dunia olahraga semakin memperkuat posisinya sebagai salah satu pebisnis paling berpengaruh di dunia.

Di luar bisnis, Khan dikenal sebagai sosok yang setia pada keluarga. Ia menikah dengan Ann Khan, kekasihnya sejak kuliah, pada tahun 1977. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua anak, Tony dan Shanna. Saat ini, keluarga Khan menetap di Naples, Florida, menikmati hasil kerja keras yang telah dibangun selama puluhan tahun.

Menurut Forbes, kekayaan bersih Shahid Khan kini mencapai 12,2 miliar dolar AS atau sekitar 195 triliun rupiah, menjadikannya salah satu orang terkaya di dunia dengan peringkat ke-162. Kesuksesan ini tidak diraihnya secara instan, tetapi melalui proses panjang yang penuh dengan tantangan. Perjalanan hidupnya mengajarkan bahwa kerja keras, visi yang jelas, dan keberanian mengambil risiko adalah faktor utama dalam meraih kesuksesan.

Kisah Shahid Khan membuktikan bahwa siapa pun, tanpa memandang latar belakang, dapat mencapai puncak kesuksesan jika memiliki tekad yang kuat. Dari mencuci piring hingga menjadi pemilik perusahaan otomotif raksasa dan klub olahraga elite, ia adalah contoh nyata bahwa batasan hanya ada di dalam pikiran kita. Inspirasi dari Shahid Khan bukan hanya tentang kesuksesan finansial, tetapi juga tentang semangat pantang menyerah dalam mengejar impian.

Continue Reading

Review

Bantu Mudik di Indonesia? Putin Kabarnya Bakal Kirim Kapal Selam Supersonik

Putin ingin mengirim kapal selam supersonik untuk membantu pemudik motor di Indonesia yang selalu terjebak macet. Ide nyeleneh ini menggambarkan realitas transportasi kita yang absurd.

Published

on

Monitorday.com – Mudik di Indonesia itu bukan sekadar tradisi, tapi uji nyali tingkat dunia. Ketahanan fisik, mental, serta kreativitas dalam menyusun barang di atas motor adalah skill yang tak bisa dipelajari di bangku sekolah. Dari tahun ke tahun, jalan tol yang katanya solusi justru ikut merayakan macet bersama jutaan pemudik. Dan kini, di tengah kebuntuan transportasi, muncullah sosok penyelamat tak terduga: Vladimir Putin. Loh kosa bisa?

Konon, Presiden Rusia ini tak tahan melihat pemotor Indonesia berjuang melawan macet. Empat penumpang di atas satu motor plus tumpukan barang yang lebih tinggi dari menara Eiffel miniatur memang sesuatu yang tak ada duanya. Jika negara lain mengirim kapal induk untuk membantu, Putin malah ingin mengirim kapal selam supersonik! Logikanya sederhana, jika darat macet dan udara penuh pesawat delay, maka laut dan bawahnya adalah harapan terakhir.

Tentu, ide Putin ini bisa jadi solusi anti-mainstream bagi pemudik. Bayangkan, para pemotor dengan muatan maksimal bisa menyelam melewati kemacetan dengan kecepatan supersonik. Bukan hanya lebih cepat, pemudik juga tak perlu lagi berjibaku dengan teriknya matahari atau hujan deras. Bisa langsung nyelam, muncul di kampung halaman, dan disambut keluarga dengan tumpukan ketupat yang masih hangat.

Namun, sebelum kapal selam supersonik beroperasi, ada hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, bagaimana teknis memasukkan motor ke dalam kapal selam? Haruskah ada palka khusus untuk pemotor dengan bambu penyangga barang bawaan? Kedua, apakah pemudik harus punya sertifikat menyelam sebelum naik? Jangan sampai di tengah perjalanan, ada yang panik lalu membuka jendela kapal selam!

Di sisi lain, jika rencana ini berhasil, Putin akan semakin dicintai pemudik Indonesia. Bisa jadi, di musim mudik berikutnya, poster Putin akan lebih banyak menghiasi truk-truk di Indonesia, dengan nada satrikal ” Gimana Jika tukaran Presiden”.

Bahkan, bukan tak mungkin, para pemudik akan mengganti klakson motor mereka dengan suara khas Putin “Uraaaaa, Uraaaaaaa,”.

Namun, tak semua pihak setuju dengan ide cemerlang ini. Pejabat Indonesia bisa merasa tersaingi, karena selama ini hanya mereka yang bisa melawan macet dengan mudah—entah dengan pengawalan, valet rider, atau kalau kepepet, pura-pura jadi ambulans. Jika kapal selam Putin benar-benar beroperasi, bisa jadi para pejabat harus mencari cara baru agar tetap eksklusif. Misalnya, pindah ke kendaraan luar angkasa agar bisa langsung teleportasi ke rumah masing-masing.

Di balik humor ini, ada realitas yang perlu digarisbawahi: sistem transportasi kita memang tak pernah benar-benar tuntas mengatasi mudik. Setiap tahun, pemudik masih harus menghadapi kemacetan yang sama, jalan tol yang justru jadi lautan kendaraan, serta aturan lalu lintas yang sekadar wacana. Putin mungkin hanya bercanda (atau tidak?), tapi idenya menggambarkan betapa lucu sekaligus mirisnya kondisi mudik kita.

Maka, jika kapal selam Putin akhirnya batal beroperasi, pemudik Indonesia harus tetap kreatif. Siapkan fisik, mental, dan jangan lupa bawa camilan super banyak. Karena di negeri ini, mudik bukan sekadar perjalanan pulang—ini adalah petualangan epik yang bisa mengalahkan cerita superhero manapun!

Continue Reading

Review

Trump Mau Kirim Kapal Induk Bantu Lerai Kemacetan Mudik 2025? Lantas Putin…

Tradisi mudik Indonesia memang unik. Meski macet selalu jadi bumbu utama, rakyat tetap sabar dan kreatif. Trump mau bantu? Lucu, tapi hanya bisa terjadi di imajinasi.

Published

on

Monitorday.com – Coba bayangkan, saat jutaan pemudik bersiap mengarungi pulang kampung, tiba-tiba terdengar kabar mengejutkan: Presiden Donald Trump akan mengirim “kepala induk” untuk membantu Mudik Lebaran 2025 di Indonesia.

Kepala induk? Apa itu, ayam petelur raksasa? Atau mungkin kepala negara cadangan? Tidak ada yang tahu pasti, karena pernyataan ini jelas-jelas hanya ilusi dan guyonan. Tapi, justru di situlah letak keasyikannya. Bisa-bisanya, Trump yang sedang sibuk dengan segala urusan dalam negerinya, kepikiran mau ngurusin mudik di Indonesia? Ini seperti berharap badut sirkus jadi navigator Formula 1, seru tapi absurd.

Namun, jangan salah, isu ini menjadi cermin kocak betapa “ajaibnya” tradisi mudik kita. Setiap tahun, jalan tol yang katanya bebas hambatan itu malah penuh dengan hambatan, mulai dari mobil mogok, truk parkir sembarangan, sampai manusia-manusia super yang nekat putar balik lawan arah. Jalan tol berubah jadi panggung sandiwara raksasa, tempat drama kemacetan dan komedi kehidupan dipentaskan tanpa henti. Semua pemudik sudah hafal, tapi tetap saja, setiap tahun mereka rela ikut dalam “festival macet” yang entah kenapa terasa wajib.

Lucunya lagi, selalu ada yang berharap mudik tahun ini lebih lancar. Menteri, polisi, sampai tukang cilok di pinggir jalan ikut optimis. Tapi faktanya? Setiap Lebaran, kemacetan justru seperti mendapat promosi jabatan: makin tinggi pangkatnya, makin parah macetnya. Jalan tol yang dibanggakan itu akhirnya berubah fungsi, bukan lagi jalur cepat, tapi ruang tunggu raksasa. Bedanya, kalau di bandara ada ruang tunggu dengan AC dan kursi empuk, di tol hanya ada panas, klakson yang tak pernah berhenti, dan aroma bumbu rendang dari bekal pemudik yang mulai menggoda.

Nah, di sinilah sesungguhnya letak keunikan Indonesia. Alih-alih marah atau kapok, pemudik justru menjadikan macet sebagai bagian dari perjalanan. Ada yang buka tikar di bahu jalan, bakar jagung, main kartu, sampai karaoke bareng dari mobil ke mobil. Bisa dibilang, hanya di Indonesia kemacetan tol menjadi ajang silaturahmi dadakan yang tak dirancang, tapi dinikmati.

Jika Donald Trump betulan datang dan melihat langsung pemandangan ini, mungkin dia akan mengeluarkan kebijakan baru: mengakui tol Indonesia sebagai World Heritage Site atas nama “kemacetan abadi yang penuh kehangatan”. Siapa tahu? Tapi ya, tentu saja ini hanya khayalan. Amerika tak akan pernah serius mengurus mudik kita, karena sejatinya, hanya orang Indonesia yang mengerti cara menikmati macet, dengan sabar dan tetap tersenyum, sambil nyengir menertawakan nasibnya sendiri.

Maka dari itu, mau Trump kirim kepala induk atau kepala negara sekalipun, selama budaya mudik masih melekat kuat, dan sistem transportasi kita belum bertransformasi total, kemacetan akan tetap menjadi tradisi tahunan yang tak bisa dihindari. Tapi itulah Indonesia, negara dengan rakyat paling tabah dan paling kreatif dalam menghadapi cobaan, termasuk cobaan bernama mudik.

Jadi, selamat mudik, nikmati macetnya, karena siapa tahu di tengah kemacetan, justru kamu menemukan cerita unik yang bisa diceritakan nanti saat Lebaran.

Continue Reading

Review

Makan Bergizi Gratis: Antara Harapan dan Tantangan

MBG menjanjikan solusi gizi nasional dengan tambahan anggaran besar, tetapi menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas, pengawasan, dan sumber dana. Sukses atau gagal? Semua tergantung eksekusi.

Published

on

Monitorday.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan setelah anggarannya terkena efisiensi sebesar Rp200 miliar. Namun, kabar baiknya, pada September mendatang, pemerintah menjanjikan tambahan Rp100 triliun. Sebuah lonjakan dana yang luar biasa besar, tapi benarkah ini solusi atau justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan?

Tidak dapat disangkal, MBG adalah program ambisius yang diharapkan dapat menanggulangi masalah gizi di Indonesia. Dengan target 82,9 juta penerima manfaat pada 2025, program ini diharapkan menjadi game changer dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Apalagi, menurut Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hidayana, perputaran ekonomi dari MBG bisa memberikan dampak positif ke berbagai sektor, terutama pertanian dan peternakan. Dengan kebutuhan harian yang luar biasa—dari 200 kilogram beras hingga 3.000 telur—MBG berpotensi menjadi stimulus ekonomi bagi para petani dan peternak lokal.

Namun, di balik optimisme itu, ada banyak tanda tanya besar. Efisiensi anggaran sebesar Rp200 miliar mungkin terlihat kecil dibandingkan tambahan Rp100 triliun yang dijanjikan. Namun, apakah anggaran yang membengkak ini benar-benar akan terserap dengan efektif?

Bagaimana dengan sistem pengawasan agar tidak terjadi kebocoran atau penyalahgunaan dana? Jangan lupa, program dengan alokasi dana sebesar ini selalu berisiko mengalami korupsi atau ketidakefisienan.

Selain itu, ada tantangan logistik yang harus diperhitungkan. Dengan jumlah penerima manfaat yang mencapai puluhan juta orang, distribusi makanan bergizi secara merata bukanlah hal mudah. Infrastruktur di daerah terpencil masih menjadi masalah, dan ancaman bencana seperti banjir—seperti yang terjadi di Jabodetabek—menambah kompleksitas eksekusi program ini.

Pemerintah memang berencana merelokasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) ke lokasi yang lebih aman, tetapi apakah itu cukup untuk menjamin keberlanjutan program?

Dari segi ekonomi, dana sebesar Rp1,2 triliun per hari untuk MBG memang menggiurkan. Tetapi, pertanyaan besar lainnya adalah: dari mana sumber dana ini? Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara telah menyatakan bahwa anggaran MBG akan disiapkan, tetapi apakah ini berarti peningkatan pajak, pemotongan anggaran dari sektor lain, atau bahkan utang baru? Masyarakat perlu transparansi penuh tentang bagaimana uang sebesar ini akan dikelola tanpa mengorbankan sektor lain yang juga krusial seperti pendidikan dan kesehatan.

Di sisi lain, ada kelompok yang melihat MBG sebagai langkah progresif. Jika benar-benar terealisasi dengan baik, ini bisa menjadi lompatan besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Masalah gizi buruk dan stunting masih menghantui negeri ini, dan MBG bisa menjadi solusi konkret untuk mengatasinya. Apalagi, jika eksekusinya melibatkan petani dan peternak lokal, dampaknya bisa lebih luas dari sekadar pemberian makanan gratis—yaitu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Tetapi, kritik tetap perlu disuarakan. Tidak sedikit yang khawatir bahwa program ini lebih bersifat populis ketimbang substansial. Apakah program ini akan berjalan dengan efektif dalam jangka panjang, atau hanya akan menjadi proyek mercusuar yang perlahan redup akibat ketidaksiapan manajemen?

Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama, agar MBG tidak menjadi proyek yang menghambur-hamburkan uang rakyat tanpa hasil nyata.

Jadi, MBG ini solusi atau ilusi? Jawabannya bergantung pada bagaimana pemerintah memastikan program ini berjalan dengan efektif, transparan, dan akuntabel. Karena pada akhirnya, niat baik saja tidak cukup—harus ada eksekusi yang benar-benar berpihak pada rakyat.

Continue Reading

Review

Meningkatkan Peluang Kerja Lulusan Vokasi di Luar Negeri

Kerja sama tiga kementerian Indonesia berfokus untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi, mempersiapkan lulusan SMK menjadi tenaga kerja profesional yang siap bersaing di pasar global dan bekerja di luar negeri.

Hendi Firdaus

Published

on

Monitorday.com – Pernahkah kamu mendengar cerita tentang seorang perawat dari Indonesia yang bisa menghasilkan lebih dari Rp 20 juta per bulan di Jepang? Mungkin ini terdengar seperti impian yang terlalu tinggi, tetapi dengan pelatihan dan sertifikasi yang tepat, cerita semacam ini menjadi kenyataan bagi banyak lulusan vokasi Indonesia yang kini berkarier di luar negeri.

Di Indonesia, angka pengangguran terus menjadi masalah serius. Dari sekitar 7,5 juta orang penganggur di Indonesia, 3 juta di antaranya adalah lulusan SMA/SMK. Namun, meski banyak yang menganggur, di sisi lain, permintaan tenaga kerja di luar negeri semakin tinggi, khususnya bagi mereka yang memiliki keterampilan vokasi.

Fenomena ini memunculkan peluang besar bagi para lulusan pendidikan vokasi untuk mengembangkan karier di luar negeri. Pemerintah Indonesia kini tengah mempersiapkan strategi agar lulusan vokasi, terutama dari SMK dan lembaga kursus, memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar global.

Baru-baru ini, tiga kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), menjalin kerja sama untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi. Langkah ini diambil guna menanggulangi masalah pengangguran dan memenuhi permintaan besar pasar tenaga kerja luar negeri. Kolaborasi ini bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja Indonesia yang terampil, profesional, dan siap bersaing di pasar global.

Peningkatan kualitas pendidikan vokasi tidak hanya berfokus pada peningkatan keterampilan teknis, tetapi juga pada pembekalan soft skills yang sangat dibutuhkan di tempat kerja internasional. Melalui berbagai pelatihan dan sertifikasi, lulusan SMK dan lembaga pelatihan kini bisa memiliki peluang yang lebih besar untuk bekerja di negara-negara maju, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Jerman.

Bahkan, beberapa lulusan yang telah bekerja di luar negeri mendapatkan gaji yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gaji rata-rata di Indonesia. Misalnya, seorang perawat di Jepang bisa mendapatkan gaji antara Rp 20 juta hingga Rp 25 juta per bulan. Gaji yang jauh melampaui Upah Minimum Kota (UMK) di Indonesia, yang hanya berkisar antara Rp 3 juta hingga Rp 5 juta.

Namun, tak hanya soal gaji yang menarik. Keberadaan pekerja migran Indonesia juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian negara. Misalnya, negara seperti Filipina yang mengandalkan pekerja migran untuk menyumbang devisa negara. Dalam hal ini, pekerja migran Indonesia juga memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, pemerintah berusaha untuk lebih memaksimalkan penempatan tenaga kerja ke luar negeri dengan mempersiapkan mereka secara matang melalui berbagai pelatihan vokasi.

Kerja sama antara Kemendikdasmen, Kemnaker, dan BP2MI juga melibatkan upaya untuk memetakan potensi dan kebutuhan pasar tenaga kerja di luar negeri. Dengan pemetaan yang lebih sistematis, calon pekerja migran dapat disiapkan lebih baik, mulai dari peningkatan kompetensi hingga penempatan kerja yang sesuai dengan kebutuhan negara tujuan. Selain itu, keberlanjutan program pelatihan ini juga memastikan para pekerja migran mendapat perlindungan yang maksimal selama bekerja di luar negeri.

Langkah ini juga didukung oleh keberhasilan sekolah-sekolah vokasi dan lembaga kursus yang terus berinovasi dan beradaptasi dengan tuntutan pasar kerja global. Sebagai contoh, SMKN 2 Subang di Jawa Barat sudah mengirimkan lebih dari 500 alumninya bekerja di Jepang, Korea, dan negara lainnya. Dengan membuka kesempatan bagi lulusan SMK untuk bekerja di luar negeri, pemerintah berharap ini akan menjadi solusi untuk mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Kerja sama ini bukan hanya tentang mengirimkan tenaga kerja, tetapi juga tentang menciptakan ekosistem vokasi yang sehat dan berkelanjutan, yang mampu menghasilkan tenaga kerja terampil yang siap bersaing di pasar global. Melalui kerja sama ini, pemerintah Indonesia berupaya memastikan bahwa tenaga kerja migran Indonesia bukan hanya menjadi pekerja biasa, tetapi juga profesional yang diakui dan dihargai di dunia internasional.

Continue Reading

Review

Politik 2029: Prabowo-Dedi, Duet Harmoni yang Mengguncang Nusantara

Dalam pusaran politik 2029, Prabowo Subianto berpotensi menggandeng Dedi Mulyadi sebagai cawapres. Dedi, dengan gebrakan inovatifnya sebagai Gubernur Jawa Barat, dianggap mampu memperkuat elektabilitas Prabowo. Kolaborasi ini diyakini bisa meraup suara signifikan dan membangun harmoni politik yang kokoh

Diana Sari N

Published

on

Monitorday.com – Langit politik Indonesia perlahan berpendar. Di ufuk timur, sinar harapan merayap perlahan, membentuk siluet dua sosok yang gagah dan berkarisma: Prabowo Subianto dan Dedi Mulyadi. Tahun 2029, panggung demokrasi kembali bergemuruh. Prabowo, sang patriot dengan jiwa baja, bersiap melangkah ke medan laga terakhirnya. Namun, perjalanan ini membutuhkan sosok pendamping yang tak sekadar pengisi kursi, melainkan pejuang yang mampu menyalakan api semangat rakyat. Di sinilah Dedi Mulyadi, sang pembaru dari tanah Sunda, muncul sebagai bintang yang bersinar terang.

Dedi Mulyadi, kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, telah menorehkan sejarah emas. Dengan pendekatan budaya yang khas, ia mengangkat kearifan lokal menjadi fondasi kebijakan yang membumi. Inovasi di bidang lingkungan, pemberdayaan petani, hingga digitalisasi UMKM membuat Jawa Barat melesat menjadi provinsi yang maju dan sejahtera. Rakyat merasakan kehangatan pemimpin yang berjalan di tengah sawah, mendengarkan keluh kesah nelayan, dan menari bersama seni tradisional di pelosok desa.

Prabowo Subianto, dengan pengalaman militer dan politik yang matang, adalah simbol ketegasan dan keberanian. Namun, untuk memenangkan hati rakyat yang semakin kritis dan cerdas, ia membutuhkan sosok yang mampu merangkul dari akar rumput. Dedi Mulyadi adalah jawabannya. Kombinasi ini bagaikan harmoni gamelan yang menggetarkan jiwa, memadukan kekuatan strategi dan kelembutan budaya.

Ketika bayang-bayang Anies Baswedan, kembali mencuat sebagai penantang yang di gadang-gadang bakal maju di 2029, Prabowo harus bersiap menghadapi duel yang cukup menguras energi. Anies, dengan daya tarik tersendiri di kalangan pemilih muda dan kelas menengah. Di sinilah peran Dedi menjadi krusial. Ia adalah jembatan yang menghubungkan elite politik dengan rakyat jelata, menjalin simpati dari desa hingga kota.

Dengan Dedi di sisinya, Prabowo dapat menembus benteng suara di Jawa Barat yang dikenal sebagai lumbung suara strategis. Selain itu, Dedi juga mampu menarik dukungan dari kalangan seniman, petani, hingga aktivis lingkungan yang merasakan dampak positif dari kepemimpinannya.

Politik adalah seni merangkai harapan dan mimpi. Prabowo-Dedi adalah duet yang bukan hanya menjanjikan stabilitas dan kekuatan, tetapi juga membawa narasi kemanusiaan yang tulus. Di tengah derasnya arus politik identitas dan polarisasi, keduanya hadir sebagai simbol persatuan dan keberagaman.

Visi Prabowo untuk membangun Indonesia yang berdaulat dan mandiri akan semakin kokoh dengan sentuhan Dedi yang merakyat. Mereka bagaikan dua sungai besar yang bertemu di samudera luas, menyatu dalam arus yang deras namun harmonis.

Dengan dukungan rakyat yang solid, Prabowo-Dedi bukan sekadar pasangan calon, melainkan representasi mimpi bangsa yang rindu akan pemimpin yang kuat, adil, dan berjiwa rakyat. Dan ketika lonceng demokrasi berdentang di tahun 2029, duet ini siap mengguncang Nusantara dan menorehkan sejarah baru bagi Indonesia.

Continue Reading

Review

Dunia Menolak Narasi Holocaust, Israel Tersudut

Kredibilitas Israel di panggung internasional menurun drastis akibat genosida yang terjadi di Gaza, membuat narasi Holocaust sebagai alat legitimasi semakin ditolak masyarakat global.

N Ayu Ashari

Published

on

Monitorday.com – Israel, yang selama beberapa dekade menggunakan narasi Holocaust sebagai alat legitimasi politik dan moral, kini menghadapi krisis kepercayaan global yang semakin dalam.

Tindakan brutal yang dilakukan Israel terhadap Palestina, khususnya di Gaza, telah membuka mata masyarakat internasional terhadap realitas penjajahan yang berlangsung selama puluhan tahun. Dunia pun mulai berani bersuara, menuding Israel sebagai pelaku genosida yang melanggar hak asasi manusia.

Selama bertahun-tahun, Israel menggunakan tragedi Holocaust sebagai tameng untuk meraih simpati global. Namun, dengan semakin banyaknya bukti kekejaman yang dilakukan terhadap warga Palestina, narasi ini mulai kehilangan daya tariknya. Masyarakat internasional tidak lagi melihat Israel sebagai korban, melainkan sebagai agresor yang merampas tanah dan hak-hak rakyat Palestina.

Dalam berbagai forum internasional, seperti PBB dan organisasi HAM global, Israel semakin terpojok. Negara-negara yang sebelumnya mendukung Israel, seperti negara-negara Eropa, mulai berbalik arah dan mengkritik tindakan kekerasan yang dilakukan oleh militer Israel di Gaza.

Bukti Genosida yang Mengguncang Dunia

Laporan dari organisasi kemanusiaan dan jurnalis independen menunjukkan bahwa Israel telah melakukan serangan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil Palestina. Rumah-rumah dihancurkan, rumah sakit dibom, dan ribuan anak-anak serta wanita tak bersalah menjadi korban. Bahkan, akses terhadap kebutuhan dasar seperti air bersih dan obat-obatan dibatasi, yang memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza.

Kejahatan perang ini memicu gelombang protes global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dari New York hingga Jakarta, jutaan orang turun ke jalan untuk menyerukan keadilan bagi Palestina dan menuntut sanksi internasional terhadap Israel.

Reaksi Dunia Arab dan Muslim

Negara-negara di kawasan Timur Tengah dan dunia Muslim semakin bersatu dalam mendukung Palestina. Iran, Turki, dan Qatar menjadi suara vokal yang mengecam agresi Israel dan menyerukan boikot produk Israel. Bahkan, negara-negara yang sebelumnya memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain, mulai mempertimbangkan kembali hubungan mereka.

Peran Media Sosial

Kebangkitan kesadaran global ini juga didorong oleh media sosial. Aktivis dan jurnalis independen membagikan video dan foto kekejaman Israel di Gaza secara real-time, membangkitkan empati dan kemarahan masyarakat global. Tagar #FreePalestine dan #StopGazaGenocide menjadi tren di berbagai platform, memperkuat tekanan terhadap pemerintah dan lembaga internasional untuk bertindak.

Israel Terisolasi

Dengan meningkatnya tekanan dari masyarakat sipil dan negara-negara berkembang, Israel kini semakin terisolasi di panggung internasional. Sanksi ekonomi dan embargo senjata mulai dipertimbangkan oleh beberapa negara Eropa, sementara Afrika Selatan telah membawa kasus genosida Israel ke Mahkamah Internasional.

Harapan Baru untuk Palestina

Meski perjalanan menuju keadilan masih panjang, solidaritas global yang semakin kuat memberikan harapan baru bagi rakyat Palestina. Dengan dukungan internasional yang terus meningkat, Palestina memiliki peluang lebih besar untuk meraih kemerdekaan dan mengakhiri pendudukan yang telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade.

Israel kini dihadapkan pada pilihan sulit: mengubah kebijakan agresifnya atau terus kehilangan dukungan global yang selama ini menjadi pilar kekuatannya.

Continue Reading

Monitor Saham BUMN



Ruang Sujud13 minutes ago

Makna Ketupat di Hari Raya: Simbol Lebaran yang Penuh Filosofi

Ruang Sujud29 minutes ago

Khutbah Prof. Rokhmin: Rahasia Idul Fitri yang Terlupakan

Ruang Sujud4 hours ago

Tips Menjalani Idul Fitri dengan Bijak: Dari Silaturahmi hingga Keuangan

Ruang Sujud8 hours ago

Makna dan Tradisi Idul Fitri: Merayakan Kemenangan dengan Kebersamaan

News12 hours ago

Pulangkan 29 WNI, Polri Berantas Online Scam

News12 hours ago

Hercules ke Myanmar! Buka Cabang GRIB?

Review12 hours ago

Ketika Hukum Diperjualbelikan, Tunggulah Kehancuran

News13 hours ago

Warga Palestina Tak Gentar, Salat Idulfitri Tetap Digelar

Sportechment16 hours ago

Megawati Siap Beri Kado Lebaran di Final Liga Voli Korea

Pangan16 hours ago

Rekor Penyerapan Gabah: Bulog Pecahkan Batas!

Sportechment17 hours ago

Raffi Ahmad Itikaf di Masjid Bareng Keluarga Jelang Lebaran

Pangan17 hours ago

Penyerapan Gabah Bulog Capai 725 Ribu Ton, Tertinggi dalam 10 Tahun Terakhir

News17 hours ago

Terlambat Lapor SPT Imbas Libur Lebaran, Pemerintah Hapus Sanksi Administratif

Sportechment18 hours ago

Gandeng Putrinya, Hetty Koes Endang Rilis Lagu “THR”

Sportechment18 hours ago

Cristiano Ronaldo Ucapkan Selamat Idul Fitri untuk Umat Muslim di Dunia

Sportechment19 hours ago

Evangelista Bagikan Momen Rayakan Idul Fitri di Tanah Suci

News19 hours ago

Lebaran vs Idul Fitri: Apa Perbedaannya?

Migas20 hours ago

Pertamina Pastikan Operasional 24 Jam Selama Idulfitri

News21 hours ago

Abuya Muhtadi dan Lebaran Versi Sendiri

Sportechment21 hours ago

Timnas Indonesia Hadapi Tantangan Berat di Piala Asia U-17 2025, Ini Jadwal Pertandingannya