Monitorday.com – Swedia mengambil langkah berani dengan kembali menekankan metode pembelajaran tradisional, meninggalkan pendekatan hiperdigital yang sebelumnya diterapkan di dunia pendidikan.
Para ahli berpendapat bahwa ketergantungan berlebihan pada teknologi digital kemungkinan telah berdampak negatif pada keterampilan dasar siswa. Oleh karena itu, kini buku cetak dan latihan menulis tangan kembali menjadi fokus utama di ruang kelas Swedia.
Awalnya, komputer dianggap sebagai alat untuk meratakan akses pendidikan di Swedia, bahkan perangkat digital diwajibkan di tingkat prasekolah.
Namun, Menteri Sekolah Swedia, Lotta Edholm, mengkritik keras ketergantungan berlebihan pada teknologi tersebut.
“Siswa Swedia membutuhkan lebih banyak buku pelajaran,” tegas Edholm. Ia bahkan ingin mengakhiri pembelajaran digital untuk anak-anak di bawah usia enam tahun, menekankan pentingnya buku fisik untuk pembelajaran.
Meskipun siswa Swedia sebelumnya mencatatkan skor di atas rata-rata Eropa dalam kemampuan membaca di kelas empat, sebuah studi menunjukkan adanya penurunan keterampilan membaca.
Penurunan ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk absennya siswa selama pandemi dan meningkatnya jumlah siswa imigran yang tidak berbahasa Swedia sebagai bahasa pertama.
Namun, para ahli pendidikan meyakini bahwa penggunaan layar yang berlebihan (hiperdigital) di sekolah juga berkontribusi terhadap penurunan ini.
Institut Karolinska di Swedia secara tegas menyatakan, “Ada bukti ilmiah yang jelas bahwa perangkat digital justru merusak alih-alih meningkatkan pembelajaran siswa.”
Institut tersebut merekomendasikan agar fokus kembali pada perolehan pengetahuan melalui buku teks cetak dan keahlian guru, alih-alih mengandalkan sumber digital yang tersedia secara bebas.
Sebagai respons, pemerintah Swedia mengumumkan investasi jutaan dolar untuk pembelian buku cetak bagi sekolah-sekolah, sebuah program yang berlanjut hingga tahun 2024 dan 2025.
Di Stockholm, seorang guru kelas tiga, Catarina Branelius, menerapkan pendekatan yang hati-hati dalam penggunaan tablet di kelasnya.
“Saya menggunakan tablet dalam matematika dan beberapa aplikasi, tetapi saya tidak menggunakannya untuk menulis teks,” ujarnya.
Branelius menjelaskan bahwa siswa di bawah usia 10 tahun membutuhkan waktu, latihan, dan praktik menulis tangan sebelum diperkenalkan pada penulisan di tablet.
Sentimen serupa juga diungkapkan oleh salah satu murid Branelius, Liveon Palmer (9 tahun), yang lebih suka menulis di atas kertas di sekolah.
Keputusan Swedia untuk kembali ke metode pembelajaran tradisional ini didukung oleh berbagai riset dan pendapat ahli yang menunjukkan dampak negatif penggunaan perangkat digital yang berlebihan pada perkembangan kognitif dan keterampilan dasar anak-anak.
Langkah ini menjadi perhatian dunia dan memicu perdebatan tentang peran teknologi dalam pendidikan.