Ruang Sujud
Tempat Syahidnya Pemimpin Hizbullah Ramai Dikunjungi Orang, Ada Apa?
Published
6 months agoon
By
Robby Karman
Monitorday.com – Ribuan orang berbondong-bondong ke lokasi tempat pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah terbunuh dalam serangan udara Israel, setelah area itu dibuka untuk umum.
Kawah besar bekas serangan itu diterangi lampu merah dan dihiasi bendera Hizbullah dengan obor memancarkan cahaya ke langit malam.
Pria, wanita, dan anak-anak menangis saat melihat kawah itu, sementara massa meneriakkan “Siap melayani, Nasrallah” sebagai bentuk kesetiaan mereka.
Setelah serangan Israel, Hizbullah menutup kawasan Dahieh di Beirut yang menjadi lokasi kematian Nasrallah.
Gencatan senjata pada Rabu (27/11/2024) memungkinkan lokasi itu akhirnya dibuka untuk masyarakat umum dan jurnalis.
Serangan Israel dilaporkan menggunakan 80 bom penghancur bunker yang meratakan beberapa bangunan di Harek Hreik, pusat operasi Hizbullah di Beirut.
Sabtu malam (30/11/2024), masyarakat diizinkan masuk ke area tersebut untuk pertama kalinya dan menyaksikan langsung kehancuran di sana.
Banyak orang membawa lilin dan gambar Nasrallah sambil mendengarkan pidato-pidato lamanya melalui pengeras suara.
Seorang wanita bernama Narjis Khshaish mengaku sulit menerima kenyataan bahwa Nasrallah telah tiada selama dua setengah bulan terakhir.
Narjis juga mengatakan bahwa ia merasa mendapat berkah dengan mengunjungi tempat tersebut.
Moussa Dirani, seorang pria yang membawa anaknya ke lokasi itu, mengatakan kematian Nasrallah justru memberi semangat baru untuk melanjutkan perjuangan.
Bendera Hizbullah berkibar di lokasi tersebut sebagai simbol bahwa perjuangan mereka akan terus berlanjut.
Fida Nasreddine menegaskan bahwa dukungan kepada Hassan Nasrallah tidak akan pernah surut hingga akhir hayat mereka.
Nasrallah, yang wafat pada usia 64 tahun, telah memimpin Hizbullah selama lebih dari tiga dekade.
Di bawah kepemimpinannya, Hizbullah berkembang menjadi salah satu milisi bersenjata paling kuat di Timur Tengah.
Kabarnya, persenjataan militer Hizbullah bahkan lebih maju dibandingkan angkatan bersenjata negara Lebanon.
Mungkin Kamu Suka
Ruang Sujud
Hari Tarwiyah dalam Perspektif Ulama: Hikmah, Makna, dan Refleksi Diri
Published
1 day agoon
01/06/2025
Monitorday.com – Hari Tarwiyah bukan sekadar momen logistik dalam perjalanan ibadah haji. Dalam pandangan para ulama, tanggal 8 Dzulhijjah ini mengandung makna spiritual yang mendalam, bukan hanya bagi para jamaah haji, tetapi juga bagi seluruh umat Islam. Ia adalah hari kontemplasi, penguatan niat, dan pembentukan spiritualitas menjelang puncak ibadah haji. Pandangan para ulama dari berbagai mazhab memberi warna dan pemahaman yang kaya terhadap hari yang kerap terabaikan ini.
Dimensi Tarwiyah dalam Pandangan Ulama Klasik
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa setiap amalan lahiriah dalam haji sejatinya adalah cerminan dari perjalanan hati. Hari Tarwiyah, menurut beliau, adalah saat di mana seorang hamba menimbang niatnya, membersihkan hatinya dari ambisi duniawi, dan bersiap secara batin untuk bertemu dengan Allah. Ini selaras dengan makna dasar “tarwiyah” yang bermakna “merenung” atau “berpikir mendalam.”
Ibnu Rajab al-Hanbali: Momen Peralihan Menuju Puncak Ibadah
Ulama besar lainnya, Ibnu Rajab al-Hanbali dalam karyanya Lathaif al-Ma’arif menyebutkan bahwa Hari Tarwiyah adalah pintu gerbang menuju hari-hari paling mulia dalam Islam. Ia menjelaskan bahwa hari ini seharusnya digunakan untuk memperbanyak zikir, doa, dan istighfar. Karena siapa pun yang menyucikan hatinya sebelum wukuf di Arafah, maka ia lebih siap menyerap keberkahan rahmat Allah pada hari itu.
Pendapat Ulama Kontemporer: Menghidupkan Tarwiyah di Luar Haji
Ulama kontemporer seperti Syekh Yusuf al-Qaradawi menekankan bahwa Hari Tarwiyah juga bisa dihidupkan oleh mereka yang tidak berhaji. Beliau menganjurkan umat Islam di berbagai belahan dunia untuk mengisi hari ini dengan amalan saleh, puasa sunnah, dan tafakur. Menurutnya, ini adalah waktu yang strategis untuk refleksi diri sebelum menyambut hari Arafah dan Iduladha.
Tafsir Tarwiyah dalam Konteks Kehidupan Modern
Dalam konteks modern, Hari Tarwiyah menjadi simbol penting dari jeda dan evaluasi. Ustaz Salim A. Fillah misalnya, menyampaikan bahwa hari ini adalah momentum untuk “mengisi ulang ruhani”. Dalam dunia yang serba cepat, kita jarang punya waktu untuk menengok kondisi hati. Hari Tarwiyah memberi jeda bagi jiwa untuk memperbaiki niat, menyusun ulang prioritas hidup, dan bersiap menghadapi tantangan besar.
Nilai-Nilai Edukatif dari Tarwiyah
Beberapa pesan penting dari Hari Tarwiyah dalam perspektif ulama, antara lain:
Pentingnya perenungan sebelum tindakan. Nabi Ibrahim tidak langsung mengeksekusi mimpinya, tetapi merenung terlebih dahulu. Ini pelajaran bahwa tindakan besar memerlukan ketenangan dan kehati-hatian.
Menjaga niat dalam beramal. Dalam semua ibadah, niat adalah fondasi utama. Tarwiyah adalah momen memperkuat niat semata karena Allah.
Menjalani proses dengan sabar. Ujian besar seperti yang dialami Ibrahim dan Ismail tidak datang tiba-tiba. Ada proses pembelajaran yang dilalui secara bertahap, dimulai dari Tarwiyah.
Tarwiyah sebagai Simbol Kesabaran dan Ketaatan
Banyak ulama memandang Hari Tarwiyah sebagai lambang dari dua sifat utama seorang mukmin: sabar dan taat. Nabi Ibrahim dan Ismail AS menunjukkan bagaimana dua sifat itu menjadi kunci keberhasilan melewati ujian. Hari ini adalah saat tepat bagi umat Islam untuk merenung, apakah dalam kehidupan sehari-hari kita telah menjalankan dua sifat itu dengan konsisten.
Menghidupkan Tarwiyah dalam Lingkungan Keluarga
Ulama tarbiyah (pendidikan) mengingatkan bahwa Hari Tarwiyah juga bisa dimanfaatkan sebagai waktu untuk membangun nilai-nilai keislaman dalam keluarga. Orang tua bisa menjadikan hari ini sebagai momen dialog ruhani, mengajak anak-anak untuk berzikir bersama, membaca kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, serta mengaitkan pesan-pesan spiritual dengan realitas hidup masa kini.
Penutup: Tarwiyah adalah Cermin Jiwa
Hari Tarwiyah, dalam pandangan ulama, bukan sekadar bagian dari manasik haji. Ia adalah simbol kesiapan spiritual seorang hamba untuk menyambut kedekatan dengan Rabb-nya. Ulama telah memberi banyak pencerahan agar umat Islam tidak menyia-nyiakan hari ini. Maka marilah kita jadikan Tarwiyah sebagai titik tolak perubahan diri—dari hati yang lalai menjadi hati yang hidup, dari amal yang biasa menjadi amal yang bermakna.
Ruang Sujud
Sejarah Hari Tarwiyah: Ketika Nabi Ibrahim Mendapat Petunjuk Ilahi
Published
1 day agoon
01/06/2025
Monitorday.com – Hari Tarwiyah, yang jatuh pada 8 Dzulhijjah, memiliki akar sejarah yang sangat dalam dan bermakna. Dalam lembaran sejarah Islam, hari ini berkaitan erat dengan peristiwa besar yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS. Sebuah momen saat petunjuk Ilahi datang melalui mimpi, yang kemudian menguji kadar keimanan dan ketaatan seorang hamba terhadap Rabb-nya. Inilah kisah hari yang menyimpan nilai-nilai spiritual dan keteladanan luar biasa.
Mimpi yang Mengguncang Jiwa
Diriwayatkan bahwa pada malam tanggal 8 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS mendapatkan mimpi dari Allah SWT yang memerintahkan agar ia menyembelih putranya, Ismail. Mimpi tersebut tidak langsung dieksekusi, melainkan direnungkan terlebih dahulu selama beberapa hari. Maka muncullah istilah “Tarwiyah” dari kata “rawa-yurawi”, yang berarti merenung atau berpikir mendalam.
Ibrahim AS tidak gegabah. Ia memastikan bahwa perintah tersebut benar-benar datang dari Allah. Ia merenungi mimpi itu dengan hati-hati, memohon petunjuk dan kekuatan agar bisa memahami makna di balik ujian tersebut. Dari sinilah Hari Tarwiyah mendapat namanya—sebuah hari kontemplasi, penguatan niat, dan persiapan jiwa.
Tahapan Ujian Nabi Ibrahim
Hari Tarwiyah hanyalah permulaan dari rangkaian ujian luar biasa yang diterima Nabi Ibrahim AS. Setelah merenung, ia yakin bahwa mimpinya adalah wahyu dan perintah Allah yang nyata. Pada hari berikutnya, yakni 9 Dzulhijjah (Hari Arafah), ia kembali mendapat mimpi yang sama. Di sinilah keteguhan hatinya menguat.
Keesokan harinya, pada 10 Dzulhijjah (Iduladha), Ibrahim AS bersiap melaksanakan perintah tersebut. Ia membawa Ismail ke tempat penyembelihan. Namun atas izin Allah, penyembelihan tidak terjadi, dan digantikan dengan seekor domba. Peristiwa ini menjadi dasar dari ibadah kurban yang dijalankan umat Islam hingga hari ini.
Pelajaran Besar dari Hari Tarwiyah
Hari Tarwiyah menjadi simbol dari proses pengambilan keputusan besar dalam hidup. Nabi Ibrahim tidak langsung bertindak, melainkan menjalani tahapan berpikir, memperkuat keimanan, dan meyakinkan diri atas kebenaran wahyu. Sikap ini menunjukkan betapa pentingnya kehati-hatian dan ketundukan total dalam menjalani titah Ilahi.
Umat Islam diajarkan agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan, terutama yang menyangkut urusan agama dan ketaatan. Hari Tarwiyah mengingatkan kita untuk selalu mencari kejelasan, bersabar dalam proses, dan meyakinkan hati sebelum melangkah.
Refleksi dari Ismail: Ketundukan yang Menggetarkan
Tidak hanya Ibrahim, putranya Ismail juga menjadi teladan luar biasa dalam kisah ini. Saat diberi tahu bahwa ia akan disembelih atas perintah Allah, ia tidak menolak. Justru ia berkata, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. As-Saffat: 102)
Ucapan dan sikap Ismail ini menjadi pelengkap keagungan kisah Hari Tarwiyah. Keikhlasan dua hamba Allah—ayah dan anak—dalam menerima perintah yang sangat berat adalah cerminan iman yang tulus dan totalitas dalam penghambaan.
Hubungan Hari Tarwiyah dengan Rangkaian Haji
Dalam konteks ibadah haji, Hari Tarwiyah menandai dimulainya rangkaian manasik yang paling sakral. Jamaah haji bergerak menuju Mina dan menginap di sana, sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Ini meniru langkah Nabi Ibrahim yang bersiap menjalani ujian besar keesokan harinya. Rangkaian haji adalah napak tilas dari kisah spiritual para nabi, dan Hari Tarwiyah adalah gerbang awalnya.
Spirit Tarwiyah dalam Kehidupan Sehari-hari
Meskipun peristiwa ini terjadi ribuan tahun lalu, nilai-nilainya sangat relevan hingga kini. Dalam kehidupan modern yang serba cepat, Hari Tarwiyah mengajarkan kita untuk berhenti sejenak, berpikir jernih, dan mendengarkan suara hati sebelum membuat keputusan besar. Dalam keluarga, pekerjaan, atau hubungan sosial, spirit Tarwiyah mengajarkan kita untuk selalu mendahulukan perenungan sebelum tindakan.
Hari Tarwiyah di Kalangan Ulama
Para ulama klasik sangat menekankan pentingnya Hari Tarwiyah sebagai hari yang penuh keberkahan. Bukan hanya karena sejarahnya, tetapi juga karena posisinya dalam 10 hari pertama bulan Dzulhijjah—hari-hari yang disebut lebih utama dari hari-hari lainnya dalam setahun. Karenanya, menghidupkan hari ini dengan zikir, doa, puasa, dan amal kebajikan menjadi bentuk penghormatan terhadap jejak Ibrahim dan Ismail.
Penutup: Hari yang Membangkitkan Jiwa
Sejarah Hari Tarwiyah bukan sekadar catatan masa lalu. Ia adalah cermin yang mengajarkan kita arti keimanan yang sejati, kesabaran dalam menghadapi ujian, dan pentingnya merenung sebelum bertindak. Semoga setiap kali datangnya 8 Dzulhijjah, kita bisa kembali menghidupkan semangat Tarwiyah dalam diri—merenung, memperkuat niat, dan menyambut panggilan Allah dengan hati yang ikhlas dan siap.
Ruang Sujud
Keutamaan dan Amalan Sunnah di Hari Tarwiyah yang Sering Terlupakan
Published
1 day agoon
01/06/2025
Monitorday.com – Hari Tarwiyah, yang jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah, sering kali luput dari perhatian umat Islam yang tidak sedang berhaji. Padahal, hari ini menyimpan banyak keutamaan dan amalan sunnah yang bisa dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia. Tidak hanya diperuntukkan bagi jamaah haji, Hari Tarwiyah adalah peluang emas untuk menambah pahala dan mendekatkan diri kepada Allah.
Meneladani Langkah Nabi
Pada hari ini, Rasulullah SAW berangkat dari Makkah menuju Mina dan bermalam di sana sebelum wukuf di Arafah keesokan harinya. Langkah ini bukan sekadar teknis perjalanan, tetapi penuh makna spiritual. Nabi SAW memberi contoh pentingnya persiapan ruhani sebelum bertemu Allah di padang Arafah. Bagi umat Islam, ini adalah isyarat agar memanfaatkan Hari Tarwiyah untuk menyucikan hati dan memperbanyak amal saleh.
Keutamaan Berpuasa di Hari Tarwiyah
Salah satu amalan sunnah yang dianjurkan di Hari Tarwiyah adalah berpuasa. Berdasarkan beberapa riwayat, puasa pada tanggal 8 Dzulhijjah dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu. Meskipun hadis tentang keutamaannya masih diperdebatkan derajatnya oleh sebagian ulama, banyak ulama salaf yang tetap menganjurkan puasa pada hari ini sebagai bentuk ihtiyath (kehati-hatian dalam amal).
Perbanyak Zikir dan Istighfar
Hari Tarwiyah adalah hari yang tenang, tidak ada ritual ibadah yang rumit selain salat dan bermalam bagi jamaah haji. Bagi kaum muslimin lainnya, ini adalah kesempatan untuk memperbanyak zikir, membaca takbir, tahmid, tahlil, dan istighfar. Hati yang banyak mengingat Allah akan menjadi lebih tenang dan lapang menghadapi ujian hidup.
Menghidupkan Malam Tarwiyah
Malam tanggal 8 Dzulhijjah juga sebaiknya diisi dengan salat malam, doa, dan membaca Al-Qur’an. Di tengah kesibukan duniawi, banyak yang melupakan kekuatan malam sebagai waktu paling istimewa untuk berdoa. Padahal, doa di malam-malam 10 Dzulhijjah sangat dicintai oleh Allah, sebagaimana disebut dalam hadis.
Mempersiapkan Diri Menyambut Hari Arafah
Hari Tarwiyah adalah gerbang menuju hari Arafah. Di sinilah umat Islam mempersiapkan diri untuk menyambut hari terbaik sepanjang tahun. Bagi yang tidak berhaji, mempersiapkan diri berarti membersihkan niat, menjaga hati dari kebencian, dan menyusun rencana amal di hari Arafah, seperti puasa dan doa-doa khusus.
Momentum Mengingat Ketaatan Ibrahim AS
Hari Tarwiyah juga menjadi refleksi bagaimana Nabi Ibrahim AS mempersiapkan diri dalam menaati perintah Allah yang sangat berat: menyembelih anaknya, Ismail. Renungan yang dilakukan Ibrahim AS dalam mimpi-mimpinya menjadi pelajaran bahwa sebelum melakukan ketaatan besar, kita harus memperkuat iman, bertafakur, dan meyakinkan diri pada kebenaran perintah Allah.
Kesempatan Menyambung Silaturahmi dan Sedekah
Meskipun bukan termasuk amalan khusus di Hari Tarwiyah, menyambung tali silaturahmi dan bersedekah sangat dianjurkan. Ini merupakan bentuk aktualisasi dari kesiapan spiritual yang baik—ketika hati telah bersih, tindakan pun menjadi lebih ikhlas. Hari Tarwiyah bisa menjadi momen untuk meminta maaf, memaafkan, atau memberi bantuan kepada sesama sebagai bagian dari menyucikan diri sebelum Iduladha.
Menghindari Lalai di Hari yang Mulia
Banyak yang tidak menyadari bahwa 10 hari pertama Dzulhijjah adalah hari-hari terbaik sepanjang tahun. Karena itu, mengabaikan Hari Tarwiyah adalah kerugian besar. Ketika hari ini diisi dengan kegiatan biasa tanpa makna, maka kita telah melewatkan ladang pahala yang sangat luas. Ingat, amal di hari-hari ini lebih utama dari jihad di jalan Allah, kecuali jihad yang mengorbankan seluruh jiwa dan hartanya.
Penutup: Jangan Lewatkan Hari Tarwiyah
Hari Tarwiyah adalah karunia dari Allah untuk umat Islam. Keutamaannya bukan hanya untuk jamaah haji, tetapi juga terbuka luas bagi siapa pun yang ingin mendekat kepada-Nya. Dengan berpuasa, berdzikir, berdoa, dan memperbaiki hubungan dengan sesama, kita bisa menghidupkan Hari Tarwiyah dengan cahaya amal yang akan menjadi saksi di hari akhir kelak.
Ruang Sujud
Hari Tarwiyah: Awal Perjalanan Spiritual Menuju Puncak Haji
Published
2 days agoon
01/06/2025
Monitorday.com – Setiap tahapan dalam ibadah haji memiliki makna spiritual yang dalam. Salah satu hari yang sarat makna namun kurang dikenal secara luas adalah Hari Tarwiyah, yang jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah. Hari ini menjadi titik awal perjalanan fisik dan ruhani menuju puncak ibadah haji di Arafah. Para jamaah mulai bergerak dari Makkah ke Mina, menghidupkan kembali jejak Nabi Ibrahim dan Rasulullah SAW dalam ketaatan kepada perintah Allah.
Makna Kata “Tarwiyah”
Kata Tarwiyah berasal dari akar kata Arab “rawa–yurawi” yang berarti “memenuhi kebutuhan air” atau “merenungi”. Menurut beberapa riwayat, dinamai demikian karena para jamaah haji zaman dahulu mengisi perbekalan air sebelum melanjutkan perjalanan ke Arafah yang gersang. Di sisi lain, para ulama menafsirkan bahwa hari ini adalah saat Ibrahim AS merenungi perintah Allah yang ia terima dalam mimpi—perintah untuk menyembelih anaknya, Ismail.
Mina: Persinggahan Pertama Menuju Arafah
Pada Hari Tarwiyah, jamaah haji memulai perjalanannya ke Mina. Di sana, mereka melakukan salat Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh dalam bentuk qashar (salat empat rakaat dipersingkat menjadi dua rakaat), tanpa jamak. Mina adalah tempat perenungan sebelum memasuki Arafah. Suasana hening dan fokus ibadah membantu menyiapkan mental dan spiritual jamaah untuk wukuf di Arafah.
Meneladani Ketaatan Nabi Ibrahim
Hari Tarwiyah juga menghidupkan kembali keteladanan Nabi Ibrahim dalam menjalani perintah yang paling berat dalam hidupnya—menyembelih anak kandungnya. Ia tidak langsung bertindak, tetapi bertarwiyah—merenung dan mencari petunjuk dari Allah dengan penuh kehati-hatian. Ini menjadi pelajaran bagi umat Islam bahwa dalam mengambil keputusan penting, terutama yang berkaitan dengan ketaatan kepada Allah, hendaknya disertai perenungan dan doa.
Hari untuk Menjernihkan Niat
Sebelum hari Arafah, Hari Tarwiyah memberi kesempatan kepada setiap jamaah untuk menyucikan niat. Ibadah haji bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan hati. Niat yang ikhlas sangat menentukan keberkahan ibadah. Di Mina, para jamaah seolah ‘berkemah’ di titik nol, tempat mereka membuang kepentingan duniawi dan menata kembali tujuan hidup.
Ibadah dan Zikir di Hari Tarwiyah
Hari Tarwiyah juga menjadi momentum untuk memperbanyak zikir, doa, dan istighfar. Tidak ada ritual khusus selain salat dan bermalam di Mina, sehingga waktu lebih banyak digunakan untuk berintrospeksi dan mendekatkan diri kepada Allah. Para jamaah dimotivasi untuk menghindari perkataan sia-sia, menjaga kesabaran, dan memperkuat hubungan spiritual dengan Rabb-nya.
Relevansi Hari Tarwiyah di Era Modern
Di era serba cepat ini, Hari Tarwiyah mengajarkan pentingnya jeda. Manusia modern kerap kehilangan momen hening yang esensial untuk perenungan. Hari Tarwiyah mengingatkan kita agar menyediakan ruang untuk berpikir jernih, memperbaiki niat, dan menyucikan hati sebelum menghadapi tantangan besar dalam hidup. Seperti jamaah yang bersiap menuju Arafah, setiap insan juga butuh “persinggahan batin” sebelum memulai babak baru dalam hidupnya.
Penutup
Hari Tarwiyah adalah awal dari transformasi spiritual seorang muslim dalam ibadah haji. Dari Mina, para jamaah akan melangkah menuju Arafah, lalu Muzdalifah, dan Mina kembali untuk melontar jumrah. Namun, semua itu berakar dari satu titik penting: niat dan renungan yang dilakukan di Hari Tarwiyah. Sebuah momen untuk menyegarkan keimanan, menata hati, dan bersiap menjadi manusia baru yang lebih dekat kepada Allah.
Ruang Sujud
Hari Tasyriq dalam Sejarah Haji: Jejak Spiritualitas di Mina
Published
3 days agoon
30/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Hari Tasyriq memiliki hubungan erat dengan pelaksanaan ibadah haji. Dalam rentang waktu 11-13 Zulhijjah, para jemaah haji berada di Mina untuk melaksanakan rangkaian ibadah penting. Di sinilah tiga ritual utama dilakukan: melontar jumrah, bermalam di Mina (mabit), dan berdzikir kepada Allah.
Mina, sebuah lembah kecil yang dikelilingi bukit-bukit batu di dekat Mekah, menjadi saksi bisu perjalanan spiritual para jemaah haji sejak masa Nabi Ibrahim hingga masa kini. Di sinilah Ibrahim AS melempar setan yang menghalangi tekadnya untuk menyembelih Ismail atas perintah Allah. Kisah inilah yang menjadi dasar pelaksanaan melontar jumrah oleh jemaah haji.
Selama hari-hari Tasyriq, setiap jemaah wajib melempar tujuh batu kecil ke tiga tiang jumrah: Ula, Wustha, dan Aqabah. Amalan ini bukan ritual kosong, melainkan simbol penegasan untuk melawan hawa nafsu dan godaan setan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap lemparan adalah bentuk pernyataan iman dan keteguhan hati.
Di sela-sela kegiatan tersebut, jemaah juga dianjurkan untuk bermabit, yaitu menginap di Mina selama malam hari. Ini merupakan bentuk pengabdian dan ketundukan total kepada Allah SWT. Para jemaah mengisi malam-malam itu dengan dzikir, salat malam, dan tilawah Al-Qur’an, menciptakan suasana spiritual yang khusyuk dan damai di tengah lautan manusia dari berbagai negara.
Hari-hari Tasyriq dalam konteks haji menjadi semacam latihan intensif rohani. Setelah puncak ibadah di Arafah dan hari kurban, jemaah tetap dituntut untuk konsisten dalam ibadah dan menjaga kedekatan dengan Allah.
Dengan demikian, hari Tasyriq tidak hanya menjadi bagian dari sejarah ibadah haji, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya istiqamah dalam beribadah, tidak cepat puas setelah mencapai puncak ibadah, dan terus memperbaiki diri dalam setiap langkah hidup.
Ruang Sujud
Mengapa Hari Tasyriq Disebut Hari Makan dan Minum? Ini Penjelasannya
Published
3 days agoon
30/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa hari Tasyriq adalah hari makan dan minum. Julukan ini muncul bukan tanpa dasar, melainkan berasal dari sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya hari-hari Tasyriq adalah hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim). Ucapan ini menjadi dasar bahwa pada hari-hari tersebut umat Islam dilarang berpuasa dan dianjurkan untuk menikmati rezeki yang Allah berikan.
Penekanan pada makan dan minum bukan berarti ajakan pada pesta pora atau konsumsi berlebihan. Sebaliknya, ini merupakan simbol perayaan spiritual setelah Iduladha, di mana umat Islam telah berkurban dan berbagi kepada sesama. Hari Tasyriq adalah kelanjutan dari momen kurban yang penuh berkah.
Tradisi makan bersama dan berbagi daging kurban di hari-hari Tasyriq bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga perayaan sosial umat Islam. Daging yang telah dikurbankan disebarkan kepada kerabat, tetangga, fakir miskin, dan dinikmati oleh semua kalangan. Momen ini mempererat tali persaudaraan dan memperkuat solidaritas sosial.
Makna “hari makan dan minum” juga menegaskan bahwa agama Islam memperhatikan hak jasmani manusia, bukan hanya aspek ruhani. Dengan mengatur hari-hari tertentu sebagai waktu untuk tidak berpuasa, Islam menunjukkan keseimbangan dalam mengatur kehidupan spiritual dan kebutuhan fisik.
Dengan demikian, menyebut hari Tasyriq sebagai hari makan dan minum bukanlah bentuk kemunduran religius, melainkan bagian dari ajaran Islam yang utuh—yang memberi ruang bagi kebahagiaan, rasa syukur, dan perayaan dalam bingkai ibadah.16
Ruang Sujud
Amalan yang Dianjurkan dan Dilarang di Hari Tasyriq
Published
3 days agoon
30/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Hari Tasyriq merupakan momen istimewa dalam kalender Islam yang memiliki aturan dan etika khusus dalam pelaksanaannya. Bagi umat Islam, mengetahui amalan yang dianjurkan dan larangan yang harus dihindari pada hari-hari ini sangat penting agar ibadah dan aktivitas tetap dalam koridor syariat.
Salah satu amalan yang paling utama di hari Tasyriq adalah memperbanyak dzikir. Allah SWT secara khusus menyebutkan dalam Al-Qur’an tentang pentingnya berdzikir di hari-hari tersebut. Dzikir yang dianjurkan meliputi takbir, tahmid, tahlil, dan tasbih. Dalam tradisi yang hidup di kalangan umat Islam, dzikir ini biasanya dilantunkan setiap selesai salat fardhu sejak subuh 9 Zulhijjah hingga ashar 13 Zulhijjah.
Selain dzikir, amalan penting lainnya adalah memperbanyak doa, memakan daging kurban, dan berbagi makanan kepada yang membutuhkan. Menikmati hidangan kurban merupakan bagian dari sunnah Rasulullah SAW yang dianjurkan, sebagai bentuk syukur atas rezeki yang diberikan Allah.
Di sisi lain, ada juga larangan yang harus diperhatikan. Berpuasa pada hari Tasyriq adalah haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis: “Hari-hari Tasyriq adalah hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah” (HR. Muslim). Puasa hanya dianjurkan hingga hari Arafah bagi yang tidak berhaji, dan setelah itu dilarang selama hari Tasyriq.
Bagi jemaah haji, amalan utama adalah melontar jumrah, yaitu melempar kerikil ke tiga tiang jumrah sebagai simbol penolakan terhadap godaan setan. Ini dilakukan selama hari-hari Tasyriq sebagai bentuk penegasan komitmen terhadap keimanan.
Menjalankan hari-hari Tasyriq dengan benar memberikan peluang untuk memperkuat spiritualitas, mempererat hubungan dengan sesama, dan melatih rasa syukur yang mendalam. Karenanya, kita dianjurkan untuk tidak menyia-nyiakan momen mulia ini.
Ruang Sujud
Hari Tasyriq: Makna dan Keutamaannya dalam Islam
Published
4 days agoon
30/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Hari Tasyriq adalah hari-hari istimewa yang berada dalam rentang tiga hari setelah Iduladha, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Zulhijjah. Dalam kalender Islam, hari-hari ini masuk dalam waktu yang disebut sebagai Ayyam al-Tasyriq, yang secara harfiah berarti “hari menjemur”, merujuk pada kebiasaan menjemur daging kurban di bawah sinar matahari agar dapat diawetkan lebih lama. Tradisi ini sudah dilakukan sejak masa Nabi Ibrahim dan dilanjutkan di zaman Rasulullah Muhammad SAW.
Hari Tasyriq termasuk dalam hari-hari tasyrik yang Allah muliakan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (QS. Al-Baqarah: 203). Mayoritas ulama menafsirkan ayat ini sebagai perintah untuk berdzikir di hari Tasyriq. Itu sebabnya hari ini disebut juga sebagai hari dzikir.
Keistimewaan hari Tasyriq juga ditegaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Hari-hari Tasyriq adalah hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah” (HR. Muslim). Artinya, hari-hari ini bukan untuk berpuasa, melainkan hari untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan, termasuk nikmat kehidupan, makanan, dan kebersamaan dengan keluarga serta kaum Muslimin lainnya.
Hari Tasyriq juga menjadi bagian dari rangkaian ibadah haji. Jemaah haji melaksanakan rangkaian ritual penting seperti melontar jumrah, bermalam di Mina (mabit), dan memperbanyak zikir. Ini menunjukkan bahwa hari Tasyriq bukan sekadar waktu istirahat setelah Iduladha, melainkan bagian dari kesempurnaan ibadah kepada Allah SWT.
Dengan memahami makna dan keutamaannya, kita sebagai umat Islam yang tidak berhaji pun dapat mengambil pelajaran dari hari Tasyriq: mengisi hari-hari ini dengan rasa syukur, memperbanyak ibadah, mempererat silaturahmi, dan tidak lupa berbagi kepada sesama.
Ruang Sujud
Kisah dan Sejarah Padang Arafah dalam Ibadah Haji
Published
4 days agoon
29/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Padang Arafah adalah tempat suci yang memiliki nilai historis dan spiritual luar biasa dalam Islam. Berlokasi sekitar 20 km dari Mekah, Arafah menjadi lokasi pelaksanaan wukuf, yaitu berdiri dan berdiam diri untuk berzikir, berdoa, dan memohon ampunan kepada Allah. Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang tidak bisa digantikan; tanpa wukuf, ibadah haji tidak sah.
Menurut sejarah, di sinilah Nabi Adam dan Hawa bertemu kembali setelah diturunkan ke bumi dari surga. Karena saling mengenali, tempat itu disebut “Arafah”, dari kata “’arafa” yang berarti mengetahui atau mengenal. Peristiwa itu mengandung makna yang dalam: Arafah adalah tempat pertemuan manusia dengan pengampunan dan cinta Tuhan.
Arafah juga menjadi lokasi khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW dalam Haji Wada’, khutbah yang berisi prinsip-prinsip universal Islam: larangan penindasan, hak-hak perempuan, pentingnya menjaga amanah, dan kesetaraan manusia. Isi khutbah ini menjadi fondasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial dan moral umat Muslim hingga hari ini.
Pada tanggal 9 Dzulhijjah, jutaan jemaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul di padang yang sama. Mereka meninggalkan atribut duniawi, mengenakan pakaian putih polos, dan bersatu dalam satu misi: memperbarui janji kepada Allah dan memohon ampunan-Nya. Pemandangan ini menjadi salah satu simbol paling kuat dari persatuan dan kesetaraan dalam Islam.
Arafah bukan hanya tempat sejarah. Ia adalah tempat berkumpulnya harapan, tobat, dan doa. Ia mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk kembali kepada Tuhan, tanpa perantara, tanpa batasan. Sebuah tempat yang mengingatkan kita bahwa pada akhirnya, semua manusia akan kembali kepada Allah, dengan amal dan doa sebagai bekal utama.
Ruang Sujud
Keutamaan Puasa Arafah bagi Umat Muslim di Seluruh Dunia
Published
4 days agoon
29/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Puasa Arafah merupakan salah satu puasa sunnah yang memiliki keutamaan luar biasa. Rasulullah SAW bersabda, “Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim). Bayangkan, dengan hanya berpuasa satu hari, Allah memberikan ganjaran ampunan selama dua tahun penuh.
Puasa ini sangat dianjurkan bagi mereka yang tidak sedang berhaji. Bagi jemaah haji, disunnahkan untuk tidak berpuasa agar mereka memiliki tenaga yang cukup untuk menjalani wukuf di Padang Arafah. Namun bagi umat Islam di luar tanah suci, ini adalah kesempatan yang sangat berharga untuk meraih pahala besar dengan ibadah yang ringan.
Selain mendapatkan pengampunan dosa, puasa Arafah juga memberikan dampak spiritual yang mendalam. Menahan lapar dan haus di hari yang begitu agung membantu mengasah kesabaran, memperkuat ketakwaan, serta membentuk kepekaan terhadap penderitaan orang lain. Di saat yang sama, hati dan jiwa kita dilatih untuk fokus kepada Allah, berserah diri, dan memperbanyak istighfar.
Puasa ini juga menjadi bukti kecintaan kita kepada ajaran Rasulullah SAW. Meski tidak diwajibkan, umat Islam tetap berlomba-lomba melaksanakannya karena memahami nilai dan keberkahannya. Di seluruh dunia, umat Islam mempersiapkan diri dengan baik untuk menyambut Hari Arafah, bahkan dengan berbuka puasa bersama keluarga dan komunitas.
Keutamaan Puasa Arafah adalah tanda bahwa Islam mengajarkan kemudahan dan peluang bagi umatnya untuk mendapatkan ampunan. Ia adalah hadiah dari Allah yang sayang kepada hamba-Nya, dan sudah sepatutnya kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Monitor Saham BUMN

Jelang Debut Timnas Indonesia, Emil Audero Komentar Begini

Erick Thohir Minta Timnas Indonesia Tampil Maksimal Kontra China

Kolaborasi Program Kurban, Lazismu Terima Sapi Limosin Dari Shopee Barokah

Pasukan Israel Tabrak Bus Jemaah Haji Palestina di Tepi Barat

Lulus dari Kampus Top Dunia, Ini Deretan Artis Indonesia yang Kuliah di AS

Resmi Nikahi Anak Titi DJ Stephanie Poetri, Intip Profil Asher Novkov Bloom

Timnas China Bakal Tiba di Jakarta Malam Ini

Kenapa Visa Haji Furoda Tak Terbit Tahun Ini? Ternyata Ini Penyebabnya

Greta Thunberg Bakal Ikut Serta dalam Ekspedisi Pelayaran ke Gaza

Volume Penumpang Kereta Api Meningkat Tajam di Akhir Libur Panjang

Hari Tarwiyah dalam Perspektif Ulama: Hikmah, Makna, dan Refleksi Diri

Turki Luncurkan Kampanye Nasional Lawan Obesitas

Usai Kalahkan Petarung Israel, MMA Asal Irlandia Teriakkan: Free Palestine

Seabad Hubungan Diplomatik: Indonesia-Prancis Perkuat Kerja Sama Strategis

Sejarah Hari Tarwiyah: Ketika Nabi Ibrahim Mendapat Petunjuk Ilahi

Turki Peringati 572 Tahun Pembebasan Konstantinopel

Luis Enrique: Ousmane Dembele Layak Raih Ballon d’Or 2025

Keutamaan dan Amalan Sunnah di Hari Tarwiyah yang Sering Terlupakan

Juara Liga Champions Usai Bantai Inter Milan, PSG Pecahkan Rekor
