Monitorday.com – Kementerian Kesehatan menerapkan inovasi teknologi wolbachia sebagai salah satu upaya untuk mengurangi penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia.
Teknologi wolbachia yang digunakan bukan merupakan produk rekayasa genetika, melainkan telah diteliti sejak 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) dan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Wolbachia sendiri merupakan bakteri yang hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk, dan tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga inangnya. Bakteri ini ditemukan secara alami di nyamuk Aedes albopictus.
Prof. dr. Adi Utarini MSc, MPH, PhD dari Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa baik bakteri wolbachia maupun nyamuk inangnya bukan merupakan hasil modifikasi genetik laboratorium.
Mereka identik secara materi genetik dengan organisme yang ditemukan di alam. Wolbachia adalah simbion (tidak berdampak negatif) bagi inangnya, dan analisis risiko oleh 20 ilmuwan independen di Indonesia menyimpulkan bahwa risiko dampak buruk terhadap manusia atau lingkungan dapat diabaikan.
Di Indonesia, teknologi wolbachia diimplementasikan dengan metode “penggantian”, yaitu melepaskan nyamuk betina dan jantan yang mengandung wolbachia ke dalam populasi nyamuk alami. Tujuannya agar ketika nyamuk betina ini kawin dengan nyamuk setempat, keturunan nyamuk tersebut akan memiliki wolbachia.
Akibatnya, nyamuk yang mengandung wolbachia tidak dapat menularkan virus dengue ketika menghisap darah orang yang terinfeksi virus tersebut. Wolbachia diturunkan dari satu generasi nyamuk ke generasi berikutnya, menjadikan perlindungan terhadap penularan dengue bersifat berkelanjutan.
Uji coba di Yogyakarta pada tahun 2022 telah terbukti efektif, dengan wilayah yang mendapatkan penyebaran wolbachia mampu menurunkan kasus demam berdarah hingga 77% dan mengurangi kebutuhan rawat inap pasien dengue di rumah sakit sebesar 86%.
Dr. Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), mengungkapkan bahwa meskipun angka kejadian DBD di Indonesia masih tinggi dan angka kematian terutama pada anak-anak masih signifikan, penerapan teknologi wolbachia ini dapat menyelamatkan anak-anak di masa depan.
Penggunaan teknologi wolbachia telah berhasil menurunkan kasus DBD di 13 negara lain seperti Australia, Brazil, Colombia, dan beberapa negara lainnya. Di Singapura, teknologi wolbachia diterapkan dengan metode penurunan jumlah populasi nyamuk (suppression) dengan melepaskan nyamuk jantan saja, yang menghasilkan telur yang tidak dapat menetas. Meskipun demikian, metode ini memerlukan sumber daya yang besar dan dampaknya bersifat sementara.