Monitorday.com – Pasukan Interim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Lebanon atau UNIFIL menolak permintaan Israel untuk menarik pasukan penjaga perdamaian dari posisi mereka di wilayah Lebanon bagian selatan.
UNIFIL menegaskan pasukannya tidak akan berpindah posisi di area perbatasan Lebanon, meskipun lima personel mereka luka-luka dan beberapa fasilitasnya mengalami kerusakan imbas pertempuran antara militer Israel dan kelompok Hizbullah.
Juru bicara UNIFIL Andrea Tenenti, seperti dilansir AFP, Minggu (13/10/2024), mengungkapkan bahwa Israel telah meminta pasukan penjaga perdamaian PBB untuk mundur “dari posisi di sepanjang Garis Biru… atau hingga lima kilometer dari Garis Biru” — merujuk pada sebutan untuk garis demarkasi antara Lebanon dan Israel.
Itu mencakup 29 posisi pasukan UNIFIL di bagian selatan Lebanon. Tenenti menegaskan UNIFIl menolak untuk memenuhi permintaan Tel Aviv tersebut.
“Ada keputusan bulat untuk tetap tinggal karena penting bagi bendera PBB untuk tetap berkibar tinggi di kawasan ini, dan untuk dapat melapor kepada Dewan Keamanan PBB,” tegas Tenenti dalam pernyataannya kepada AFP.
UNIFIL merupakan misi penjaga perdamaian PBB yang beranggotakan sekitar 9.500 tentara dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Pasukan UNIFIL ditugaskan memantau penerapan gencatan senjata yang mengakhiri perang selama 33 hari antara Israel dan Hizbullah tahun 2006 lalu.
Peran pasukan UNIFIl diperkuat oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 pada tahun yang sama, yang menetapkan bahwa hanya pasukan militer Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian PBB yang boleh ditempatkan di wilayah Lebanon bagian selatan.
Dalam wawancara dengan AFP, Tenenti mengatakan bahwa bentrokan antara militer Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon bagian selatan telah menyebabkan “banyak kerusakan” pada posisi pasukan UNIFIL.
“Pekerjaan menjadi sangat sulit karena ada banyak kerusakan, bahkan di dalam pangkalan,” tutur Tenenti kepada AFP.
“Semalam, pada posisi pasukan penjaga perdamaian asal Ghana, di bagian luarnya, ledakan yang mengguncang sangat kuat hingga menghancurkan beberapa kontainer di dalam area itu dengan sangat parah,” ucapnya.
Tenenti juga mengakui dirinya khawatir jika eskalasi konflik Israel terhadap Hizbullah di selatan Lebanon akan menjadi tidak terkendali. “Hal ini berisiko untuk segera berubah menjadi konflik regional dengan dampak bencana bagi semua orang,” ucapnya, sembari menyerukan solusi diplomatik.
Dia menambahkan bahwa UNIFIL telah berbicara “secara rutin dengan kedua belah pihak dan mencoba meredakan ketegangan — namun juga memperingatkan bahwa menyerang pasukan penjaga perdamaian adalah pelanggaran berat terhadap hukum kemanusiaan internasional”.
Ditegaskan Tenenti bahwa “tidak ada solusi militer” terhadap konflik tersebut. “Situasi ini perlu didiskusikan pada level politik dan diplomatik. Bahaya sudah sangat dekat dengan konsekuensi bencana bagi kawasan ini,” ujarnya memperingatkan.