Monitorday.com – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengungkapkan bahwa Microsoft menjadi salah satu perusahaan yang tengah mempertimbangkan untuk membeli aplikasi berbagi video populer, TikTok.
Langkah ini bertujuan agar TikTok dapat menghindari larangan di AS yang diberlakukan atas alasan keamanan nasional.
Saat ditanya pada Senin (27/1) malam waktu setempat mengenai kemungkinan Microsoft dalam pembicaraan akuisisi TikTok, Trump menjawab, “Saya akan mengatakan ya.”
Trump menyebutkan bahwa terdapat minat besar terhadap TikTok dari berbagai perusahaan, tetapi ia enggan mengungkapkan daftar lengkap pihak-pihak yang tertarik membeli aplikasi milik ByteDance tersebut.
“Saya suka perang penawaran karena Anda mendapatkan kesepakatan terbaik,” ujar Trump kepada wartawan dalam perjalanan dari Miami ke Washington, DC, menggunakan Air Force One.
Hingga berita ini ditulis, Microsoft tidak memberikan komentar atas pernyataan Trump. Sementara itu, TikTok juga belum menanggapi pertanyaan terkait isu tersebut.
TikTok sempat menghentikan operasinya di AS pada 18 Januari 2025 sebagai upaya mematuhi undang-undang yang mewajibkan ByteDance, perusahaan induk asal China, untuk menarik diri dari kepemilikan TikTok atau menghadapi larangan.
Namun, Trump menunda penerapan larangan tersebut selama 75 hari setelah ia kembali menjabat sebagai presiden, memberikan waktu tambahan bagi pemerintahannya untuk mencari solusi alternatif.
Sebelumnya, Trump telah berupaya melarang TikTok pada masa jabatan pertamanya dengan alasan masalah keamanan nasional. Namun, ia mengubah pendekatan selama kampanye pemilihan presiden 2024 dengan berjanji untuk “menyelamatkan” TikTok.
Langkah hukum terhadap TikTok juga mendapat dukungan dari mantan Presiden Joe Biden, yang menandatangani undang-undang yang memfasilitasi pelarangan aplikasi tersebut.
Undang-undang itu didasarkan pada kekhawatiran bipartisan bahwa TikTok dapat digunakan untuk mencuri data pribadi warga AS dan memanipulasi opini publik.
Awal bulan ini, Mahkamah Agung AS dengan suara bulat memutuskan untuk menegakkan larangan tersebut, menolak klaim bahwa kebijakan itu melanggar perlindungan kebebasan berbicara yang dijamin oleh Konstitusi AS.