Connect with us

Review

Tukang Kayu

Ma'ruf Mutaqien

Published

on

Narasi ‘tukang kayu’ mendadak kembali menjadi topik hangat di linimasa. Hal itu sampai dikeluhkan Presiden Jokowi saat berpidato di Munas Golkar, Rabu [21/8] kemarin.

Presiden Jokowi menyentil, “Kenapa soal keputusan MK soal Pilkada yang disebut-sebut justru si tukang kayu?” Kalimat ini seolah menegaskan, di era digital, persoalan serius seperti politik kadang bisa kalah pamor dengan humor dan simbolisme sederhana. 

Jadi wajar, Jokowi yang dulu dikenal sebagai pengusaha mebel alias “tukang kayu,” mendadak kembali menjadi topik hangat di linimasa. Publik lebih tertarik membahas “si tukang kayu” ketimbang menyelami dinamika yuridis antara Mahkamah Konstitusi (MK) dan DPR.

Padahal kan bisa saja, jika drama keputusan MK dan Baleg soal Pilkada sebetulnya merupakan ulah orang-orang di sekelilingnya yang mencari muka sekaligus meraih keuntungan politik. Meski presiden sendiri bisa saja melakukannya.

Atau orang-orang yang kepentingannya di Pilkada terhalang aturan, lalu menggugatnya di MK. Tujuannya bisa dobel, memuluskan cakada kelompoknya sekaligus mengesankan cawe-cawe buat anak ‘Si Tukang Kayu’.

Lagipula, narasi ‘Tukang Kayu’ sendiri sebetulnya tidak sepenuhnya negatif. Seorang tukang kayu adalah sosok yang teliti memotong, mengukir, dan menyusun kayu untuk menciptakan furnitur yang kuat dan indah, begitu juga peran pemimpin dalam politik. 

Jokowi, dengan latar belakangnya, sering kali dipandang sebagai sosok yang membangun dari bawah, merangkai negeri ini dengan cermat. Namun, dalam beberapa kasus, seperti perubahan aturan Pilkada, masyarakat merasa ada “potongan kayu” yang tidak pas. Mungkin ada yang terpotong terlalu pendek atau terpasang di tempat yang salah, menyebabkan konstruksi politik yang dibangun terasa goyah.

Namun, di tengah semua kritik, tidak bisa dipungkiri bahwa netizen juga memiliki rasa humor yang tinggi. Alih-alih memprotes langsung soal keputusan Pilkada, banyak yang memilih untuk menggunakan istilah “si tukang kayu” sebagai bentuk kritik halus. 

Di sini, Jokowi digambarkan seolah-olah sedang merancang sesuatu di balik layar, membuat keputusan penting yang berdampak pada banyak orang. Tetapi, seperti seorang tukang kayu yang tidak selalu menunjukkan proses kerjanya, hasil akhirnya lah yang kemudian dilihat dan dinilai oleh publik.

Seorang tukang kayu yang baik tahu bahwa kesalahan kecil bisa berdampak besar pada hasil akhir. Demikian pula dengan keputusan politik yang dibuat. Kritik yang muncul di media sosial sering kali mencerminkan kekhawatiran bahwa ada “paku” yang mungkin tidak terpasang dengan benar, atau “papan” yang dipotong terlalu pendek. 

Kekeliruan kecil dalam perubahan aturan Pilkada bisa berujung pada ketidakstabilan politik yang lebih besar, dan inilah yang sebenarnya menjadi perhatian publik. Namun, humor yang menyelimuti perdebatan ini juga menunjukkan bahwa masyarakat tidak kehilangan harapan. Ada harapan bahwa “si tukang kayu” ini akan menemukan cara untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, meskipun mungkin ada kesalahan di sana-sini. Sama seperti furnitur yang butuh beberapa kali diperbaiki sebelum sempurna, demikian juga dengan sistem politik yang perlu penyesuaian.

Fenomena “si tukang kayu” ini mengajarkan kita bahwa politik, khususnya di era media sosial, tidak hanya soal keputusan hukum dan regulasi. Ini juga soal simbolisme dan bagaimana publik memaknai figur pemimpinnya. 

Di satu sisi, ini adalah cerminan dari betapa terhubungnya Jokowi dengan rakyatnya. Namun, di sisi lain, ini juga menjadi pengingat bahwa dalam politik, setiap “paku” dan “potongan kayu” harus dipasang dengan hati-hati, karena kesalahan kecil bisa berujung pada ketidakpuasan besar.

Inilah gambaran bagaimana humor dan kritik bisa bersanding, menciptakan dinamika yang unik di tengah debat politik. Dan meski “si tukang kayu” ini terus menjadi perbincangan, harapannya, fondasi yang dibangun tetap kokoh dan bermanfaat bagi semua.

Tukang kayu selalu punya cara menyelesaikan masalah. Gergaji dulu yang besar-besar, lem yang retak-retak, lalu kalau masih ada masalah cukup disandarkan ke ‘tembok’ yang kuat alias ‘sekutu politik.’

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Monitor Saham BUMN



Sportechment1 min ago

Jangan Biarkan CVT Motor Matic Anda Rusak! Ini 5 Kebiasaan yang Harus Dihindari

Talk7 mins ago

Political Fatigue dan Perkembangan Politik di Indonesia: Fenomena yang Meningkat di Era Demokrasi Digital

Sportechment17 mins ago

Erick Thohir Kecam Keras Terkait Aksi Pemukulan Wasit di PON

Sportechment46 mins ago

Moncer di 5 Liga Top Eropa, Lamine Yamal Tempel Erling Haaland

News1 hour ago

Suvei Indikator Politik Indonesia: Popularitas Dedi Mulyadi Unggul Jauh di Pilkada Jabar

Logistik1 hour ago

Gandeng IMI, KAI Logistik Tebar Tarif Khusus Pengiriman Sepeda Motor

Sportechment14 hours ago

BoA Siap Guncang Jakarta, Berapa Harga Tiketnya?

News14 hours ago

Sukses Transformasi, PLN Jadi Benchmark Perusahaan Internasional

Sportechment15 hours ago

Timnas Indonesia Carter Pesawat Khusus ke China, Erick Thohir Ungkap Tujuannya

News1 day ago

2 BUMN Tembus TIME World’s Best Companies 2024, Erick Thohir: Prestasi Luar Biasa!

Logistik1 day ago

Kenalkan Digitalisasi Pelabuhan Melalui Pelindo Mengajar

Logistik1 day ago

Jelang Ajang MotoGP 2024, ASDP Siapkan hingga 24 Kapal

Logistik1 day ago

Pelindo Targetkan Pelabuhan Kawasan Industri Batang Beroperasi Awal 2025

Logistik1 day ago

BUMD Terima 20% Keuntungan Kerjasama dengan Pelindo

Logistik1 day ago

Peringati Hari Batik Nasional, PT KAI Daop 1 Jakarta Gelar Lomba Foto, Ini Syarat dan Ketentuannya

Migas1 day ago

Pertamina UMK Academy Raih Marketeers Editor’s Choice

News1 day ago

Dukung UMKM Go Global, PLN Beri Pelatihan Ekspor

Sportechment1 day ago

Erling Haaland Pecahkan Rekor, Manchester City Sikat Brentford

Sportechment1 day ago

Jopie Item Rilis Lagu Duets di Ulang Tahun ke-74

Sportechment2 days ago

Heboh Isu Paspor Ganda Pemain Naturalisasi Skuad Garuda, Erick Thohir Bilang Begini