Monitorday.com – Istana Merdeka menjadi panggung diplomasi yang menggetarkan, ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Ibu Negara Brigitte Macron disambut dengan upacara kenegaraan penuh khidmat oleh Presiden RI Prabowo Subianto, Rabu siang (28/5). Namun sorotan tajam justru tertuju pada malam harinya—ketika Prabowo, dengan gestur penuh kehangatan dan simbolis, mengangkat gelas untuk bersulang.
“Atas nama Bangsa Indonesia… minum untuk kesehatan Yang Mulia Presiden Prancis dan Ibu, serta kesejahteraan kedua bangsa,” ucap Prabowo. Lalu, disambung dengan seruan lantang: “Vive la France! Vive la Indonesia!”.
Momentum ini lebih dari seremoni—ia mencerminkan keberanian Indonesia menyatakan diri sebagai mitra setara, membangun aliansi berdasarkan saling hormat dan semangat strategis jangka panjang.
Macron tak tinggal diam. Dalam sambutan berbalut puisi dan sejarah, ia mengutip nama-nama legendaris Prancis seperti Rimbaud, Debussy, hingga Cartier-Bresson. “12.000 kilometer memisahkan kita, tapi kita terhubung oleh angin sejarah dan napas takdir bersama,” kata Macron, menandaskan hubungan ini bukanlah konstruksi diplomasi dadakan.
Macron menjadi kepala negara Uni Eropa pertama yang berkunjung ke Indonesia sejak Prabowo resmi menjabat Oktober 2024. Dalam tur Asia Tenggaranya, Macron mengunjungi Vietnam, Indonesia, dan akan melanjutkan ke Singapura.
Kunjungan yang Tak Sekadar Simbolik
Hari kedua, Macron menyambangi Akademi Militer (Akmil) Magelang—markas pendidikan militer elite RI. Bersama Prabowo, ia meninjau kelas bahasa Prancis dan berdialog langsung dengan taruna. Dari balik sapaan “Bonjour”, terlihat benih-benih kerja sama pertahanan dan pendidikan yang mulai tumbuh.
Usai sesi kelas, Prabowo sendiri yang mengemudikan kendaraan taktis “Maung” membawa Macron keliling kampus Akmil. Di pinggir jalan, ribuan pelajar mengibarkan bendera Indonesia dan Prancis—pemandangan yang menggugah, mengingatkan kita bahwa diplomasi bukan monopoli elit, tapi juga dirayakan rakyat.
Puncak simbolisme hadir ketika Macron secara langsung menganugerahkan Grand Cross of the Legion of Honour, penghargaan tertinggi Prancis, kepada Presiden Prabowo. Ini bukan basa-basi diplomatik, tapi pengakuan terhadap posisi strategis Indonesia dalam peta global Prancis.
Borobudur dan Filosofi Persatuan
Kamis siang (29/5), kedua pemimpin menapak ke Candi Borobudur—ikon spiritualitas dan warisan dunia UNESCO. Di sini, Prabowo berbicara tentang Pancasila, toleransi, dan pentingnya perjumpaan lintas keyakinan. Macron, tak kalah puitis, menyampaikan pepatah Indonesia: “Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukit”—menegaskan visi hubungan jangka panjang yang bertumbuh dari akar rakyat.
Joint Vision 2050: Dari Romantis ke Strategis
Kekuatan nyata kunjungan ini bukan hanya di simbol, tetapi strategi. Dalam pertemuan bilateral, Prabowo dan Macron menandatangani Joint Vision 2050—peta jalan kemitraan strategis yang mencakup 21 sektor, mulai dari pertahanan, energi, budaya, hingga ketahanan pangan. Nilai komitmen investasi mencapai USD11 miliar atau Rp179 triliun, mencakup kerja sama pemerintah, bisnis, dan masyarakat.
“Prancis adalah mitra utama Indonesia dalam modernisasi alutsista, dan sahabat dalam membangun masa depan berkelanjutan,” tegas Prabowo.
Macron menambahkan: “Ini adalah kemitraan melalui budaya, sains, dan inovasi—yang akan terus berkembang seiring waktu.”