Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kurangnya kesadaran mengenai demam berdarah dengue (DBD), yang seringkali dianggap sebagai demam biasa. Hal ini menyebabkan pasien terlambat dibawa ke rumah sakit, menjadi salah satu faktor kematian akibat DBD.
Dalam acara “Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga terhadap Ancaman Dengue/DBD” di Jakarta, Prof. Dante menyampaikan bahwa demam yang sebenarnya pertanda DBD sering dianggap sebagai demam biasa. Angka kematian akibat DBD mencapai 1-50 hingga 50-122, dan keterlambatan penanganan menjadi masalah serius.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa kasus DBD di Indonesia mencapai 98.071 pada tahun 2023, dengan 764 angka kematian, menurun dari 143.176 kasus dengan 1.236 kematian pada tahun 2022. Prof. Dante berharap untuk mendapatkan upaya lebih maju dan lebih dini dalam mengatasi DBD di masa yang akan datang.
Prof. Dr. dr. Erni Juwita Nelwan dari Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia juga mengingatkan bahwa demam pada DBD bisa membaik setelah beberapa hari, sehingga seringkali dianggap sembuh oleh pasien. Gejala seperti demam mendadak, sakit kepala luar biasa, dan pembesaran hati perlu dicurigai sebagai tanda DBD.
Erni menekankan bahwa anak-anak rentan terkena DBD, dengan angka kematian lebih tinggi pada kelompok usia 5-16 tahun. Pada orang dewasa, kasus DBD bisa menjadi lebih berat jika ada penyakit penyerta seperti hipertensi dan diabetes. Kesadaran dan pencegahan menjadi kunci dalam mengatasi ancaman DBD di masyarakat.