Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Letjen TNI (Purn.) M. Herindra menyebut pembelian 42 pesawat tempur Rafale buatan Dassault Aviation Prancis menjadi sejarah baru bagi pengadaan alutsista di Indonesia.
Dia menilai sejak Republik Indonesia terbentuk, kebijakan membeli pesawat tempur sebanyak 42 unit itu baru pertama kali diwujudkan saat Prabowo Subianto menjadi menteri pertahanan.
“Pak Menhan itu sudah beli 42 pesawat tempur baru Rafale. Belum pernah ada sejarah selama republik ini berdiri, pengadaan alat perang baru (sebanyak) 42 unit. Ini di Pak Menhan (Prabowo Subianto),” kata Herindra saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk pertahanan di Media Center Indonesia Maju, Jakarta, Jumat.
Dalam diskusi itu, yang mengangkat tema “Membangun Kekuatan Pertahanan di Kawasan Regional” itu, Herindra menjelaskan pembuatan 42 pesawat tempur baru itu membutuhkan waktu yang tidak instan.
Bahkan, 42 unit pesawat tempur Rafale kemungkinan baru operasional lengkap 7 tahun mendatang.
Oleh karena itu, demi mengisi kekosongan (gap) yang ada, Kementerian Pertahanan RI berencana membeli pesawat tempur yang dapat dikirim dalam waktu cepat.
Opsinya, Herindra menyebut, jatuh pada pembelian pesawat tempur yang pernah digunakan oleh negara lain, misalnya Mirage 2000-5 bekas Angkatan Udara Qatar.
“Dalam menunggu yang baru, kekosongan yang lowong ini diisi. Ini bukan masalah bekas dan baru, tetapi apakah alat perang pesawat masih layak pakai atau tidak,” kata Wamenhan RI.
Dia membuat analogi kesiapan tempur TNI Angkatan Udara dengan atap rumah yang bolong. Jika ada atap yang bolong, tentu harus segera ditutup, kata Herindra menganalogikan itu dengan pembelian jet tempur bekas.
“Pak Menhan concern membeli alat perang baru, tetapi saat ini kita melihat ada kekosongan dan ada beberapa yang harus diadakan secara cepat sehingga kalau mau beli baru tidak secepat dan semudah itu, tidak mudah pengadaan alat perang, punya uang pun belum tentu bisa beli,” kata Herindra.
Dia menegaskan Menhan Prabowo Subianto tentu sangat peduli menjaga performa TNI agar semakin optimal dan profesional. Prabowo, menurut Herindra, selalu menyerap aspirasi dari TNI terkait pengadaan alutsista.
“Kami akan memberikan yang terbaik. Pengadaan alat perang mengandung mekanisme bottom-up. Intinya kami tanya angkatan dulu, perlunya apa, lalu mereka ajukan ke kami, dan kami melihat ada berapa anggaran yang tersedia,” kata Herindra.