Tidak bisa dipungkiri, shalat malam (tahajjud) memiliki nilai yang sangat penting bagi setiap orang mukmin. Selain menjadi cahaya di hari kiamat, shalat malam juga dijanjikan akan mendampingi seseorang dari segala arah.
Sebagaimana disampaikan oleh para Ulama Thariqah, “Barangsiapa yang konsisten melaksanakan shalat malam di hadapan Allah Ta’ala saat gelap gulita, niscaya Allah akan memberikan keteguhan pada langkahnya di atas jembatan (shirathal mustaqiim) pada hari kiamat saat semua orang berguncang.”
Hal ini sejalan dengan kisah Imam Baihaqi dan Imam Masaiy yang meriwayatkan bahwa, “Saat manusia dikumpulkan di padang luas pada hari kiamat, akan ada seruan, ‘Di mana orang-orang yang terjaga di malam hari?’ Hanya segelintir yang bangkit, dan merekalah yang masuk surga tanpa hisab. Setelah itu, semua orang akan dihadapkan untuk dihisab.”
Saudaraku terkasih,
Tafsir atas keutamaan ini dapat dilihat dari analogi tentang seorang individu yang dengan antusias hadir di hadapan seorang Sultan. Bagaimana mereka tidak akan menerima upah yang pantas? Semua ini adalah pesan yang harus dipahami dan diperingatkan bagi mereka yang mempunyai kecerdasan.
Tidaklah berlebihan mengutip perkataan ibu Nabi Sulaiman AS yang menyampaikan, “Wahai anakku, jangan pernah engkau tinggalkan shalat malam, karena melakukannya dapat mengakibatkan seseorang menjadi fakir di hari kiamat.”
Oleh karena itu, bagi mereka yang merasakan kesulitan untuk bangun shalat malam dan mengalami kelesuan berulang, penting bagi mereka untuk mengintrospeksi diri. Apakah kemalasan ini disebabkan oleh adanya penyakit hati seperti riya, takabur, ujub, dengki, iri hati, penipuan, kesukaan akan pujian, cinta dunia, dan sebagainya?
Terkadang, langkah pertama yang diperlukan adalah bertaubat dari perbuatan-perbuatan tersebut. Dengan demikian, halangan-halangan yang dapat menghambat pelaksanaan amal yang dapat menghapus dosa dapat dihindari dengan baik. []