Dalam ayat Al-Qur’an surat Ad-Dahr ayat 8, Allah menyebutkan perintah untuk memberikan makanan kepada orang miskin, anak yatim, dan orang tawanan. Ayat ini menjadi landasan bagi Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam menjalani hidup, termasuk dalam peristiwa hijrah mereka dari Mekkah ke Madinah.
Kisah hijrah Rasulullah dimulai ketika beliau bersama sahabat-sahabatnya, seperti Abu Bakar dan Shuhaib bin Sinan, memutuskan untuk meninggalkan Mekkah. Namun, rencana hijrah ini menimbulkan ancaman dari orang-orang musyrik Mekkah yang berusaha menghalangi mereka. Para musyrik tersebut merancang berbagai jebakan untuk membinasakan Rasulullah dan para pengikutnya.
Dalam perjalanan menuju Madinah, Rasulullah dan Abu Bakar berhasil menghindari berbagai rintangan dengan kehati-hatian mereka. Namun, Shuhaib terjebak dalam salah satu perangkap musuh. Dengan kecerdikan dan ketangkasannya, Shuhaib berhasil melepaskan diri dan melarikan diri ke gurun menuju Madinah. Musuh-musuhnya mengejarnya dengan tekad untuk menangkapnya.
Dalam situasi yang sulit, Shuhaib menunjukkan keberanian dan kecerdikannya. Dia menantang musuh-musuhnya dengan keahliannya dalam memanah dan bersumpah akan menggunakan senjatanya habis-habisan. Namun, menyadari ketidakseimbangan kekuatan, Shuhaib mencari jalan keluar dengan menawarkan harta bendanya sebagai ganti kebebasannya.
Musuh-musuhnya yang tergoda oleh tawaran Shuhaib akhirnya setuju untuk membiarkannya pergi setelah ia menunjukkan tempat penyimpanan harta bendanya. Dengan kecerdikan ini, Shuhaib berhasil menyusul Rasulullah dan Abu Bakar di Quba.
Ketika Rasulullah menyambutnya di Quba, ayat Al-Baqarah ayat 207 turun sebagai kabar gembira atas pengorbanan Shuhaib dalam berhijrah. Rasulullah mengakui peran penting Shuhaib dan keimanan serta ketakwaannya. Shuhaib juga dikenal sebagai sahabat yang dermawan dan pemurah, dengan seluruh tunjangan dari baitul maal disalurkan kepada orang-orang miskin.
Shuhaib memiliki sejarah hidup yang penuh perjuangan. Dari masa kecilnya sebagai budak belian hingga memperoleh kebebasannya karena kecerdasan dan kejujurannya. Hidayah dan kekuatan batinnya mendorongnya untuk berhijrah dan menjadi sahabat Rasulullah.
Ketulusan Shuhaib dalam mematuhi ajaran Islam terlihat dalam ketaatannya pada Rasulullah. Kesetiaannya diuji dalam setiap pertempuran dan bai’at yang dijalani bersama Rasulullah. Bahkan, pada saat Khalifah Umar bin Khattab sakit parah, Shuhaib dipercayakan untuk memimpin shalat berjamaah hingga penunjukan khalifah baru.
Dengan cerita hijrah Shuhaib, kita belajar tentang keberanian, kecerdikan, dan ketulusan dalam menghadapi ujian hidup. Kisah ini menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk tetap istiqamah dalam menjalankan ajaran agama dan menghadapi cobaan dengan keimanan yang kuat.