Ruang Sujud
Modal Kehidupan Itu Bernama Waktu
Published
1 year agoon
By
Robby KarmanLAYAKNYA seorang pedagang yang membutuhkan modal untuk melakukan usahanya. Begitu juga kehidupan manusia. Ia memiliki modal dalam hidupnya. Kalau pedagang membutuhkan uang sebagai modalnya dalam melakukan jual-beli. Sedangkan modal yang dimiliki manusia adalah berupa waktu.
Pedagang yang melakukan transaksi dalam jual-belinya sangat menghindari yang namanya rugi. Sebab jika ia rugi dalam hal tersebut. Maka ia akan bersedih karena telah kehilangan sesuatu paling berharga. Begitupun kita. Kita pun bisa mengalami kerugian seperti yang dirasakan seorang pedagang.
Rugi yang dirasakan adalah jika kita menyia-nyiakan waktu. Sebab waktu adalah modal paling berharga bagi mnusia dalam hidupnya. Jika kita mampu menggunakan dengan sebaiknya. Maka kita termasuk kategori orang yang beruntung. Sebaliknya jika kita tidak mampu memanfaatkannya dengan baik. Maka merugilah kita di dunia-akhirat. Sebab esensinya waktu terus berkurang. Sehingga waktu yang berlalu takkan bisa terulang.
Kerugian manusia lebih besar lagi saat ia menjual akhiratnya demi memperoleh dunia. Menjual hal-hal yang abadi demi dunia yang fana, menjual kemuliaan untuk mendapatkan kehinaan. Dalam hal ini, Abu Hayan berkata, “Siapa saja yang menjual akhiratnya demi memperoleh dunia, ia berada dalam puncak kerugian. Ini berbeda dengan seorang mukmin karena ia justru membeli akhirat dengan menjual dunianya hingga ia memperoleh keuntungan dan kebahagiaan.” (Abu Hayan, Bahr al-Muhith, VIII/509)
Waktu adalah modal hidup yang paling berharga. Pada hakikatnya umurnya merupakan pinjaman dari Allah SWT. Setiap manusia pasti akan mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan Allah kelak atas apa yang telah mereka perbuat di dunia. “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya” (QS. Al-Mudatstsir: 38)
Setiap jam yang kita habiskan, setiap menit yang kita lalui, bahkan setiap detik yang kita lewati, pasti akan Allah tanyai untuka apa waktu-waktu tersebut kita gunakan. Apakah lebih banyak untuk hal yang bermanfaat ataukah untuk hal yang sia-sia belaka. Apakah lebih banyak untuk taat ataukah untuk maksiat? Apakah lebih banyak untuk urusan akhirat ataukah untuk urusan dunia? Apakah untuk urusan dakwah ataukah untuk urusan maksiat? Kita lah yang mengetahui jawabannya. Alhasil manfaatkanlah waktu kita dengan sebaik-baiknya agar kelak ketika kita berjumpa dengan Allah, kita mampu mempertanggungjawabkan esensi waktu yang telah Allah anugerahi untuk kita.
Ubahlah kebiasan buruk kita dengan kebiasan yang lebih baik. Contohnya, jika saat ini kita sering menggunakan waktu kita dengan banyak tidur, atau ngobrol ngalor ngidul, sering nonton bola atau hiburan televisi yang tidak ada faedahnya, banyak bengong, dll. Maka ubahlah dengan sesuatu yang lebih bermanfaat lagi. Seperti, mengurangi jam tidur dengan bangun malam untuk melaksanakan tahajjud, mengisi waktu-waktu luang kita dengan memperbanyak membaca Alqur’an, berzikir, membaca buku untuk meningkatkan pengetahuan, dsb. Pada saat demikian setiap jam, menit, detik, yang kita lalui pasti mendatangkan keuntungan.
Renungakanlah firman Allah berikut ini.
“Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.” (TQS. Al-Ashr: 1-3)
Manusia mengalami kerugian saat menghabiskan umurnya dalam hal-hal yang tidak bermanfaat. Manusia yang melewati waktu hingga umurnya berlalu, namun ia tidak memperoleh hal-hal apapun yang bermanfaat, maka merugilah dia.
Imam asy-Syafi’i pernah berkata, “Andai manusia merenungkan surat ini saja (al-Ashr), maka cukuplah bagi mereka.” (Asy-Syarqawi, hlm.4)
Oleh karena itu, manfaatkanlah waktu dengan sebaik-baiknya agar penyesalan tidak menghampiri kita dikemudian hari. Sebagaimana seorang pedagang yang merugi pasti bersedih, kita pun pantas bersedih andai modal waktu atau umur kita yang terus berkurang, lebih banyak dihabiskan untuk hal-hal yang sia-sia, apalagi yang mendatangkan dosa. Wallahu’alam.[]