Ruang Sujud
Kisah Umar Bin Khattab Kelola Tanah Khaibar
Published
11 months agoon
By
Robby KarmanKhaibar adalah sebuah oasis di daerah Hijaz, Arab Saudi, yang menjadi terkenal karena produktivitas pertaniannya. Setelah pertempuran dengan penduduk Yahudi di Khaibar, tanah ini jatuh ke tangan umat Islam. Namun, tanah ini tidak diberikan kepada individu-individu secara pribadi, melainkan dipegang sebagai milik bersama oleh umat Muslim.
Pada mulanya, Rasulullah SAW membagi-bagikan tanah Khaibar itu kepada tentara dan kaum muslimin pada umumnya; sedangkan Nabi hanya memperoleh 20% dari Tanah Khaibar itu sebagai tanah milik negara. Di antara para shahabat yang memperoleh bagian dari Tanah Khaibar itu adalah Ali bin Abi Thalib, Az-Zubair bin al-Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Umar bin al-Khaththab, Abdurrahman bin Auf, Ashim bin Adhi from Bany Al-Aljan, Usaid bin Al-Hushair, Al-Harits bin al-Khazraj, Na’im, Bani Bayadhah, Bani Ubaidah, Bani Hara dari Bani Salimah, Ubaid bin As-Shiham, Saidah, Gifar dan Aslam, An-Najjar, Haritsah dan Aus (Ibnu Hisyam, 2002).
Dengan membagikan tanah tersebut kepada kaum muslimin, maka setiap individu dalam Islam memiliki hak atas tanah, yakni dapat memiliki tanah melalui pemberian dari negara, membeli, atau diberikan oleh pihak lain kepadanya. Hal ini membatalkan tradisi pra-Islam, di mana yang memiliki hak atas tanah hanya para kepala suku yang memiliki kekuatan di atas rata-rata. Para individu anggota suku tertentu harus tunduk pada aturan yang ditetapkan oleh kepala suku.
Namun aturan ini diubah di masa Umar bin Khattab. Setelah berhasil menghadapi gejolak berupa protes dari para sahabat, Umar berhasil menjadikan tanah Khaibar sebagai tanah negara.
Umar bin Khattab dan Khaibar
Umar bin Khattab, setelah menjabat sebagai Khalifah kedua setelah wafatnya Abu Bakar, menghadapi tugas pengelolaan tanah ini. Umar, dikenal karena keadilan dan ketegasannya, menetapkan kebijakan yang memastikan tanah Khaibar dikelola secara efisien. Dia memutuskan untuk tidak membagi tanah tersebut kepada individu-individu dalam bentuk kepemilikan pribadi. Sebaliknya, ia menetapkan sistem bagi hasil di mana penduduk Khaibar dapat menggunakan dan mengelola tanah tersebut, dengan sebagian hasilnya disumbangkan ke kas umum.
Kebijakan Umar ini mencerminkan kepeduliannya terhadap keadilan sosial, pengelolaan sumber daya, dan pemberdayaan masyarakat. Ia memastikan bahwa tanah yang subur tersebut tidak dimiliki oleh segelintir orang, tetapi digunakan untuk kesejahteraan umum. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip-prinsip Islam yang menekankan keadilan sosial dan tanggung jawab kolektif terhadap harta benda.
Implikasi Kebijakan Umar
Keputusan Umar bin Khattab terhadap Tanah Khaibar memiliki implikasi yang luas dalam sejarah Islam. Pengelolaan tanah dengan sistem bagi hasil bukan hanya mencerminkan kepemimpinan yang bijaksana dari Khalifah kedua, tetapi juga menjadi contoh penting dalam menjaga keadilan sosial dalam komunitas Muslim.
Kebijakan Umar tidak hanya relevan pada masanya, tetapi juga menawarkan pembelajaran bagi masyarakat modern. Pengelolaan sumber daya secara bijaksana, distribusi yang adil, dan pemberdayaan komunitas merupakan aspek penting dalam menjaga kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan
Kisah Umar bin Khattab dalam mengelola Tanah Khaibar menawarkan gambaran yang kuat tentang prinsip-prinsip kepemimpinan, keadilan, dan pengelolaan harta dalam Islam. Pendekatannya yang bijaksana dan berlandaskan pada keadilan sosial tidak hanya mengilhami generasi pada zamannya, tetapi juga menawarkan inspirasi bagi kita untuk menjaga keadilan dan keberdayaan masyarakat dalam konteks dunia modern.
Umar bin Khattab, sebagai sosok yang dikenal karena keberaniannya, juga memberikan teladan tentang bagaimana tanggung jawab pemimpin harus diterjemahkan menjadi tindakan konkret dalam menjaga keadilan dan kesejahteraan bersama. Kisahnya bukan hanya tentang pengelolaan tanah, tetapi juga tentang nilai-nilai yang dapat kita petik untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.