Review
Gibran, Burger King, dan Prabowo
Published
10 months agoon
By
Muchlas RowiANAK MUDA selalu punya cara unik ketika mengekspresikan diri dan menunjukkan kesukaan. Dari tren teknologi hingga gaya hidup, dari inovasi hingga menciptakan budaya sendiri. Mereka selalu penuh warna dan kreatif.
Seperti ditunjukkan Gibran Rakabuming Raka saat menyampaikan kesukaannya terhadap cara pasangannya di Pilpres 2024 Prabowo Subianto melihat dunia Barat. Yang diungkapkannya dalam paparan Dialog Capres Bersama Kadin, Jum’at [12/1/2024].
Cara unik yang dimaksud adalah foto burger yang diunggahnya di media sosial X pribadinya, yang sudah tidak bercentang biru itu. Cuitannya sontak dibanjiri komentar netizen dengan baragam alasan dan respon.
Ya, hanya dengan gambar roti yang ditumpuk berlapis dengan daging, sayuran, kucuran saus lezat, dan dibubuhi caption ‘pengen makan burger’, Gibran sukses mendapat sorotan yang tinggi dari netizen. Lebih dari 2 juta orang kini telah tertarik melihat cuitan tersebut.
Bahkan seribu orang juga berkomentar terkait unggahannya tersebut. Ada yang cuma menebak merk, ikut merasa lapar, hingga menyangkutpautkan dengan pernyataan Prabowo Subianto soal bagaimana dia melihat Barat.
Baik Prabowo maupun Gibran mungkin belum pernah membaca gagasan Hasan Hanafi soal bagaimana kita membendung arus kolonialisasi pemikiran atau menahan laju pemikiran barat yang superior [Oksidentalisme]. Saya sendiri butuh satu smester buat memahami pemikiran Hasan Hanafi tersebut. Belum lagi, harus didahului membaca pemikiran Edward Said soal Orientalisme agar padu padan. Itu sangat ndzelimet.
Namun, Prabowo dan Gibran mengungkapkannya dengan cara yang sangat mudah dimengerti. Calon Presiden nomor urut 2 ini mengungkapkan dirinya tidak anti-barat. Namun dirinya menyayangkan seringkali negara barat tidak sayang dengan Indonesia.
Prabowo mencontohkan bagaimana kisah pertanian di Indonesia ditulis dan dijalankan, di era Soeharto. Satu saat, kata Prabowo, Bulog melakukan operasi pengendalian harga jika harga tidak baik lalu, konsumsi di kota-kota besar dijaga.
“Tapi waktu itu kita menyerah pada IMF, kita waktu itu percaya bahwa mereka cinta sama kita. Padahal tidak ada dalam hubungan antar negara tidak ada rasa cinta yang ada kepentingan mereka. Kalau kita ambruk gak ada urusan dengan mereka,” ungkapnya.
Prabowo lantas menegaskan, bila dirinya tidak anti barat. Prabowo mengaku mencintai pihak barat. Masalahnya, terkadang barat tidak mencintai kita. Dia pun mengilustrasikan kecintaan kepada barat seperti kita menyukai Burger King, makanan cepat saji yang dicintai sekaligus dibenci.
“Saudara-saudara saya bukan anti barat, saya cinta sama barat, masalahnya terkadang barat tidak cinta sama ita. Aku suka makan Burger King, aku suka, kadang mereka yang gak peduli sama kita,” ungkapnya.
Secara tidak langsung, Prabowo ingin menyampaikan bahwa Eropa dan Barat bukanlah sejarah yang berdiri sendiri, tapi hasil kesinambungan dengan Timur. Ada peran kita orang Timur yang memajukan Barat. Karena itu, Prabowo mengatakan kita harus kuat, mandiri tanpa sokongan orang lain.
Jika kembali ke persoalan pangan, maka menurut Prabowo food estate menjadi kunci ketahanan pangan ke depan. Menurut dia, food estate sudah diinisiasi sejak tahun 1970-an di zaman menteri Ibnu Sutowo. Artinya, gagasan ini sudah berumur 50 tahun.
“Ini satu-satunya jalan, karena orang-orang neolib tidak paham,” kata Prabowo. Menurutnya lagi, mereka memilih untuk impor pangan dari negara lain. Tentu saja ini tidak menguntungkan bagi para petani lokal kita di desa-desa.
Meski tentu saja, soal pertanian ini harus direvitalisasi. Tidak saja dari sisi teknologi tapi juga dari spiritnya. Betapa banyak petani yang harus memupus mimpinya soal kesejahteraan. Karena harus menghadapi kenyataan bahwa apa yang mereka tanam hanya cukup untuk bertahan hidup semata. Tidak bisa menyokong masa depan anak-anaknya.
Jika pertanian diletakan dalam konteks ketahanan pangan, maka ini harus diubah. Petani harus bisa meningkatkan levelnya tidak hanya sebagai petani subsisten, namun lebih dari itu mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
Itu berarti penguasaan atas lahan pertanian harus ditingkatkan, pupuk harus disiapkan dan dijamin keberadaannya. Petani-petani kecil harus berhimpun, menyatu menjadi kelompok petani yang kuat. Agar ketahanan pangan yang dimaksud betul-betul dapat dirasakan, bukan dimimpikan semata.