Monitorday.com – Ekonomi Indonesia terus menunjukkan ketahanan di tengah gejolak global yang masih tinggi. Hal ini terlihat dari inflasi yang rendah, surplus perdagangan yang berlanjut, cadangan devisa yang meningkat, dan nilai tukar rupiah yang menguat.
Demikian disampaikan oleh Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dalam sebuah pernyataan di Jakarta, Rabu (17/1). Josua mengatakan bahwa inflasi Desember 2023 tercatat sebesar 2,61 persen secara year on year (yoy), menurun dari 2,86 persen yoy pada bulan sebelumnya.
“Penurunan ini sejalan dengan normalisasi harga energi dan harga input produksi, yang mendukung terjaganya tingkat inflasi harga yang diatur pemerintah dan inflasi inti,” ujarnya.
Josua juga menuturkan bahwa dampak El Nino terhadap peningkatan inflasi harga bergejolak tetap terkendali secara efektif. Secara keseluruhan, tingkat inflasi berhasil dikelola dalam kisaran target 2-4 persen.
Di sisi sektor eksternal, Josua mengatakan bahwa surplus perdagangan Indonesia bertahan hingga akhir 2023. Indonesia mencapai surplus sebesar 3,3 miliar dolar AS pada Desember 2023, meningkat dari 2,4 miliar dolar AS di bulan sebelumnya.
“Berlanjutnya surplus perdagangan itu berhasil mendukung cadangan devisa yang mencapai 146,4 miliar dolar AS di akhir tahun 2023, meningkat dari 137,2 miliar dolar AS pada 2022,” ujarnya.
Dengan cadangan devisa yang kuat, nilai tukar rupiah berhasil menguat sebesar 1,11 persen dari akhir tahun 2022 menjadi Rp15.397 per dolar AS pada akhir tahun 2023. Pada pekan kedua Januari 2024, rupiah cenderung bergerak sideways di kisaran Rp15.400 per dolar AS sampai dengan Rp15.600 per dolar AS.
Josua juga menyoroti kondisi perekonomian global yang masih mengindikasikan ketidakpastian yang tinggi. Ia menuturkan data inflasi global terkini di negara-negara maju, terutama Amerika Serikat (AS), masih menunjukkan tekanan inflasi yang masih berlanjut sehingga menimbulkan ketidakpastian mengenai arah suku bunga kebijakan global ke depan.
Tingkat inflasi di AS pada Desember 2023 tercatat sebesar 3,4 persen secara year on year (yoy), meningkat dari 3,1 persen yoy di November 2023 dan di atas ekspektasi pasar yang sebesar 3,2 persen yoy.
“Penurunan harga energi global tertahan akibat eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama terkait gangguan di Laut Merah,” ujarnya.
Josua mengantisipasi bahwa inflasi AS belum akan turun dengan cepat menuju target 2 persen, sehingga masih ada kemungkinan bank sentral AS atau The Fed memangkas suku bunga acuan pada paruh kedua 2024. Saat ini, pasar memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga kebijakannya sebesar 150 basis poin pada 2024.