Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Sumatera Barat ditutup sementara akibat erupsi Gunung Marapi yang mengeluarkan abu vulkanik. Penutupan bandara ini berdampak pada 16 penerbangan yang terpaksa dibatalkan atau dialihkan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, M. Kristi Endah Murni, mengatakan bahwa penutupan bandara ini dilakukan untuk menjaga aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penerbangan. Dia mengatakan bahwa erupsi Gunung Marapi bersifat dinamis dan terus dipantau oleh pihaknya.
“Kami akan terus memonitor situasi ini, dan berkoordinasi intensif dengan stakeholder terkait dalam hal penanganan erupsi untuk memastikan aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penerbangan terpenuhi,” ujar Kristi di Jakarta, Jumat (19/1/2024).
Kristi menjelaskan bahwa erupsi Gunung Marapi terjadi pada Jumat (19/1/2024) pukul 13:00 WIB, dengan tinggi kolom abu teramati +500 m di atas puncak (+ 3.391 m di atas permukaan laut). Kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat daya.
Berdasarkan hasil paper test yang dilakukan oleh Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah VI Padang, abu vulkanik tersebut berpotensi mengganggu operasional bandara. Oleh karena itu, penutupan bandara diumumkan melalui Notice to Airmen (NOTAM) Nomor B0115/24 NOTAMN pada pukul 07:15 UTC / 14:15 WIB sampai dengan pemberitahuan selanjutnya.
Kristi menambahkan bahwa penutupan dan pembukaan Bandara Minangkabau telah beberapa kali dilakukan sejak erupsi Gunung Marapi pertama kali terjadi pada 3 Desember 2023. Saat ini, terdapat 16 penerbangan yang berpotensi terdampak akibat penutupan bandara ini.
“Saya berharap masyarakat khususnya calon penumpang dapat memahami situasi force majeure ini. Kami terus memperbaruinya,” kata Kristi.
Kristi mengimbau kepada maskapai penerbangan untuk memberikan kompensasi kepada penumpang yang telah membeli tiket, termasuk opsi full refund, reschedule, atau re-route ke bandara terdekat jika seat masih tersedia. Hal ini diharapkan dapat membantu penumpang yang terkena dampak penutupan bandara.
Kristi juga mengatakan bahwa Ditjen Hubud telah menerbitkan Surat Edaran nomor SE 15 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penerbangan pada Keadaan Force Majeure serta Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 153 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Prosedur Collaborative Decision Making (CDM) Penanganan Dampak Abu Vulkanik terhadap Operasi Penerbangan melalui Integrated Web Based Aeronautical Information System Handling (I-WISH).
Surat-surat tersebut menjadi pedoman pelaksanaan penanganan erupsi gunung berapi dan dampak abu vulkanik terhadap operasi penerbangan. Kristi menegaskan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan stakeholder terkait dalam penanganan force majeure ini.
“Kami akan terus memantau situasi dan berkoordinasi dengan stakeholder terkait dalam penanganan force majeure ini agar dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi keselamatan, keamanan dan kenyamanan penerbangan,” tutup Kristi