Dalam era perkembangan teknologi dan informasi, pendidikan telah melangkah ke dunia digital dengan munculnya pembelajaran maya. Konsep pembelajaran ini memberikan kemudahan dalam mengakses pengetahuan, tetapi juga menghadirkan tantangan terkait etika, moral, dan agama (EMA).
Kemudahan dan Ketergantungan
Perkembangan teknologi memberikan kemudahan akses terhadap pembelajaran maya. Namun, tulisan ini mengajukan pertanyaan kritis terkait dengan seberapa besar ketergantungan pada teknologi. Gus Baha, seorang ulama, menyoroti kebutuhan manusia yang semakin banyak, menyatakan bahwa ketergantungan pada hal-hal tersebut dapat mengindikasikan kebodohan.
Pertanyaan esensial yang muncul: Apakah pembelajaran maya membuat proses belajar lebih mudah atau malah menjadikan individu lebih tergantung pada teknologi? Diskusi mengenai penyediaan sarana pembelajaran maya secara internal atau eksternal menjadi krusial. Ketergantungan dapat diminimalisir dengan menggunakan sarana belajar autentik yang lebih bersifat lokal dan tidak bergantung pada teknologi eksternal.
Etika, Moral, dan Agama (EMA)
Aspek EMA menjadi isu penting dalam pembelajaran maya. Gus Baha mengingatkan bahwa teknologi seharusnya tidak membuat manusia tergantung secara berlebihan dan kebahagiaannya tidak bergantung pada banyak hal. Namun, perlu diperhatikan bahwa keberhasilan pembelajaran maya tidak hanya tergantung pada material, melainkan juga pada nilai filosofisnya, seperti kesetaraan dan kesempatan belajar tanpa batasan fisik.
Dalam diskusi tentang EMA, teknologi dianggap sebagai alat yang netral, bergantung pada tujuan penggunaannya. Rujukan pada norma agama, seperti yang terdapat dalam Adabul-‘Alim wal Muta’allim, memberikan pedoman etika bagi pembelajar. Tantangan terkait etika dalam pembelajaran maya melibatkan penyesuaian aturan etika tradisional pada konteks pembelajaran digital.
Kesimpulan
Pembelajaran maya membawa dampak besar pada dunia pendidikan, memberikan kemudahan akses namun juga menimbulkan pertanyaan tentang etika dan ketergantungan. Diskusi mengenai penyediaan sarana belajar, penekanan pada autentisitas lokal, dan integrasi nilai-nilai EMA menjadi kunci dalam menjawab tantangan ini. Pendidikan harus menjadi pemain dalam perubahan ini, bukan sekadar penonton atau objek teknologi, untuk memastikan bahwa teknologi mendukung, bukan menghambat, pembangunan karakter dan moral peserta didik.