Monitorday.com – Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menyatakan bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kemungkinan presiden berkampanye telah banyak disalahartikan. Dwipayana menjelaskan bahwa Presiden mengacu pada aturan yang telah diatur dalam Undang-Undang Pemilu No.7 tahun 2017.
“Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu (24/1), telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses,” kata Ari Dwipayana, Kamis (25/1).
Ari menegaskan bahwa Undang-Undang Pemilu memberikan izin kepada presiden untuk berkampanye dengan mematuhi beberapa persyaratan, antara lain tidak menggunakan fasilitas jabatan dan menjalani cuti di luar tanggungan negara.
“Presiden dalam pandangan ini menegaskan bahwa setiap pejabat publik/pejabat politik harus berpegang pada aturan main. Kalau aturan memperbolehkan, silakan dijalankan. Kalau aturan melarang maka tidak boleh dilakukan,” tambah Ari.
Menurutnya, praktik politik ini bukan hal baru dan sudah menjadi bagian dari sejarah pemilu setelah reformasi. Presiden-presiden sebelumnya juga memiliki preferensi politik dan terlibat dalam kampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya.
“Presiden-presiden sebelumnya, mulai presiden ke-5 dan ke-6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya,” ujar Ari.