Monitorday.com – Politikus senior Partai Golkar, Idrus Marham mengaku dalam politik praktis sudah ada perhitungannya. Termasuk soal kemungkinan bergabungnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Secara politik praktis kan ada hitung-hitungannya semua. Sekali lagi saya katakan, peran-peran yang diproyeksikan akan dilakukan dan tentu sudah ada pembicaraan-pembicaraan sebelumnya, tentu tidak akan mengganggu misalkan seperti itu,” ujar Idrus saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta.
Ia sendiri yakin akan terwujudnya pertemuan antara Prabowo dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Menurutnya, pertemuan kedua tokoh tersebut tinggal menunggu momentum saja.
Adapun saat ini, ia menilai adanya sejumlah alasan mengapa kedua tokoh tersebut belum bertemu. Pertama adalah suara dari pendukung pasangan calon Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang perlu dijaga terlebih dahulu.
“Mereka harus tetap melakukan komunikasi politik secara intensif dengan para pendukungnya dari rakyat. Harus merawat suasana kebatinan mereka,” ujar Idrus.
“Sebab kalau tidak merawat suasana kebatinan secara serta merta, pendukung-pendukungnya itu pasti memvonis bahwa pimpinan ini dari partai ini tidak boleh dipercaya karena mengkhianati aspirasi kami. Nah ini kan perlu dirawat,” sambungnya.
Kedua adalah pertimbangan politik praktis. Sebab dalam kubu pengusung Ganjar-Mahfud, terdapat pula Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
“Kalau gabung misalkan seperti apa? harmonisasinya seperti apa? dan lain-lain, dan sebagainya, polanya seperti apa. Nah ini semua pertimbangan-pertimbangan politik praktis yang belum tuntas, sehingga momentumnya belum ada,” ujar Idrus.
Terakhir adalah proses sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah adanya putusan tersebut, ia yakin akan ada perkembangan signifikan terkait wacana pertemuan Prabowo dengan Megawati.
“Ini semua pertimbangan-pertimbangan yang harus dijadikan dasar untuk menentukan, apakah sudah timingnya atau momentumnya sudah tepat, atau tidak. Karena kalau bicara strategi politik itu bukan bicara salah benar, tapi bicara efektif atau tidak efektif,” ujar mantan sekretaris jenderal Partai Golkar itu.