Setiap tanggal 12 rabiul awal umat Islam memperingati maulid Nabi, karena di hari itu Rasulullah Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah Islam lahir ke dunia. Termasuk di Indonesia, perayaan maulid menjadi sebuah perayaan besar sebagai wujud kecintaan terhadap Nabi akhir zaman.
Namun terjadi perbedaan pendapat mengenai perayaan maulid Nabi, apakah diperbolehkan atau tidak. Misalnya menurut Muhammadiyah, yang menyebut bahwa tidak ada dalil yang berisi larangan maupun perintah dalam memperinati Maulid Nabi Saw.
“Pada prinsipnya, Tim Fatwa (Majelis Tarjih) belum pernah menemukan dalil tentang perintah menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi SAW, sementara itu belum pernah pula menemukan dalil yang melarang penyelenggaraannya,” kata Amirudin Faza, Kepala Kantor Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, dikutip Rabu (27/9). Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah.
Karena itu, lanjut Amir, hukum Maulid Nabi Saw ini termasuk dalam perkara ijtihadiyah dan tidak ada kewajiban sekaligus tidak ada larangan untuk melaksanakannya. Namun apabila perayaan ini telah membudaya di masyarakat, penting untuk diperhatikan aspek-aspek yang memang dilarang Agama.
“Perbuatan yang dilarang di sini, misalnya adalah perbuatan-perbutan bid’ah dan mengandung unsur syirik serta memuja-muja Nabi Muhammad saw secara berlebihan, seperti membaca wirid-wirid atau bacaan-bacaan sejenis yang tidak jelas sumber dan dalilnya,” terang Amir seraya mengutip hadis riwayat Umar bin Khattab yang terdapat dalam Shahih Bukhari.
Selain harus memperhatikan aspek yang dilarang agama, perayaan Maulid Nabi juga harus atas dasar kemaslahatan. Amir menerangkan bahwa kemaslahatan di sini maksudnya adalah menyadari betapa penting mengimajinasikan bagaimana kalau Nabi SAW hadir pada zaman kita. Misalnya dengan cara menyelenggarakan pengajian atau acara lain yang sejenis yang mengandung materi kisah-kisah keteladanan Nabi SAW.
“Maulid Nabi Muhammad SAW yang dipandang perlu diselenggarakan tersebut harus mengandung manfaat untuk kepentingan dakwah Islam, meningkatkan iman dan taqwa serta mencintai dan meneladani sifat, perilaku, kepemimpinan dan perjuangan Nabi Muhammad saw,” terang Amir, mengutip QS. al-Ahzab: 21.