Monitorday.com – Pasar modal syariah di Indonesia telah berkembang selama lebih dari dua dekade. Dimulai pada tahun 1997 dengan peluncuran reksa dana syariah oleh Danareksa Investment Management (DIM), ini menjadi tonggak awal lahirnya pasar modal syariah di Indonesia.
Perkembangan signifikan pasar modal syariah mulai terlihat sejak adanya fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kini, tersedia berbagai produk investasi syariah seperti saham syariah, sukuk, Efek Beragun Aset Syariah (EBA Syariah), dan reksa dana syariah. Berikut ini penjelasannya.
Produk Investasi di Pasar Modal Syariah
Saham syariah adalah saham yang termasuk dalam Daftar Efek Syariah (DES), yang dievaluasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) setiap enam bulan. Untuk masuk dalam DES, saham harus memenuhi kriteria khusus yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Dari 924 saham di BEI per 26 April 2024, terdapat 641 saham yang masuk dalam DES.
Secara umum, saham syariah adalah bukti kepemilikan perusahaan yang tidak melanggar prinsip syariah di pasar modal, sesuai dengan fatwa DSN-MUI. Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 135 tentang Saham, perusahaan tidak boleh menjalankan usaha yang bertentangan dengan syariah seperti perjudian atau produksi minuman keras.
Selain itu, perusahaan harus memenuhi kriteria keuangan tertentu, seperti total utang berbasis bunga tidak boleh melebihi 45% dari total aset, dan pendapatan tidak halal tidak boleh melebihi 10% dari total pendapatan.
OJK melakukan seleksi saham syariah berdasarkan kriteria DSN-MUI dan memasukkannya ke dalam DES. DES menjadi panduan bagi investor dalam memilih saham yang sesuai dengan prinsip syariah. Beberapa anggota bursa menyediakan Sharia Online Trading System (SOTS) untuk memudahkan transaksi saham syariah.
Produk pasar modal syariah lainnya adalah sukuk, yang sering dianggap setara dengan obligasi. Sukuk adalah surat berharga syariah yang mewakili kepemilikan aset yang mendasarinya. Berbeda dengan obligasi, sukuk harus didukung oleh aset yang jelas, seperti tanah, bangunan, atau proyek, dan harus sesuai dengan prinsip syariah.
Penerbit sukuk, seperti pemerintah atau perusahaan, menggunakan dana yang terhimpun untuk proyek yang tidak bertentangan dengan syariah. Investor akan menerima imbal hasil berdasarkan akad yang disepakati, dan nilai pokok investasi dikembalikan saat jatuh tempo.
Setelah sukuk, ada Reksa dana syariah, yaitu wadah investasi kolektif yang dikelola oleh manajer investasi, yang menginvestasikan dana kelolaan ke efek syariah seperti saham syariah, sukuk, atau instrumen syariah lainnya. Ada juga reksa dana syariah berbentuk ETF (Exchange Traded Fund) yang diperdagangkan seperti saham di bursa.
Selanjutnya ada Efek Beragun Aset Syariah (EBA Syariah) yang merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh penerbit dengan aset syariah dan mekanisme yang sesuai dengan prinsip syariah. Saat ini, EBA syariah yang tersedia adalah surat partisipasi (EBAS-SP), yang diterbitkan oleh PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) dengan aset berupa pembiayaan pemilikan rumah.
Dengan berbagai pilihan produk investasi syariah ini, kamu generasi milenial yang ingin berinvestasi sesuai prinsip syariah tentu jadi punya banyak opsi yang bisa dipertimbangkan.