Connect with us

Review

Starlink vs Terrestrial: Memetakan Masa Depan Konektivitas Global

Kolaborasi antara operator seluler dan penyedia layanan satelit juga dapat menciptakan ekosistem yang lebih inklusif. Sebagai contoh, Starlink bisa menyediakan backhaul untuk jaringan seluler di daerah terpencil, membantu mengurangi biaya dan mempercepat penyebaran jaringan. Dengan demikian, semua pihak dapat bekerja bersama untuk memastikan bahwa setiap orang, di manapun mereka berada, memiliki akses ke internet.

Published

on

Poin Penting : 

  1. Jaringan Terestrial: Menawarkan kecepatan tinggi dan latensi rendah, sangat cocok untuk aplikasi yang membutuhkan transfer data besar dan cepat. Namun, memerlukan investasi besar dalam infrastruktur dan memiliki keterbatasan geografis, menciptakan ‘zona mati’ di daerah terpencil; 
  2. Starlink: Mengatasi keterbatasan geografis dengan menyediakan konektivitas di seluruh dunia, terutama di daerah terpencil dan kurang berkembang. Namun, bandwidth per pancaran sinyal terbatas dan latensinya lebih tinggi dibandingkan koneksi serat optik.
  3. Kombinasi jaringan terestrial dan Starlink dapat menciptakan ekosistem konektivitas yang lebih inklusif. Di daerah urban, jaringan terestrial akan tetap menjadi tulang punggung utama karena stabilitas dan kecepatannya. Di daerah terpencil, Starlink dapat menyediakan konektivitas yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan, menghilangkan ‘zona mati’.

STARLINK dan jaringan terestrial masing-masing memiliki keunggulan dan keterbatasan. Sementara jaringan terestrial unggul dalam kecepatan dan kapasitas, Starlink menawarkan solusi unik untuk mengatasi keterbatasan geografis. Masa depan konektivitas global kemungkinan besar akan melibatkan kombinasi dari kedua teknologi ini, bekerja bersama untuk menciptakan dunia yang lebih terhubung dan inklusif. Dengan demikian, baik jaringan terestrial maupun Starlink dapat berkontribusi secara signifikan dalam memajukan konektivitas internet global, memastikan tidak ada yang tertinggal di era digital ini.

Di era digital ini, konektivitas internet menjadi kebutuhan fundamental bagi masyarakat di seluruh dunia. Dua pendekatan utama untuk menyediakan layanan internet adalah melalui jaringan terestrial dan satelit. Starlink, proyek ambisius dari SpaceX yang dipimpin oleh Elon Musk, menambah dimensi baru dalam dunia konektivitas dengan menyediakan internet berbasis satelit. Namun, bagaimana Starlink dibandingkan dengan jaringan terestrial yang konvensional? Dalam esai ini, kita akan membahas perbedaan utama antara kedua metode ini, kelebihan dan kekurangannya, serta dampaknya terhadap masa depan konektivitas global.

Jaringan terestrial, yang mencakup kabel serat optik, jaringan seluler, dan DSL, telah menjadi tulang punggung konektivitas internet global selama beberapa dekade. Keunggulan utama dari jaringan terestrial adalah kecepatan tinggi dan latensi rendah yang dihasilkan dari infrastruktur yang sudah mapan. Jaringan ini memungkinkan transfer data dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi, yang penting untuk aplikasi seperti streaming video, permainan online, dan telekonferensi.

Namun, jaringan terestrial memiliki keterbatasan geografis. Infrastruktur yang diperlukan, seperti menara seluler dan kabel serat optik, memerlukan investasi besar dan sulit untuk diterapkan di daerah terpencil atau kurang berkembang. Hal ini menciptakan ‘zona mati’ di mana akses internet sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Selain itu, pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur terestrial bisa menjadi tantangan tersendiri, terutama di daerah yang sulit dijangkau.

Starlink menawarkan solusi alternatif dengan jaringan satelit yang mengorbit di bumi pada ketinggian rendah (LEO). Dengan ribuan satelit yang diluncurkan, Starlink bertujuan untuk menyediakan akses internet di seluruh penjuru dunia, termasuk di daerah-daerah yang sebelumnya tidak terjangkau oleh jaringan terestrial. Layanan Direct-to-Cell dari Starlink memungkinkan ponsel untuk terhubung langsung ke jaringan satelit tanpa memerlukan perangkat tambahan atau aplikasi khusus.

Salah satu keunggulan utama dari Starlink adalah kemampuannya untuk menghilangkan ‘zona mati’. Dimanapun pengguna berada, selama mereka memiliki pemandangan langit yang jelas, mereka dapat mengakses internet. Hal ini sangat bermanfaat bagi komunitas terpencil, kapal di tengah laut, pesawat, dan daerah bencana yang mungkin kehilangan infrastruktur terestrial mereka.

Namun, Starlink juga memiliki keterbatasan. Bandwidth yang tersedia per pancaran sinyal hanya sekitar 7 mb, yang cukup untuk kebutuhan dasar tetapi tidak dapat bersaing dengan kecepatan tinggi yang ditawarkan oleh jaringan terestrial di daerah urban. Latensi juga menjadi tantangan, meskipun satelit LEO memiliki latensi lebih rendah dibandingkan satelit geostasioner tradisional, tetap saja tidak secepat koneksi serat optik.

Perpaduan antara jaringan terestrial dan satelit seperti Starlink dapat membawa perubahan besar dalam cara kita memandang konektivitas global. Di daerah urban dan sub-urban, jaringan terestrial akan terus menjadi tulang punggung utama karena kecepatan dan stabilitasnya. Namun, di daerah terpencil dan kurang berkembang, Starlink bisa menjadi penyelamat dengan menyediakan konektivitas yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan.

Kolaborasi antara operator seluler dan penyedia layanan satelit juga dapat menciptakan ekosistem yang lebih inklusif. Sebagai contoh, Starlink bisa menyediakan backhaul untuk jaringan seluler di daerah terpencil, membantu mengurangi biaya dan mempercepat penyebaran jaringan. Dengan demikian, semua pihak dapat bekerja bersama untuk memastikan bahwa setiap orang, di manapun mereka berada, memiliki akses ke internet.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Monitor Saham BUMN



Ruang Sujud2 hours ago

Terjadi Lagi! Amerika Serikat Veto Penolakan Gencatan Senjata Di Gaza

Ruang Sujud5 hours ago

Terjadi Penjarahan Makanan Untuk Pengungsi, Hamas Ambil Langkah Ini

News8 hours ago

Siap-siap! Mendikdasmen Bakal Tempatkan Guru PPPK di Sekolah Swasta

Sportechment8 hours ago

Duduki Posisi 4 Klasemen Sementara, Brasil Optimis Lolos ke Piala Dunia 2026

Sportechment8 hours ago

Deretan Pemenang Piala Citra FFI 2024, “JESEDEF” Borong 6 Piala

Sportechment9 hours ago

Berkat Film Ini Nirina Zubir Sabet Piala Citra 2024 sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik

Sportechment17 hours ago

Ivar Jenner Sebut 3 Pemain Timnas Indonesia Ini Layak Berkarier di Eropa

Sportechment18 hours ago

Diundang Raffi Ahmad ke Andara, Nathan Tjoe A-On Ajak Rafathar Main Bola

Ruang Sujud19 hours ago

Tegas! Ini Pernyataan Wamenlu Di Depan Negara Muslim Terkait Palestina

News19 hours ago

PLN Fasilitasi Izin Usaha UMK untuk Kembangkan Ekonomi

News20 hours ago

Erdogan: AS Izinkan Ukraina Pakai Rudal Jarak Jauh Serang Rusia Picu Perang Dunia, Ngeri!

News20 hours ago

Usai Hadiri KTT G20 Brasil, Prabowo Terbang ke Inggris Temui Raja Charles III

Sportechment20 hours ago

Lisa BLACKPINK Bakal Rilis Album Solo Pertama “Alter Ego”, Kapan?

News20 hours ago

Menkomdigi Ajak Generesi Muda Perkuat Literasi Digital Melalui Konten Positif

Sportechment21 hours ago

Jamu Borneo FC, Persib Bandung Siap Tampil Maksimal di GBLA

Ruang Sujud22 hours ago

Heboh Transgender Pergi Umroh, MUI Buka Suara

Ruang Sujud1 day ago

Truk Bantuan Untuk Warga Gaza Habis Diserbu Warga Kelaparan

Migas1 day ago

Pertamina Gelar Eco RunFest 2024, Libatkan 53 UMKM

News1 day ago

Himbauan Mendikdasmen untuk Para Guru Jelang Pilkada

Ruang Sujud1 day ago

ICESCO Tetapkan Keffiyeh Palestina Sebagai Warisan Tak Benda Dunia