Review
Pinjol Dicerca, Student Loan Mengemuka
Published
6 months agoon
By
Muchlas RowiInstitut Teknologi Bandung (ITB) jadi sorotan ketika sejumlah mahasiswanya terjebak dalam jeratan pinjaman online (pinjol).
Didorong kebutuhan mendesak dan kurangnya pemahaman tentang risiko pinjol, banyak mahasiswa yang akhirnya mengalami kesulitan finansial lebih besar karena bunga yang mencekik dan praktik penagihan yang agresif.
Kasus ini mencerminkan realitas yang dihadapi banyak mahasiswa di seluruh Indonesia, dimana kemudahan akses pinjol sering kali mengaburkan bahaya yang mengintai.
Pinjaman online menawarkan solusi jangka pendek yang menggoda, tetapi tanpa perencanaan yang matang, mahasiswa dapat terjerumus dalam lingkaran utang yang sulit keluar.
Di sinilah pentingnya memahami opsi yang lebih aman dan terstruktur, seperti student loan atau pinjaman pendidikan. Berbeda dengan pinjol, student loan dirancang khusus untuk kebutuhan pendidikan dengan syarat dan ketentuan yang lebih berpihak pada mahasiswa.
Student loan adalah pinjaman yang diberikan kepada mahasiswa untuk membiayai pendidikan mereka. Pinjaman ini biasanya memiliki bunga rendah dan waktu pengembalian yang fleksibel.
Beda dengan pinjol, student loan dirancang khusus untuk kebutuhan pendidikan dan memiliki regulasi yang ketat untuk melindungi peminjam.
Kenapa kita perlu studen loan? Karena mahasiswa memerlukan dukungan pemerintah untuk dapat mengakses pendidikan tinggi.
Ini sesuati dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4, yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa…”, dan Pasal 32 ayat [1] UUD 1945 bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”
Pendidikan dengan begitu merupakan poin penting yang harus diperhatikan dan diberikan dukungan secara penuh.
Sayangnya, peluang pemanfaatan program student loan masih terganjal aturan Pasal 76 UU Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pendidikan Tinggi. Beleid ini melarang adanya pinjaman dana dengan bunga.
Padahal, di negara-negara lain student loan ini sudah berjalan dan banyak membantu warganya mengakses pendidikan tinggi.
Di Inggris misalnya, student loan dijalankan oleh Student Loan Company. Plafon yang diberikan mulai dari £9250 per tahun (full time) hingga £11.100 untuk akselerasi.
Skemanya, berupa ICL [Income Contingent Loan]. Dimana pembayaran dilakukan berdasarkan pendapatan si peminjam setelah lulus kuliah. Dan tenornya bisa beragam, mulai dari 30 hingga 40 tahun.
Menariknya, student loan di Inggris lebih fleksibel dan berbunga ringan. Selain ada potongan, juga bisa terjadi pemutihan jika pinjaman melewati masa tenor.
Karena lebih liberal, student loan di Amerika lebih berorientasi profit. Namanya Federal Student Aid.
Program ini didisain menggunakan skema TBRL [Time Based Repayment Loant]. Yaitu mahasiswa diharuskan membayar jumlah pinjaman sekaligus dengan bunganya dalam dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan.
Kerja atau tidak, mahasiswa atau orangtua diwajibkan membayar pinjaman tersebut setelah kelulusan tiba. Bunganya cukup lumayan, mencapai 5,5 persen.
Baik model ICL maupun TBRL sebetulnya bisa diterapkan. Tinggal disesuaikan dengan krakteristik peminjamnya. Yang pasti proses bisnisnya sebisa mungkin dapat menggunakan ekosistem pembiayaan yang sudah eksisting.
Bank-bank yang selama ini banyak berkecimpung dengan UMKM dan masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah menjadi prioritas penyalur program pinjaman pendidikan.
Sementara untuk penjaminnya, bisa dimulai oleh PT Jamkrindo. Perusahaan penjaminan terbesar dan memiliki peran strategis untuk menjembatani UMKM feasible memperoleh akes pembiayaan.
Meski begitu, seluruh private sector yang memenuhi kriteria tentu dapat berpartisipasi dalam program ini.
Dengan hadirnya program student loan, diharapkan mahasiswa tidak lagi harus menghadapi beban finansial yang berat atau terjebak dalam lingkaran utang pinjol.
Program ini tidak hanya membantu mahasiswa menyelesaikan pendidikan mereka dengan tenang, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.