Ruang Sujud
Amr Bin Jamuh, Difabel Yang Raih Kesyahidan
Published
1 year agoon
By
Robby KarmanAmr bin Jamuh sudah menginjak usia 60 tahun saat cahaya iman menerangi rumah-rumah penduduk Yatsrib dengan gerakan dakwah yang dilakukan oleh Mus’ab bin Umair.
Dari tangannya telah masuk ke dalam Islam tiga orang anak Amr bin Jamuh yang bernama: Muawwadz, Muadz dan Khallad. Ada juga teman sebaya mereka yang masuk ke dalam Islam bernama Muadz bin Jabal.
Bersama ketiga anaknya, telah masuk Islam juga istrinya yang bernama Hindun. Berkat hidayah dari-Nya, akhirnya Amr pun mengikuti jejak istri dan anak-anaknya memeluk islam.
Amr bin Jamuh merasakan manisnya iman yang membuat ia menyesal atas setiap saat yang dilaluinya dalam kemusyrikan. Ia masuk ke dalam agama yang baru dengan jiwa dan raganya. Ia mendedikasikan jiwa, harta dan anaknya untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tidak lama berselang, maka meledaklah perang Uhud. Amr bin Jamuh menyaksikan para putranya sedang bersiap-siap untuk menghadapi para musuh Allah. Ia mendapati mereka setiap pagi dan petang bagaikan para singa di tengah hutan. Mereka begitu semangat untuk mendapatkan kesyahidan dan meraih ridha Allah.
Kondisi ini membuat ia turut bersemangat. Ia bertekad untuk berangkat bersama mereka berjihad di bawah panji Rasulullah Saw. Akan tetapi anak-anaknya bersepakat untuk menghalangi ayah mereka untuk melaksanakan niatnya. Sebab, ayahnya adalah seorang yang amat tua renta. Ditambah lagi, kakinya amat pincang. Padahal Allah Swt sudah memberikan dispensasi baginya.
Maka anak-anaknya berkata kepada Amr: “Wahai ayah, Allah telah memaafkanmu. Mengapa engkau membebani dirimu sendiri padahal Allah sudah memaafkanmu?!”
Maka Amr yang tua renta pun menjadi amat berang. Ia langsung datang menghadap Rasulullah Saw untuk mengadukan mereka kepada Beliau.
Ia berkata: “Wahai Nabi Allah, anak-anakku ingin melarangku untuk melakukan kebaikan ini. Mereka beralasan karena kakiku pincang. Demi Allah, aku berharap dapat menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini.”
Maka Rasul Saw bersabda kepada anak-anak Amr: “Biarkan ia, semoga Allah memberikan kesyahidan baginya.”
Maka anak-anak Amr membiarkan ayah mereka karena taat dengan perintah Rasulullah Saw.
Begitu waktu berangkat di umumkan, maka Amr bin Jamuh mengucapkan kata berpisah kepada istrinya seperti ucapan perpisahan seorang yang tak akan kembali lagi.
Ia lalu menghadap kiblat dan mengangkat kedua telapak tangannya ke arah langit seraya berdoa: “Ya Allah berikanlah aku kesyahidan dan jangan kembalikan aku kepada keluarga lagi dengan rasa putus asa” .
Lalu ia berangkat dengan dilindungi oleh ketiga anaknya dan pasukan yang banyak dari Bani Salamah. Saat peperangan berkecamuk dengan sengit, dan manusia sudah mulai terpisah dari barisan Rasulullah Saw, Amr bin Jamuh terlihat pada barisan pertama. Ia melompat dengan kakinya yang sehat sambil berseru: “Aku merindukan surga!!! Aku merindukan surga!!!” dan dibelakangnya terlihat anaknya yang bernama Khallad.
Kedua anak-beranak tersebut membabatkan pedang mereka seraya melindungi Rasulullah Saw dari musuh hingga keduanya tersungkur sebagai syahid di medan laga. Jarak kematian sang anak dari ayahnya hanya sedikit berselang.
Begitu peperangan berhenti, Rasul Saw berdiri dihadapan para jenazah untuk menguruk tanah kubur mereka. Beliau bersabda kepada para sahabatnya:
“Biarkan darah dan luka mereka, aku menjadi saksi bagi mereka semua!”
Lalu Beliau bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang terluka di jalan Allah, kecuali pada hari kiamat ia akan datang dengan darah mengalir yang warnanya seperti warna za’faran dan wangi seperti wangi misyk.”
Beliau juga bersabda: “Kuburkanlah Amr bin Jamuh bersama Abdullah bin Amr; mereka berdua adalah orang yang saling mencinta dan satu barisan di dunia.” []