Monitorday.com – Badal haji adalah kegiatan menghajikan seseorang karena kondisi tertentu, misalnya jika orang tersebut sudah meninggal atau tidak mampu berhaji karena kondisi fisik.
Dalam bukunya Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah, Ahmad Sarwat menjelaskan bahwa secara bahasa, badal berarti pengganti, sementara secara istilah, badal haji adalah berhaji untuk orang lain.
Ada dua macam badal haji, sebagaimana dijelaskan dalam buku Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah karya Agus Arifin.
Yang pertama adalah badal haji atas nama orang yang masih hidup.
Kelompok ini disebut Al-Ma’dlub, yaitu mereka yang tidak bisa berangkat ke Tanah Suci karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan.
Namun, jika orang tersebut sudah berada di Tanah Haram atau lokasi dekat dengan Tanah Haram, mereka tidak boleh dibadalhajikan kecuali jika mereka wafat.
Meskipun demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa mereka boleh dibadalhajikan jika kondisinya benar-benar tidak memungkinkan untuk melaksanakan haji.
Yang kedua adalah badal haji atas nama orang yang sudah wafat. ; kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, jika seorang muslim meninggal dan belum melaksanakan haji wajib atau haji nazar, maka walinya harus menghajikan untuknya. Jenis badal haji ini disebut Al-Mayyit.
Hal ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas RA, di mana seorang perempuan dari Juhainah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ibunya yang meninggal tanpa melaksanakan nazar haji.
Rasulullah SAW memerintahkan perempuan tersebut untuk menghajikan ibunya, menyamakan nazar haji dengan membayar utang kepada Allah.