Monitorday.com – Dalam ajaran Islam, konsep berpacaran seperti yang sering dipraktikkan dalam budaya modern tidak dianjurkan.
Agama ini menganjurkan hubungan yang halal melalui pernikahan.
Namun, syariat pun berbicara tentang interaksi antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah.
Menurut KBBI, pacar berarti ‘teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih yang belum terikat perkawinan.’
Islam tidak menghalangi lahirnya cinta kasih antarlawan jenis karena kecenderungan tersebut adalah fitrah manusia.
Dalam buku M Quraish Shihab Menjawab, cinta kasih adalah dorongan naluri manusia sejak kecil dan menjadi sebuah kebutuhan setelah dewasa.
Menghilangkan atau membendung cinta kasih sama sekali akan sangat menyulitkan kehidupan insan itu sendiri.
Melepaskannya tanpa kendali juga dapat mengakibatkan bahaya yang tidak kecil.
Islam memberi tuntunan bahwa bercinta kasih dengan lawan jenis hendaknya bertujuan menjalin kehidupan berumah tangga.
Jika masing-masing benar-benar cinta, tidak akan terjadi pelanggaran agama dan moral yang dapat merugikan kedua pihak, khususnya wanita.
Agama menyerahkan kepada setiap orang untuk memilih siapa yang disenangi dari lawan jenisnya, selama pilihannya itu bukan yang haram dikawini.
Islam menggarisbawahi perlunya memperhatikan faktor agama, akhlak, dan keseteraan dalam status sosial dan pendidikan.
Faktor kekayaan dan kecantikan atau ketampanan juga dapat menjadi pertimbangan, tetapi jangan menjadi yang paling utama.
Pernikahan dimaksudkan untuk bersifat langgeng, sedangkan faktor-faktor yang temporal akan memudar seiring berjalannya waktu.
Seorang sahabat pernah menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa ia berencana menikah.
Nabi SAW kemudian bertanya apakah ia pernah melihat calon pasangannya, dan ia menjawab belum.
Nabi SAW memerintahkannya untuk pergi melihat calon pasangannya agar perkawinan menjadi langgeng.
Kaum Muslimin generasi sahabat Nabi merasa cukup hanya dengan melihat calon istrinya sebelum melangsungkan pernikahan.
Mayoritas ulama hanya membenarkan pria melihat wajah dan telapak tangan wanita yang direncanakan untuk dinikahinya.
Agama menoleransi calon suami-istri untuk bercakap-cakap atau berjalan bersama selama ditemani oleh pihak keluarga atau orang terhormat.