Monitorday.com – BPJPH Kementerian Agama mengklarifikasi video terkait produk seperti “tuyul”, “tuak”, “beer”, dan “wine” yang mendapat sertifikat halal.
Mamat Salamet Burhanudin menjelaskan bahwa masalahnya adalah penamaan produk, bukan kehalalan produknya.
Masyarakat dijamin bahwa produk yang telah bersertifikat halal telah melalui proses sertifikasi yang sesuai.
Penamaan produk halal diatur melalui regulasi SNI 99004:2021 dan Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020.
Pelaku usaha tidak bisa mendaftarkan produk dengan nama yang bertentangan dengan syariat Islam atau norma yang berlaku.
Namun, beberapa produk dengan nama kontroversial masih mendapatkan sertifikat halal.
Contohnya, ada 61 produk dengan kata “wine” yang mendapat sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI.
Selain itu, ada 53 produk “wine” yang mendapat sertifikat halal dari Komite Fatwa.
Produk dengan kata “beer” juga mendapatkan sertifikat halal dari kedua lembaga tersebut.
Produk-produk tersebut telah melalui pemeriksaan dan pengujian oleh LPH, seperti LPH LPPOM.
Data tersebut mencerminkan perbedaan pendapat ulama mengenai penamaan produk, bukan aspek kehalalannya.
Dzikro menegaskan bahwa proses sertifikasi halal melibatkan banyak pihak dalam ekosistem yang luas.
BPJPH mengajak semua pihak untuk berdiskusi agar tidak terjadi kebingungan di masyarakat.
Masyarakat diimbau untuk tidak ragu mengonsumsi produk bersertifikat halal karena kehalalannya sudah terjamin.
BPJPH juga mengingatkan kewajiban sertifikasi halal tahap pertama yang berlaku setelah 17 Oktober 2024.
Kewajiban sertifikasi ini berlaku untuk produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan.
Dzikro mengimbau seluruh stakeholder untuk fokus pada suksesnya kewajiban sertifikat halal.
Energi seluruh pihak diharapkan diarahkan untuk menyukseskan program sertifikasi halal ini.
BPJPH berharap agar tidak ada kegaduhan terkait penamaan produk halal di masyarakat.
Proses sertifikasi halal didasarkan pada perintah Undang-undang dan melibatkan banyak aktor.
Perbedaan pendapat terkait penamaan produk tidak mempengaruhi kehalalan zat atau prosesnya.
BPJPH meminta masyarakat memahami bahwa proses ini merupakan bagian dari pelayanan publik.
Kewajiban sertifikasi halal tahap pertama menjadi fokus utama dalam penyelenggaraan layanan ini.
Dengan demikian, masyarakat tetap bisa mengonsumsi produk halal tanpa ragu.