Ruang Sujud
Miris! Islamphobia Merebak di India Utara
Published
4 weeks agoon
By
Robby KarmanMonitorday.com – Negara bagian Himachal Pradesh di India utara mengalami rasa anti-Muslim yang meningkat, memaksa banyak pekerja migran melarikan diri.
Farhan Khan, seorang penjahit berusia 26 tahun, masih teringat saat unjuk rasa anti-Muslim di kota asalnya di Solan.
Pada 17 September, Farhan dibanjiri oleh sekelompok pria yang memintanya untuk menjelaskan mengapa dia membuka tokonya.
Farhan mengklaim bahwa dia diseret oleh massa untuk membantu mengidentifikasi lebih banyak toko milik Muslim di daerah tersebut.
Kota Solan telah terpengaruh oleh ketegangan setelah kelompok Hindu sayap kanan menuntut pembongkaran masjid di Shimla.
Tuntutan tersebut berkembang menjadi kampanye anti-Muslim yang lebih luas, termasuk boikot ekonomi terhadap umat Islam.
Bentrokan di Shimla terkait pembayaran upah mengubah ketegangan agama pada akhir Agustus.
Pada 10 September, kelompok Hindu berkumpul di luar masjid, mengklaim bahwa bangunan itu ilegal dan harus dihancurkan.
Vishwa Hindu Parishad (VHP), bagian dari jaringan kelompok Hindu sayap kanan, terlibat dalam protes ini.
Kampanye ini menargetkan komunitas Muslim, di mana hanya 2 persen penduduknya beragama Islam.
Pada 11 September, kelompok Hindu mengajukan tuntutan untuk mengusir pekerja migran “ilegal” dan masjid yang dianggap ilegal.
Manajemen masjid berusaha meredakan ketegangan dengan menyegel bagian bangunan yang diduga ilegal.
Namun, unjuk rasa di seluruh Himachal Pradesh berlanjut dengan pidato kebencian dan seruan untuk memboikot bisnis Muslim.
Farhan menyebutkan bahwa pemilik rumahnya meminta dia untuk segera mengosongkan toko karena tekanan dari kelompok Hindu.
Dia menegaskan bahwa banyak migran Muslim lainnya juga telah kembali ke kampung halaman mereka.
Farhan mengaku tidak berniat kembali ke Himachal Pradesh karena mengutamakan keselamatan.
Dia mengunci diri di rumahnya selama dua hari demi keamanan sebelum akhirnya pergi ke Moradabad.
Pemerintah setempat mewajibkan restoran mencantumkan nama karyawan untuk tujuan yang dianggap tidak menguntungkan bagi pekerja Muslim.
Kongres, partai oposisi di Himachal Pradesh, mengeluarkan dan mencabut perintah tersebut setelah tekanan publik.
Anggota kelompok Hindu membagikan pamflet meminta pedagang untuk mencantumkan label “Penjual Sayur Sanatani.”
Hamza, pekerja migran Muslim, mengeluhkan diskriminasi yang ia alami dalam pencarian pekerjaan di Shimla.
Pemerintah negara bagian menyatakan komitmen untuk melindungi kebebasan beragama semua komunitas.
Mehfooz Malik, seorang pengelola toko, merasa takut untuk berdoa di masjid setelah protes anti-Muslim.
Dia berencana meninggalkan kota setelah putranya menyelesaikan sekolah.
Malik percaya bahwa protes tersebut lebih dari sekedar menentang pembangunan ilegal.
Pengadilan Kota Shimla memerintahkan pembongkaran masjid yang tidak sah, memicu perpecahan di kalangan komunitas Muslim.
Tikender Panwar menilai kampanye ini sebagai upaya untuk mengganggu kerukunan komunal di Himachal Pradesh.
Kamal Gautam, anggota sayap kanan Hindu, mengklaim bahwa demonstrasi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran.
Hamza merasa sedih bahwa agama kini memengaruhi kemampuannya mencari nafkah.
Ia menyatakan kesulitan mendapatkan pekerjaan dan berencana untuk meninggalkan Himachal Pradesh.
Hamza memperingatkan bahwa kebencian ini dapat mengancam pekerja lokal di daerah lain.
Malik kehilangan harapan akan perdamaian dan percaya bahwa kebencian akan terus tumbuh di masyarakat.