News
Begini Sosok Menteri dan Pembantu Prabowo yang Potensial di Reshuffle
Published
1 month agoon
By
N Ayu AshariMonitorday.com – Belum genap sebulan menjabat, sejumlah menteri di kabinet Prabowo telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang cukup kontroversial. Langkah-langkah ini menuai reaksi beragam dari masyarakat dan berbagai kalangan, terutama terkait dengan dampaknya terhadap ekonomi dan sosial.
Beberapa kebijakan tersebut dianggap sebagai gebrakan, namun banyak juga yang dipandang sebagai wanprestasi karena dinilai tidak sesuai dengan janji kampanye atau kurang mempertimbangkan kepentingan publik.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, melihat belum adanya arahan kepada para menteri dalam bersikap dan berucap, sehingga mereka terkesan “ingin tampil, menonjol, dilihat, dan dianggap hebat sendiri-sendiri.”
“Kabinet ini lahir dari agak ketergesaan di dalam menentukan orang,“ kata Suko, Kamis (24/10).
Yandri dan kop surat kementerian
Penggunaan surat kementerian untuk kepentingan pribadi terungkap dalam unggahan di akun Instagram mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, pada Selasa (22/10).
Mahfud mengunggah surat undangan yang ditandatangani Menteri Desa dan Daerah Tertinggal Yandri Susanto, tentang ‘Undangan Haul, Hari Santri dan Tasyakuran‘ tertanggal 21 Oktober 2024.
Mahfud pun menuliskan penggunaan surat dengan kop dan stempel resmi kementerian untuk acara pribadi dan keluarga sebagai kesalahan.
Postingan Mahfud itu mendapat lebih dari 7.000 komentar. Ada yang menuliskan “Menteri kok ga paham hal begini, Gmn kami gak pesimis“.
Komentar lainnya berbunyi, “Kasihan @Prabowo baru dilantik sudah seperti ini menterinya“.
Saat dijumpai usai acara serah terima jabatan menteri pertahanan pada Selasa (22/10), Mahfud mengatakan bahwa hal itu melanggar etika birokrasi.
“Kan tidak boleh ya urusan pribadi, urusan tahlilan, urusan syukuran gitu, lalu menggunakan kop dan stempel menteri. Karena itu berarti lalu menjadi tugas kementerian,” kata Mahfud.
Yandri kemudian mengklarifikasi dan mengakui penggunaan kop surat kementerian untuk acara pribadi murni kesalahan administrasi.
Namun, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu beralasan, dirinya baru belajar menjadi menteri setelah dilantik beberapa hari lalu. Dia pun berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama ke depannya.
“Tapi intinya dari acara itu tidak satu sen pun uang Kemendes yang saya gunakan, demi Allah demi Rasul, enggak ada,” kata Yandri, Rabu (23/10).
Permintaan anggaran Kementerian HAM hingga Rp20 triliun yang ‘tidak masuk akal’
Pernyataan kontroversial juga datang dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, yang menghendaki alokasi anggaran di kementeriannya sebesar Rp20 triliun, jika negara menyanggupi.
“Rombak itu. Dari Rp20 T (pagu anggaran) cuma Rp64 M. Tidak bisa. Tidak tercapai cita-cita dan visi keinginan Presiden Indonesia,” ujar Natalius Pigai saat acara penyambutan di Gedung Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (21/10).
Dia mengatakan, anggaran yang besar itu dibutuhkan untuk memperkuat perlindungan HAM.
“Anggaran yang ada kan Rp64 miliar ya, anggaran yang dikasih ini mereka berpikir Kementerian HAM hanya mengawasi pekerjaan-pekerjaan pemerintah. Tidak, Kementerian HAM itu pembangunan hak asasi manusia,” kata Pigai.
“Sesuai dengan amanat konstitusi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan HAM, kebutuhan akan sandang, pangan dan papan.”
Mantan Komisioner Komnas HAM itu juga menyampaikan ide pendirian Universitas Hak Asasi Manusia (Unham).
Menurutnya, Unham akan memberi kontribusi penting bagi penguatan HAM di Indonesia.
Prabowo bentuk Kementerian HAM, akankah jadi jawaban tuntutan kelompok korban?
“Saya mau mendirikan Unham, Universitas Hak Asasi Manusia dengan jurusan ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya, pusat laboratorium HAM di situ, pusat studi HAM di situ, itu anggarannya berapa itu yang saya butuh, itu akan satu-satunya di dunia lho,” katanya.
Pernyataan Pigai mendapat kritikan dari mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal.
“Pernyataan Menteri HAM Natalius Pigai untuk naikkan anggaran dari Rp60 miliar menjadi Rp20 triliun adalah yang hal yang tidak masuk akal, dan tidak akan mungkin dikabulkan Presiden Prabowo, Menteri Keuangan dan DPR, karena akan menghamburkan uang negara untuk program yang tidak jelas dan akan berbuntut korupsi,” kata Dino dalam keterangannya yang dibagikan ke wartawan, Rabu (23/10).
“Koordinasi dulu dengan Menko-nya, Setneg dan Kantor Presiden sebelum membuat pernyataan kebijakan yang berisiko tinggi. Ingat, Anda sekarang pejabat pemerintah, bukan aktivis lagi. Credibility is everything,” tegas Dino kemudian.
Terkait dengan keinginan Pigai, Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan pihaknya perlu melihat terlebih dulu kebutuhan apa saja yang diperlukan dari anggaran itu.
“Kita belum lihat ya apa-apa saja yang diajukan dari Rp60 miliar sampai Rp20 triliun. Nanti kita akan lihat apakah masuk akal atau tidak,” kata Adies, Rabu (23/10).
Selain itu, jajaran pembantu Prabowo yang lain juga tak luput dari masalah.
Di dunia pendidikan, gelar doktor yang diperoleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dari Universitas Indonesia (UI) memicu kritik dari Dewan Guru Besar UI.
“Kami bersama Senat Akademik UI sudah membentuk tim investigasi untuk memeriksa kasus ini,” ujar Ketua Dewan Guru Besar UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo.
Keterangan gambar,Ketum Partai Golkar Bahlil Lahadalia (kanan) menjawab pertanyaan awak media usai melakukan pertemuan dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (17/10).
Harkristuti menyebut bahwa tim investigasi dibentuk karena adanya sejumlah kejanggalan yang ditemukan dalam proses pemberian gelar doktor keBahlil.
Selain itu sejumlah alumni UI membuat petisi yang berjudul ‘Tolak Komersialisasi Gelar Doktor, Pertahankan Integritas Akademik’ dan telah memperoleh 13.788 dukungan.
Masih dalam isu yang sama, Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, Raffi Ahmad juga mendapatkan kritik usai memperoleh gelar doktor honoris causa (HC) yang diterimanya dari Universal Institute of Professional Management (UIPM).
Pasalnya, Kemendikbudristek (yang kini telah dipecah ke beberapa kementerian) tidak mengakui gelar yang dikeluarkan oleh UIPM itu.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Prof. Abdul Haris mengatakan, gelar tersebut tidak sah karena UIPM tidak memiliki izin operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia.
“Tanpa izin operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi dari pemerintah, gelar akademik yang diperoleh dari perguruan tinggi asing tersebut tidak dapat diakui,” kata Haris.
Prabowo lantik jajaran utusan khusus presiden – Apa tugas Raffi Ahmad dan Zitta Anjani?
Selain di dunia pendidikan, beberapa menteri Prabowo juga pernah berurusan dengan kasus hukum. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat beberapa nama.
Pertama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang diperiksa Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor sawit mentah dan turunannya.
Kerugian negara akibat kasus izin ekspor CPO berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Rp6,47 triliun.
Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo terseret kasus korupsi proyek menara pemancar komunikasi (BTS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka di kasus itu, Dito disebut menerima uang Rp27 miliar.
Dalam pemerintahan Prabowo, dia kembali menjabat di pos kementerian yang sama.
Keterangan gambar,Menpora Dito Ariotedjo berjalan keluar usai melakukan pertemuan tertutup di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024).
Lalu, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej yang menjadi tersangka KPK pada 2023 atas dugaan suap dan gratifikasi senilai Rp8 miliar.
Namun status tersangka itu dicabut usai dia menang prapreradilan terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Walau kalah, KPK mengaku tetap melanjutkan penanganan perkara dugaan korupsi itu.
ICW juga menyebut nama Budi Gunawan yang menjabat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan di era Prabowo.
Budi Gunawan jadi Menko Polkam, siapa yang paling diuntungkan secara politik?
Budi pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 2015 atas dugaan kepemilikan rekening gendut jenderal polisi.
Terakhir dari catatan ICW adalah Yusrli Ihza Mahendra yang pernah berurusan dengan dugaan korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).
‘Ingin tampil dan dilihat hebat, jadinya tergesa-gesa’
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengatakan pernyataan hingga sikap menteri yang baru saja dilantik menunjukkan kemampuan dan kapasitas komunikasi publik mereka yang belum memadai, ditambah keinginan untuk “menonjol dan segera tampil”.
Alhasil, para menteri itu terkesan, “ingin segera tampil, ingin menonjol, ingin dilihat dan dianggap hebat sendiri-sendiri,” katanya.
“Lebih banyak menyangkut personality kalau komunikasi politik, akhirnya terlihat jadi tergesah-gesah komunikasinya,“ ujar Suko kemudian.
Sikap ingin tampil itu menunjukkan bahwa belum ada instruksi dan arahan yang tegas dari Prabowo ke para pembantunya dalam bersikap maupun berucap di depan publik.
“Dalam konteks komunikasi politik tentu saja berpikir sebelum berkata. Nah itu yang kayaknya kelabakan dan amburadul komunikasi politiknya karena tidak dihitung risiko-risiko dari pesan yang disampaikan, tidak diverifikasi,” kata Suko.
Penyebab lainnya, menurut Suko, karena sebagian menteri Prabowo berasal dari partai atau kelompok tertentu yang memiliki kepentingannya masing-masing.
“Memang saya bisa paham karena kabinet ini lahir dari agak ketergesaan di dalam menentukan orang,“ katanya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat, melihat rangkaian kontroversi yang dilakukan sekelompok menteri itu menunjukkan ketimpangan kompetensi hingga pengalaman para pembantu Prabowo yang menduduki kursi menteri.
Ketimpangan itu sebagai akibat dari upaya Prabowo untuk menyatukan berbagai kepentingan dengan mengakomodasi “tim TKN yang berkeringat, orang-orang yang di-endorse Jokowi, dan juga beberapa teknokrat, sehingga menimbulkan kabinet yang gemuk”.
“Latar belakang mereka yang berbeda, kepentingan yang dibawa berbeda. Lalu ada yang belum berpengalaman, hingga mementingkan ego sektoral. Ini dampak dari upaya Prabowo mengakomodasi semuanya. Akhirnya muncul lah kasus-kasus ini,“ kata Cecep.
Untuk itu, Cecep mengatakan, Prabowo perlu segera melakukan sinergi di antara para pembantunya.
“Sebagai seorang latar belakang militer yang berfikir strategik, idealnya Prabowo bisa melakukan itu. Tapi kemudian kan supporting datanya harus kuat, ketika dia harus mengambil keputusan. Harus reliable-lah,“ katanya.