Monitorday.com – Langkah kaki para calon penjaga keadilan kini semakin pasti. Komisi Yudisial (KY) resmi mengumumkan 179 nama yang berhasil lolos seleksi administrasi dalam proses rekrutmen Calon Hakim Agung dan Calon Hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) Mahkamah Agung (MA) Tahun 2025. Ini bukan sekadar daftar nama, melainkan kumpulan sosok dengan rekam jejak hukum dan dedikasi tinggi yang akan melaju ke medan seleksi kualitas pada 29–30 April mendatang.
Rapat pleno KY menjadi panggung pengesahan, di mana 161 calon hakim agung dan 18 calon hakim ad hoc HAM dinyatakan lolos administrasi dari total 207 pendaftar. Persaingan pun tak main-main. Dari ribuan berkas yang masuk, hanya mereka yang memenuhi indikator kelengkapan dokumen dan kesesuaian persyaratan yang berhasil menembus tahap awal ini. Seperti diungkapkan oleh Anggota KY sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam konferensi pers daring, para kandidat ini telah melewati proses verifikasi yang ketat dan obyektif.
Kini, tantangan lebih besar menanti. Mereka harus menaklukkan seleksi kualitas yang mencakup penulisan makalah di tempat, studi kasus hukum dan KEPPH (Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim), serta tes objektif. Karya profesi dan surat rekomendasi dari tiga tokoh yang mengenal karakter serta kinerja para calon pun wajib diserahkan, menjadi cermin dari jejak langkah hukum mereka selama ini.
M. Taufiq HZ, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY, merinci bahwa mayoritas calon berasal dari kamar pidana (68 orang), disusul kamar perdata (33), agama (40), militer (7), TUN (4), dan TUN pajak (9). Untuk posisi hakim ad hoc HAM, sebanyak 18 orang berhasil lolos, menunjukkan bahwa sektor keadilan HAM tetap menjadi perhatian serius.
Potret peserta seleksi pun mencerminkan keragaman dunia hukum Indonesia. Dari 161 calon hakim agung, sebanyak 125 berasal dari jalur hakim karier, sementara sisanya terdiri dari akademisi, advokat, hakim ad hoc, dan profesi lainnya. Sebaliknya, calon hakim ad hoc HAM diisi oleh advokat (6), akademisi (5), hakim ad hoc (4), serta unsur lain yang memperkaya latar belakang seleksi.
Menariknya, kualitas akademik para calon juga tak main-main. Untuk calon hakim agung, sebanyak 98 orang menyandang gelar doktor, sedangkan 63 lainnya bergelar magister. Demikian pula calon hakim ad hoc HAM, 9 orang di antaranya bergelar doktor—sebuah sinyal kuat bahwa kompetensi intelektual menjadi salah satu pilar dalam seleksi ini.
Namun, seleksi bukan hanya soal kompetensi. Integritas pun menjadi harga mati. KY secara tegas mengingatkan agar para peserta tidak tergoda oleh pihak-pihak yang mengaku bisa membantu kelulusan. “Abaikan semua bentuk intervensi. Seleksi ini murni berdasarkan kualitas dan rekam jejak,” tegas Taufiq, memperkuat komitmen lembaga terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Dalam lanskap hukum yang terus berkembang, kehadiran hakim agung dan hakim ad hoc HAM dengan kapasitas dan integritas tinggi menjadi harapan sekaligus kebutuhan. Tak sekadar menjadi penafsir undang-undang, mereka adalah garda terakhir keadilan dan penjaga marwah peradilan. Langkah mereka kini memasuki fase krusial, di mana kualitas tak bisa dipoles, hanya bisa dibuktikan.
Tinggal hitungan hari menuju seleksi kualitas. Para calon tidak hanya membawa dokumen dan gelar, tapi juga harapan besar publik terhadap keadilan yang berpihak, objektif, dan manusiawi. Siapa pun yang terpilih kelak, satu hal pasti: mereka telah melalui seleksi yang tak hanya ketat, tapi juga menjunjung tinggi semangat reformasi peradilan.