Ruang Sujud
Rahasia Takdir dalam Lauhul Mahfuzh: Apakah Bisa Diubah?

Published
3 hours agoon
By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Konsep takdir merupakan salah satu bagian paling mendalam dalam akidah Islam. Ia menyimpan banyak pertanyaan dan rasa penasaran dalam benak umat Muslim. Di antara pertanyaan yang sering muncul adalah: Apakah takdir bisa diubah? Dan bagaimana hubungan takdir dengan Lauhul Mahfuzh, yaitu kitab catatan di sisi Allah? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menelusuri pengertian Lauhul Mahfuzh, jenis-jenis takdir, dan bagaimana Islam memandang perubahan dalam kehidupan manusia.
Apa Itu Lauhul Mahfuzh?
Lauhul Mahfuzh secara harfiah berarti “papan yang terpelihara”. Dalam ajaran Islam, ia adalah kitab catatan yang berada di sisi Allah, tempat tertulisnya segala hal yang terjadi di alam semesta — dari awal penciptaan hingga akhir zaman. Segala sesuatu yang terjadi, mulai dari kelahiran, rezeki, ajal, pertemuan, hingga perpisahan, semuanya telah ditulis dalam Lauhul Mahfuzh.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
(QS. Al-Hadid: 22)
Ayat ini menegaskan bahwa semua peristiwa, bahkan sebelum terjadi, telah tercatat rapi dalam kitab tersebut. Namun, muncul pertanyaan: Kalau semua sudah tertulis, apakah manusia masih bisa mengubah takdirnya?
Jenis-Jenis Takdir dalam Islam
Untuk memahami hal ini, para ulama membagi takdir menjadi dua jenis utama:
- Takdir Mubram (takdir pasti)
Ini adalah takdir yang sudah ditetapkan secara final dan tidak akan berubah, karena sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh. Contohnya adalah hari kiamat, kematian seseorang (ajal), dan ketetapan Allah terhadap alam semesta secara keseluruhan. Takdir jenis ini bersifat mutlak. - Takdir Muallaq (takdir yang tergantung)
Ini adalah takdir yang ditangguhkan atau tergantung pada usaha manusia dan izin Allah. Contohnya: seseorang yang sakit bisa sembuh jika berobat dan berdoa. Dalam takdir muallaq, perubahan bisa terjadi melalui doa, sedekah, amal saleh, dan ikhtiar lainnya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada yang bisa menolak takdir kecuali doa.”
(HR. Tirmidzi)
Hadis ini menunjukkan bahwa ada takdir yang bisa berubah, namun tentunya tetap dalam batasan ilmu Allah yang telah mencakup semua kemungkinan.
Takdir Bisa Berubah? Bagaimana?
Pertanyaan “apakah takdir bisa diubah?” bisa dijawab ya, tetapi dengan pemahaman yang benar. Perubahan yang terjadi tidak keluar dari catatan Allah. Misalnya, dalam Lauhul Mahfuzh sudah tertulis: “Jika si Fulan berdoa, maka ia akan sembuh. Jika tidak berdoa, maka ia akan terus sakit.” Maka apapun yang dilakukan Fulan, baik berdoa atau tidak, semuanya sudah tercatat sebelumnya.
Dengan kata lain, perubahan yang terjadi di dunia ini tidak bertentangan dengan Lauhul Mahfuzh. Semua pilihan dan skenario hidup sudah masuk dalam catatan ilmu Allah. Itulah mengapa meskipun takdir terlihat berubah dari sudut pandang manusia, sebenarnya semua itu adalah bagian dari kehendak dan ketentuan Allah yang sempurna.
Peran Doa dan Usaha dalam Takdir
Salah satu hikmah penting dari pembagian takdir adalah untuk memotivasi manusia agar tidak pasrah secara buta. Dalam Islam, kita diajarkan untuk selalu berusaha, bekerja keras, dan berdoa — bukan hanya menyerah pada nasib.
Dalam hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya seseorang di antara kalian ada yang beramal dengan amalan penghuni surga hingga jarak antara dia dan surga hanya tinggal satu hasta, namun catatan telah mendahuluinya sehingga dia beramal dengan amalan penghuni neraka lalu masuk neraka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan bahwa seseorang bisa mengubah nasib hidupnya — dari baik menjadi buruk, atau sebaliknya — tergantung pada amal dan keputusannya.
Mengapa Allah Tetap Mencatat Segalanya Jika Bisa Berubah?
Mungkin muncul pertanyaan, “Kalau takdir bisa berubah, mengapa Allah tetap mencatatnya?” Jawabannya adalah: ilmu Allah tidak terbatas oleh waktu dan ruang. Allah sudah mengetahui semua skenario yang akan terjadi, termasuk kemungkinan perubahan karena doa atau usaha. Maka catatan dalam Lauhul Mahfuzh mencakup semua kemungkinan tersebut secara sempurna.
Misalnya: “Jika Ahmad berdoa dan bersedekah, maka hidupnya akan dimudahkan. Jika ia bermalas-malasan, maka hidupnya akan sulit.” Maka saat Ahmad memilih jalan tertentu, takdir itu berjalan sesuai pilihan tersebut — dan semuanya sudah Allah catat.
Hikmah Memahami Takdir dan Lauhul Mahfuzh
- Menumbuhkan semangat ikhtiar dan doa
Mengetahui bahwa takdir tertentu bisa berubah memotivasi kita untuk terus berusaha dan berdoa kepada Allah. - Menghindari sikap fatalis
Islam tidak mengajarkan pasrah tanpa usaha. Justru kita diperintahkan untuk bertindak aktif dalam hidup ini. - Meningkatkan keimanan
Memahami bahwa semua yang terjadi sudah dalam catatan Allah membuat hati menjadi lebih tenang dan yakin bahwa Allah selalu punya rencana terbaik. - Menumbuhkan harapan
Tidak ada kata terlambat untuk berubah. Selama masih hidup, setiap manusia memiliki peluang untuk memperbaiki takdirnya.
Penutup
Takdir adalah misteri ilahi yang tidak sepenuhnya bisa dijangkau akal manusia. Namun, Islam memberikan kita arahan yang jelas: Lauhul Mahfuzh adalah kitab catatan yang mencerminkan ilmu Allah yang sempurna, dan di dalamnya sudah tercatat segala kemungkinan yang akan terjadi. Takdir bisa tampak berubah dari sisi manusia, namun semuanya tetap dalam kendali dan ilmu Allah.
Maka tugas kita bukan untuk menebak takdir, melainkan berusaha, berdoa, dan bertawakal. Sebab dalam Islam, berjuang memperbaiki diri adalah bagian dari iman kepada takdir itu sendiri.

Mungkin Kamu Suka
Ruang Sujud
Perbedaan Lauhul Mahfuzh dan Kitab Catatan Amal: Penjelasan Lengkap

Published
7 hours agoon
23/04/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Dalam ajaran Islam, dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan catatan amal dan takdir manusia. Dua istilah yang seringkali terdengar namun kadang disalahpahami adalah Lauhul Mahfuzh dan Kitab Catatan Amal (Shahifah A’mal). Keduanya memang sama-sama berkaitan dengan catatan perbuatan dan kejadian, namun memiliki fungsi, posisi, dan sifat yang sangat berbeda.
Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai perbedaan Lauhul Mahfuzh dan Kitab Catatan Amal, dilengkapi dengan dalil, fungsi masing-masing, serta relevansinya dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim.
Apa Itu Lauhul Mahfuzh?
Lauhul Mahfuzh adalah kitab catatan yang berada di sisi Allah, yang berisi seluruh ketetapan dan pengetahuan Allah tentang segala sesuatu sejak sebelum alam semesta diciptakan. Dalam istilah lain, Lauhul Mahfuzh sering disebut sebagai “papan catatan tertinggi” atau “papan yang terpelihara”, karena isinya dijaga dan tidak bisa diubah oleh siapa pun.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sebenarnya, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.”
(QS. Al-Buruj: 21-22)“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauhul Mahfuzh.”
Dalam ayat ini, jelas bahwa Al-Qur’an sendiri berasal dari Lauhul Mahfuzh. Ini menunjukkan bahwa catatan di Lauhul Mahfuzh bersifat universal, sempurna, dan abadi.
Apa Itu Kitab Catatan Amal?
Berbeda dari Lauhul Mahfuzh, Kitab Catatan Amal adalah catatan khusus tentang perbuatan setiap manusia, yang ditulis oleh dua malaikat pencatat amal: Raqib dan Atid. Amal baik dan buruk seseorang dicatat secara real-time dalam kitab ini.
Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Infithar: 10-12)
Catatan amal ini nantinya akan diberikan kepada setiap manusia pada Hari Kiamat, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan selama hidup di dunia. Ada yang menerima kitab amal dari tangan kanan (tanda keberhasilan), dan ada yang menerima dari tangan kiri (tanda kebinasaan), sebagaimana disebut dalam Surah Al-Haqqah dan Surah Al-Insyiqaq.
Perbedaan Utama antara Lauhul Mahfuzh dan Kitab Catatan Amal
Berikut adalah beberapa perbedaan mendasar antara keduanya:
Aspek | Lauhul Mahfuzh | Kitab Catatan Amal |
---|---|---|
Definisi | Kitab yang mencatat segala takdir dan ilmu Allah tentang semesta | Kitab yang mencatat perbuatan manusia |
Isi | Segala hal: takdir, ajal, rezeki, bahkan detail semesta | Hanya amal baik dan buruk manusia |
Penulis | Ditulis langsung oleh kehendak Allah | Ditulis oleh malaikat Raqib dan Atid |
Kapan Ditulis | Sebelum penciptaan langit dan bumi | Dicatat saat manusia hidup di dunia |
Dapat Diubah? | Tidak bisa diubah | Bisa berubah (misalnya dengan taubat, amal baik, dll) |
Tujuan | Menunjukkan ilmu dan kekuasaan Allah | Sebagai bukti dan pertanggungjawaban di akhirat |
Hubungan Antara Keduanya
Meski berbeda fungsi dan sifat, Lauhul Mahfuzh dan Kitab Catatan Amal saling berkaitan. Kitab amal mencatat perbuatan nyata manusia yang kemudian menjadi bagian dari takdir hidupnya, sementara Lauhul Mahfuzh sudah mencatat semua kemungkinan dan peristiwa yang akan terjadi, termasuk isi dari Kitab Catatan Amal.
Dengan kata lain, semua yang tercatat oleh malaikat dalam kitab amal, sudah diketahui dan dicatat sebelumnya dalam Lauhul Mahfuzh. Namun, kita tidak tahu bagaimana takdir kita di dalamnya, sehingga kita tetap diperintahkan untuk berusaha dan bertakwa.
Apakah Kitab Catatan Amal Bisa Diubah?
Kitab Catatan Amal masih bisa berubah, selama seseorang hidup dan melakukan perubahan dalam dirinya. Misalnya:
- Taubat: Menghapus dosa yang telah tercatat.
- Sedekah: Bisa menghapus dosa dan memperberat amal baik.
- Doa dan istighfar: Menjadi sebab Allah menghapus catatan buruk.
- Hijrah dan amal saleh: Mengubah kehidupan dan akhir seseorang.
Namun semua ini tetap dalam ilmu Allah. Artinya, Allah sudah tahu apakah seseorang akan taubat atau tidak, dan semuanya tercatat di Lauhul Mahfuzh sejak awal. Tapi dari sudut pandang manusia, kita memiliki pilihan dan tanggung jawab moral.
Relevansi dalam Kehidupan Sehari-Hari
Memahami perbedaan Lauhul Mahfuzh dan Kitab Catatan Amal memiliki dampak besar dalam praktik keagamaan dan kehidupan seorang Muslim:
- Menumbuhkan rasa tanggung jawab: Karena tahu bahwa setiap amal akan dicatat dan dihisab.
- Menjadi motivasi untuk taubat dan perbaikan diri: Karena catatan amal bisa berubah.
- Memperkuat keimanan kepada Allah: Karena kita percaya bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, bahkan sebelum terjadi.
- Mendorong amal shaleh: Setiap perbuatan baik tidak akan sia-sia, karena semuanya tercatat.
Penutup
Lauhul Mahfuzh dan Kitab Catatan Amal adalah dua konsep penting dalam keimanan Islam. Lauhul Mahfuzh mencerminkan ilmu Allah yang absolut, sempurna, dan tidak bisa diubah. Sementara Kitab Catatan Amal adalah dokumen hidup yang mencatat setiap perbuatan manusia dan bisa berubah selama kita masih hidup.
Memahami keduanya bukan hanya menambah pengetahuan, tetapi juga menguatkan keyakinan dan memperbaiki amal, agar saat kitab amal dibuka di akhirat nanti, isinya menjadi sesuatu yang membanggakan di hadapan Allah.
Ruang Sujud
Mengenal Lauhul Mahfuzh: Kitab Ilahi yang Menyimpan Segala Rahasia Alam

Published
11 hours agoon
23/04/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Dalam ajaran Islam, ada banyak hal yang berada di luar jangkauan pancaindra manusia. Salah satunya adalah Lauhul Mahfuzh, sebuah konsep metafisik yang diyakini sebagai tempat tercatatnya segala ketentuan, rahasia, dan takdir kehidupan makhluk ciptaan Allah. Meskipun tidak bisa dilihat oleh mata manusia, keimanan terhadap keberadaan Lauhul Mahfuzh menjadi bagian penting dalam memahami keesaan dan kesempurnaan ilmu Allah.
Lalu, apa itu Lauhul Mahfuzh sebenarnya? Apa saja yang tertulis di dalamnya? Dan bagaimana relevansinya dalam kehidupan manusia? Mari kita bahas secara lengkap.
Pengertian Lauhul Mahfuzh
Lauhul Mahfuzh berasal dari dua kata Arab: lauh yang berarti “papan” atau “lembaran”, dan mahfuzh yang berarti “terpelihara”. Jadi, secara harfiah Lauhul Mahfuzh berarti “papan yang terpelihara”. Dalam konteks teologi Islam, istilah ini merujuk pada sebuah kitab catatan di sisi Allah yang mencakup segala ilmu dan ketetapan sejak sebelum penciptaan alam semesta.
Lauhul Mahfuzh bukan sembarang catatan, melainkan pusat data ilahiah yang merekam segala sesuatu — dari penciptaan langit dan bumi, rezeki makhluk, ajal, musibah, hingga hal-hal yang tampaknya sepele seperti jatuhnya daun dari pohon. Semuanya tertulis secara rinci.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”
(QS. Al-Hijr: 21)
“Tiada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya.”
(QS. Al-Hadid: 22)
Isi Lauhul Mahfuzh: Apa Saja yang Tertulis?
Ulama menjelaskan bahwa Lauhul Mahfuzh memuat segala sesuatu yang telah, sedang, dan akan terjadi. Berikut beberapa contoh hal-hal yang tertulis di dalamnya:
- Takdir setiap makhluk Mulai dari kapan dan di mana manusia dilahirkan, siapa orang tuanya, berapa lama hidupnya, hingga bagaimana ia meninggal.
- Rezeki dan jodoh Setiap bentuk pemberian yang diterima manusia, termasuk makanan, pekerjaan, pasangan hidup, dan anak-anak.
- Musibah dan cobaan Bencana alam, sakit, kecelakaan, dan ujian lainnya sudah tercatat sejak lama.
- Amal perbuatan Meskipun setiap manusia memiliki kitab amal yang ditulis oleh malaikat, Allah sudah mengetahui terlebih dahulu isi amal tersebut dan mencatatnya di Lauhul Mahfuzh.
- Akhir kehidupan dan nasib di akhirat Siapa yang masuk surga dan siapa yang masuk neraka, semuanya telah diketahui Allah dan tercatat dalam kitab ini.
Apakah Takdir dalam Lauhul Mahfuzh Bisa Diubah?
Salah satu pertanyaan besar yang sering muncul adalah: Jika semua sudah tercatat, apakah manusia masih punya pilihan? Jawabannya ada dalam pemahaman terhadap ilmu Allah dan jenis takdir.
Ulama membedakan takdir menjadi dua:
- Takdir Mubram: Takdir yang pasti dan tidak bisa diubah. Ini termasuk dalam Lauhul Mahfuzh. Contohnya: kematian, waktu kiamat, dan lain-lain.
- Takdir Muallaq: Takdir yang bergantung pada usaha dan doa. Contohnya: kesembuhan dari penyakit jika berobat dan berdoa.
Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada yang bisa menolak takdir selain doa.”
(HR. Tirmidzi)
Artinya, meskipun semuanya sudah tertulis di sisi Allah, manusia tetap memiliki tanggung jawab atas pilihannya di dunia ini. Allah Maha Mengetahui, tapi manusia tetap diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya. Perubahan yang terjadi bukan karena Allah mengubah pendapat-Nya, tapi karena semua kemungkinan sudah dicatat di Lauhul Mahfuzh sejak awal.
Fungsi Lauhul Mahfuzh dalam Keimanan
Keberadaan Lauhul Mahfuzh mengajarkan banyak hal dalam kehidupan spiritual seorang Muslim. Berikut beberapa fungsi pentingnya:
- Menguatkan keimanan pada takdir
Meyakini bahwa Allah telah mencatat segalanya menjadikan kita lebih yakin bahwa hidup ini berada dalam kendali-Nya. - Memberi ketenangan hati
Apapun yang terjadi, baik maupun buruk, sudah menjadi ketetapan Allah yang pasti ada hikmahnya. - Mendorong amal saleh dan taubat
Meskipun semuanya telah ditulis, kita tetap diperintahkan untuk berbuat baik, karena amal adalah bagian dari ketetapan itu sendiri. - Menumbuhkan rasa tawakal
Setelah berusaha, kita berserah diri kepada Allah, karena hanya Dia yang mengetahui hasil akhirnya.
Pelajaran Hidup dari Lauhul Mahfuzh
- Jangan terlalu khawatir tentang masa depan. Jika kita yakin semua telah Allah atur, maka tugas kita adalah menjalani hari ini sebaik-baiknya.
- Jangan sombong atas pencapaian. Keberhasilan adalah bagian dari takdir, maka tetaplah rendah hati.
- Teruslah berdoa dan berusaha. Karena doa dan ikhtiar bisa menjadi sebab perubahan dalam jalan hidup kita.
Penutup
Lauhul Mahfuzh bukan sekadar kitab catatan, melainkan manifestasi dari ilmu dan kekuasaan Allah yang tak terbatas. Di dalamnya, tertulis segala rahasia semesta dan kehidupan manusia. Meskipun tidak bisa diakses oleh makhluk, keberadaannya menjadi pilar penting dalam akidah Islam.
Dengan memahami konsep ini, seorang Muslim dapat menyeimbangkan antara keyakinan terhadap takdir dan semangat untuk berusaha, karena keduanya tidak bertentangan. Justru, di sanalah letak keindahan Islam: semua sudah tertulis, tapi kita tetap diminta untuk memilih dan berjuang.
Ruang Sujud
Nyai Ahmad Dahlan: Pelopor Pendidikan Perempuan dalam Islam

Published
23 hours agoon
22/04/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Di balik nama besar pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, tersimpan sosok wanita luar biasa yang turut memainkan peran penting dalam perjalanan dakwah dan pendidikan umat, yakni Nyai Ahmad Dahlan. Ia bukan hanya pendamping setia, tetapi juga seorang pemimpin yang visioner, terutama dalam menggerakkan kesadaran pendidikan perempuan dalam masyarakat Muslim Indonesia pada awal abad ke-20.
Nyai Ahmad Dahlan lahir dengan nama Siti Walidah di Kauman, Yogyakarta, pada tahun 1872. Ia berasal dari keluarga ulama terpandang, di mana ayahnya, KH Fadhil, adalah seorang penghulu keraton yang dihormati. Dari kecil, Siti Walidah mendapatkan pendidikan agama yang kuat, mencakup Al-Qur’an, fikih, tauhid, dan tasawuf, sesuai dengan tradisi pesantren keluarga pada masa itu. Namun, berbeda dengan kebanyakan perempuan di zamannya, ia tumbuh dengan kesadaran kritis akan pentingnya ilmu dan kemajuan umat.
Ketika menikah dengan KH Ahmad Dahlan, Siti Walidah tidak hanya menjadi istri, melainkan mitra sejati dalam perjuangan. Ia aktif membantu suaminya dalam mengembangkan Muhammadiyah, terutama dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan perempuan. Pada masa itu, perempuan masih dianggap terbatas ruang geraknya, lebih banyak dibebani urusan domestik tanpa akses luas terhadap pendidikan. Nyai Ahmad Dahlan memandang kondisi ini sebagai tantangan besar yang harus diubah demi kemajuan umat Islam.
Dalam perjalanannya, Nyai Ahmad Dahlan menyadari bahwa kebangkitan bangsa tak akan tercapai tanpa mencerdaskan kaum perempuan. Sebab perempuanlah yang menjadi pendidik pertama dalam keluarga, membentuk karakter generasi masa depan. Dengan semangat ini, ia kemudian mendirikan Sopo Tresno, sebuah kelompok pengajian yang khusus membahas ilmu agama dan isu-isu sosial bagi perempuan. Kelompok ini menjadi embrio dari gerakan besar yang kemudian dikenal sebagai Aisyiyah.
Aisyiyah didirikan pada tahun 1917 sebagai bagian dari Muhammadiyah, dengan tujuan utama meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui pendidikan, dakwah, dan amal sosial. Di bawah kepemimpinan Nyai Ahmad Dahlan, Aisyiyah bukan hanya mengajarkan agama, tapi juga keterampilan praktis, seperti membaca, menulis, menjahit, hingga pengelolaan rumah tangga berbasis nilai Islam. Ini merupakan langkah revolusioner pada zamannya, ketika akses perempuan terhadap pendidikan sangat minim.
Dengan Aisyiyah, Nyai Ahmad Dahlan mengajarkan bahwa Islam tidak pernah membatasi perempuan untuk belajar dan berperan aktif dalam masyarakat. Sebaliknya, Islam justru mendorong umatnya, baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu dan mengabdikan diri pada kebaikan sosial. Pandangan ini membedakan Aisyiyah dari banyak organisasi perempuan lainnya pada masa itu, karena menempatkan pendidikan dan dakwah sebagai pusat gerakan.
Nyai Ahmad Dahlan juga memimpin pelaksanaan program sosial untuk membantu kaum dhuafa, termasuk mendirikan sekolah-sekolah putri dan panti asuhan. Ia tak segan turun langsung ke lapangan, mendampingi anak-anak yatim, perempuan miskin, dan masyarakat yang terpinggirkan. Sikap egaliternya yang rendah hati membuatnya dicintai banyak kalangan, dari rakyat kecil hingga kaum bangsawan.
Dalam perjuangannya, Nyai Ahmad Dahlan menghadapi berbagai tantangan berat, mulai dari cibiran, tekanan budaya patriarki, hingga kesulitan finansial. Namun dengan tekad kuat dan keikhlasan, ia mampu membuktikan bahwa perubahan sosial berbasis nilai-nilai Islam adalah sesuatu yang mungkin diwujudkan. Aisyiyah pun terus berkembang, menjadi organisasi perempuan Islam terbesar di Indonesia yang hingga kini tetap aktif dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan advokasi sosial.
Setelah KH Ahmad Dahlan wafat pada 1923, Nyai Ahmad Dahlan tidak surut semangatnya. Ia justru semakin aktif membesarkan Aisyiyah dan melanjutkan misi dakwah sang suami. Ia memimpin Kongres Perempuan Indonesia pertama pada tahun 1928 di Yogyakarta, sebuah tonggak sejarah dalam pergerakan perempuan nasional. Dalam forum tersebut, ia mendorong persatuan perempuan dari berbagai latar belakang untuk memperjuangkan hak-hak pendidikan, sosial, dan kebangsaan.
Nyai Ahmad Dahlan wafat pada 31 Mei 1946 di Yogyakarta, di tengah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari agresi militer Belanda. Atas dedikasi dan perjuangannya, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Nyai Ahmad Dahlan pada tahun 1971. Ia menjadi simbol perempuan Muslim Indonesia yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dengan semangat pembebasan dan kemajuan sosial.
Warisan perjuangan Nyai Ahmad Dahlan masih terasa hingga kini. Aisyiyah, yang ia dirikan dan besarkan, tetap menjadi kekuatan besar dalam pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan perempuan di Indonesia. Sekolah-sekolah Aisyiyah, rumah sakit, dan lembaga sosial yang tersebar di seluruh Nusantara adalah bukti nyata bahwa perjuangan pendidikan perempuan berbasis Islam tidak pernah padam.
Nyai Ahmad Dahlan mengajarkan bahwa perempuan Muslim tidak hanya berhak untuk belajar, tetapi juga wajib untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Ia adalah pelopor yang membuktikan bahwa iman, ilmu, dan amal dapat berpadu dalam mewujudkan perubahan besar. Di tengah tantangan zaman modern, semangat Nyai Ahmad Dahlan tetap menjadi inspirasi untuk terus memperjuangkan pendidikan, kesetaraan, dan kemajuan perempuan dalam kerangka nilai-nilai Islam.
Ruang Sujud
Hj. Rasuna Said: Sang Singa Betina dari Minangkabau

Published
1 day agoon
22/04/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Di tengah gelora perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan, banyak sosok wanita tangguh yang turut mengambil peran penting. Salah satu di antaranya adalah Hajjah Rasuna Said, pejuang perempuan asal Minangkabau yang dikenal karena keberaniannya berpidato lantang menuntut keadilan. Ia dijuluki sebagai “Singa Betina dari Minangkabau” karena semangat perjuangannya yang menggelegar, penuh keberanian, dan tak kenal takut, terutama dalam membela hak-hak rakyat Indonesia, termasuk hak perempuan.
Hj. Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 di Maninjau, Agam, Sumatera Barat. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menghargai pendidikan dan nilai-nilai Islam. Sejak kecil, Rasuna Said sudah menunjukkan kecerdasannya, tidak hanya dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam memahami kondisi sosial masyarakat sekitarnya. Pendidikan dasarnya ia tempuh di pesantren, di mana ia mempelajari Al-Qur’an, ilmu agama, serta memperdalam wawasan kebangsaan.
Masuk usia remaja, Rasuna Said semakin peka terhadap ketidakadilan yang dialami rakyat pribumi di bawah penjajahan Belanda. Ia menyadari betapa pentingnya peran pendidikan dalam mengangkat martabat bangsa, terutama bagi kaum perempuan yang saat itu banyak terpinggirkan. Berbekal semangat perubahan, Rasuna terlibat dalam organisasi pendidikan dan sosial, lalu bergabung dengan organisasi politik seperti Sarekat Rakyat dan Partai Islam Indonesia (PII).
Melalui pidato-pidatonya, Rasuna Said berani mengecam keras praktik penjajahan Belanda dan menyerukan pentingnya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Pidato-pidatonya begitu tajam, berapi-api, dan menginspirasi banyak orang, terutama kaum muda, untuk berani bangkit melawan ketidakadilan. Salah satu momen bersejarah adalah saat ia berpidato di depan umum pada 1932 di Padang, di mana ia mengkritik habis-habisan kebijakan diskriminatif Belanda terhadap pribumi.
Namun keberanian Rasuna Said tidak tanpa risiko. Akibat pidatonya yang dianggap membahayakan ketertiban kolonial, ia dijebloskan ke penjara pada tahun 1932 di Semarang. Saat diadili, Rasuna tetap tegas mempertahankan prinsipnya bahwa perjuangan melawan penjajahan adalah kewajiban moral dan nasional. Ia menjadi salah satu perempuan pertama di Indonesia yang dipenjara karena aktivitas politik, membuktikan bahwa perjuangan bukan hanya milik kaum lelaki.
Meski sempat dipenjara, semangat Rasuna tidak pernah surut. Setelah bebas, ia kembali aktif dalam dunia pendidikan dan politik. Ia mendirikan sekolah-sekolah untuk perempuan, memberikan akses belajar bagi anak-anak yang selama ini terpinggirkan. Baginya, pendidikan adalah senjata utama untuk membebaskan bangsa dari belenggu ketertinggalan dan ketidakadilan. Ia juga aktif dalam organisasi Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI), yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur politik dan sosial.
Tidak hanya berjuang dalam lingkup daerah, Rasuna Said juga berperan besar di kancah nasional. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia dipercaya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan kemudian duduk di Dewan Pertimbangan Agung. Dalam posisi ini, Rasuna tetap membawa suara rakyat kecil dan perempuan, memperjuangkan keadilan sosial serta hak-hak perempuan di tengah perubahan besar bangsa Indonesia.
Keislaman Rasuna Said sangat kental dalam setiap perjuangannya. Ia percaya bahwa nilai-nilai Islam menuntut keadilan, persamaan hak, dan penghormatan terhadap perempuan. Rasuna memadukan semangat nasionalisme dengan nilai keislaman, membuktikan bahwa menjadi Muslim yang taat sekaligus pejuang kemerdekaan adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Hj. Rasuna Said wafat pada 2 November 1965 di Jakarta. Meski raganya telah tiada, semangat perjuangan dan keteguhannya tetap hidup di hati bangsa Indonesia. Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya, pemerintah Indonesia menetapkan Hj. Rasuna Said sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1974. Namanya pun diabadikan menjadi nama salah satu jalan protokol penting di Jakarta, yaitu Jalan H.R. Rasuna Said di kawasan Kuningan.
Hj. Rasuna Said mengajarkan kita bahwa keberanian dan keteguhan prinsip tidak mengenal jenis kelamin. Ia membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin, pendidik, dan pejuang yang tak kalah gagah dari laki-laki. Ia juga menunjukkan bahwa Islam, ketika dipahami dengan benar, mendorong umatnya untuk aktif dalam memperjuangkan keadilan dan kebaikan di muka bumi.
Semangat Rasuna Said tetap relevan hingga kini, di tengah perjuangan panjang bangsa ini untuk mencapai keadilan sosial, pendidikan yang merata, dan penghargaan terhadap perempuan. Dalam setiap langkah perubahan yang kita lakukan hari ini, ada jejak semangat Rasuna yang menuntun kita untuk terus berani bersuara, berjuang, dan berbakti untuk negeri.
Sebagaimana Rasuna pernah berkata, “Selama rakyat masih menderita, perjuangan kita belum selesai.” Sebuah pesan yang akan terus bergema, selama keadilan dan kemerdekaan sejati belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh anak bangsa.
Ruang Sujud
R.A. Kartini: Pejuang Emansipasi Perempuan Muslim

Published
1 day agoon
22/04/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Raden Ajeng Kartini adalah salah satu sosok paling berpengaruh dalam sejarah bangsa Indonesia, terutama dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Dilahirkan pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah, Kartini lahir dari keluarga bangsawan Jawa yang memegang teguh tradisi. Meski hidup dalam lingkungan yang konservatif, Kartini sejak kecil sudah menunjukkan ketertarikan besar pada dunia pendidikan, keadilan, dan kemajuan perempuan.
Sebagai anak seorang Bupati Jepara, Kartini mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah elit untuk anak-anak Belanda dan bangsawan pribumi. Di sinilah ia mulai belajar bahasa Belanda dan membuka cakrawala pikirannya terhadap dunia luar. Namun, ketika usianya menginjak 12 tahun, seperti kebiasaan adat Jawa saat itu, Kartini harus menjalani masa “dipingit” — dikurung di rumah hingga tiba waktunya dinikahkan. Pengalaman inilah yang kemudian membentuk keprihatinan mendalam dalam diri Kartini terhadap nasib perempuan pribumi yang terpinggirkan.
Dalam keterbatasannya, Kartini tidak menyerah. Ia mengisi waktunya dengan membaca buku, majalah, dan surat kabar berbahasa Belanda yang memberinya banyak wawasan baru tentang ide-ide kebebasan, kesetaraan, dan pendidikan. Ia juga mulai menjalin korespondensi dengan teman-temannya di Belanda, salah satunya Rosa Abendanon, yang kemudian menjadi jembatan penting dalam menyuarakan gagasannya ke dunia luar.
Dalam surat-suratnya, yang kelak dibukukan dalam “Door Duisternis tot Licht” (Habis Gelap Terbitlah Terang), Kartini menyampaikan keresahannya tentang ketidakadilan yang dialami perempuan, pentingnya pendidikan bagi kaum wanita, serta keinginannya untuk melihat Islam menjadi agama yang memajukan umat, bukan malah membelenggu. Kartini percaya bahwa nilai-nilai Islam sejati, yang mengajarkan keadilan, penghormatan terhadap perempuan, dan keutamaan ilmu, sangat sesuai dengan perjuangannya.
Pandangan Kartini terhadap Islam sangat menarik. Ia mengkritik praktik-praktik budaya yang mengatasnamakan agama, padahal sesungguhnya bertentangan dengan ajaran Islam yang hakiki. Bagi Kartini, Islam seharusnya menjadi kekuatan pencerahan, bukan kekangan. Ia bermimpi melihat perempuan Muslim di Indonesia bebas menuntut ilmu, berkontribusi untuk masyarakat, dan tetap menjaga identitas keimanannya.
Semangat Kartini untuk mengangkat derajat perempuan terlihat nyata saat ia berusaha mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan pribumi. Setelah menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang, ia mendapatkan kesempatan lebih luas untuk mewujudkan cita-citanya. Dengan dukungan suaminya, Kartini mendirikan Sekolah Kartini di Rembang, yang fokus memberikan pendidikan dasar bagi perempuan, termasuk keterampilan rumah tangga dan membaca menulis.
Sayangnya, perjuangan Kartini tidak berlangsung lama. Ia wafat pada 17 September 1904, dalam usia yang sangat muda, 25 tahun, beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya. Meski singkat, hidup Kartini telah menyalakan obor perubahan yang terus menyala hingga hari ini. Semangat dan pemikirannya menginspirasi lahirnya banyak gerakan perempuan dan menjadi salah satu fondasi penting dalam perkembangan pendidikan dan hak asasi wanita di Indonesia.
Pada tahun 1964, Presiden Soekarno menetapkan tanggal lahir Kartini, 21 April, sebagai Hari Kartini, untuk menghormati jasa-jasanya memperjuangkan emansipasi perempuan. Setiap tahun, peringatan Hari Kartini tidak hanya mengenang sosoknya sebagai pahlawan nasional, tetapi juga sebagai simbol penting perjuangan kaum perempuan Indonesia, terutama perempuan Muslim, untuk mendapatkan hak-haknya secara adil.
Perjuangan Kartini sesungguhnya bukan sekadar soal kebebasan tanpa batas. Ia membayangkan perempuan Muslim yang terdidik, berpengetahuan luas, mandiri secara intelektual, namun tetap menjaga nilai-nilai luhur agama dan budaya bangsa. Ini menjadi pesan penting yang relevan hingga sekarang, di mana perempuan Indonesia terus bergerak maju di berbagai bidang, tanpa melupakan identitas diri sebagai Muslimah yang berdaya.
Semangat Kartini seolah berbisik kepada generasi sekarang: bahwa pendidikan adalah jalan utama untuk memperbaiki keadaan, bahwa perempuan memiliki hak yang sama untuk bermimpi dan berkontribusi, dan bahwa nilai-nilai Islam yang murni adalah kekuatan untuk kemajuan, bukan penghambat.
Kini, berkat perjuangan Kartini dan banyak perempuan lainnya yang mengikuti jejaknya, perempuan Indonesia menikmati hak-hak yang lebih luas — mengenyam pendidikan tinggi, berkiprah di dunia profesional, politik, sosial, bahkan menjadi pemimpin bangsa. Namun, perjuangan itu belum selesai. Masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk memastikan setiap perempuan di pelosok negeri ini mendapatkan kesempatan yang sama, tanpa diskriminasi.
Di tengah era globalisasi dan perkembangan teknologi saat ini, semangat Kartini justru semakin relevan. Kita diingatkan untuk terus belajar, memperjuangkan keadilan, dan menjaga keseimbangan antara kemajuan dan nilai-nilai spiritual. Seperti yang pernah ditulis Kartini dalam salah satu suratnya, “Semoga Tuhan mengizinkan agar kami mampu mengangkat bangsa kami, bangsa Indonesia, dari jurang kehinaan.”
R.A. Kartini telah menanamkan benih perubahan itu, dan tugas kitalah untuk terus menumbuhkannya.
Ruang Sujud
Cut Nyak Dhien: Pahlawan Perempuan Muslim dari Aceh

Published
1 day agoon
22/04/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Cut Nyak Dhien adalah salah satu tokoh perempuan terbesar dalam sejarah perjuangan Indonesia. Ia lahir di Aceh Besar pada tahun 1848, di tengah keluarga bangsawan yang sangat taat beragama dan cinta tanah air. Semangat jihad dan cintanya kepada Islam membentuk karakter Cut Nyak Dhien sebagai sosok wanita yang tangguh, berani, dan penuh pengorbanan.
Sejak muda, Cut Nyak Dhien sudah terlatih dalam ilmu agama dan ketangkasan bela diri. Ketika Belanda mulai memperluas kolonialisasi ke wilayah Aceh, rakyat Aceh, termasuk keluarga Cut Nyak Dhien, tidak tinggal diam. Perlawanan sengit pun dimulai. Setelah suaminya, Teuku Ibrahim Lamnga, gugur dalam perang, Cut Nyak Dhien tidak larut dalam kesedihan. Sebaliknya, ia bangkit memimpin pasukan untuk melanjutkan perjuangan suaminya.
Cut Nyak Dhien dikenal sebagai sosok pemimpin yang karismatik. Ia tidak hanya ahli strategi perang, tetapi juga mengobarkan semangat jihad di antara para pejuang. Dalam banyak kesempatan, ia menegaskan bahwa mempertahankan tanah air dari penjajahan adalah bagian dari ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT.
Perjuangan Cut Nyak Dhien berlangsung selama bertahun-tahun, dalam kondisi yang sangat berat. Meski usianya semakin tua dan kesehatannya memburuk, ia tetap berada di medan perang. Akhirnya, karena pengkhianatan salah satu anak buahnya yang kasihan melihat keadaannya, Cut Nyak Dhien berhasil ditangkap Belanda pada tahun 1905.
Setelah ditangkap, ia diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat. Dalam pengasingan, Cut Nyak Dhien tetap menunjukkan keteguhan iman dan semangat perjuangan. Ia wafat pada 6 November 1908 di tanah pengasingan, jauh dari kampung halamannya, namun namanya tetap harum sebagai simbol keberanian dan keikhlasan dalam membela agama dan bangsa.
Cut Nyak Dhien bukan hanya pahlawan Aceh, tetapi juga pahlawan nasional Indonesia. Pada tahun 1964, pemerintah Indonesia resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Cut Nyak Dhien, mengabadikan namanya dalam sejarah sebagai salah satu perempuan Muslim yang membela kehormatan umat dan negeri ini sampai titik darah penghabisan.
Semangat Cut Nyak Dhien hingga kini menjadi inspirasi, bahwa perjuangan, keberanian, dan iman bisa bersatu dalam satu langkah besar untuk membela yang benar.
Ruang Sujud
Mengapa Tafaqquh Fid Din Menjadi Kunci Kesuksesan Dunia dan Akhirat

Published
2 days agoon
21/04/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Dalam perjalanan hidup manusia, tujuan utama bukan hanya meraih kesuksesan duniawi, tetapi juga mencapai keselamatan dan kebahagiaan di akhirat. Untuk mencapai keduanya, memperdalam pemahaman agama (tafaqquh fid din) menjadi bekal yang tidak tergantikan. Rasulullah ﷺ sendiri menegaskan dalam sabdanya, “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan membuatnya faham terhadap agama.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan betapa tingginya nilai tafaqquh fid din dalam Islam.
Memahami Agama adalah Bekal dalam Menjalani Hidup
Agama Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga dengan sesama manusia dan alam semesta. Tanpa pemahaman agama yang baik, seseorang mudah terjebak dalam kesalahan, baik dalam beribadah, bermuamalah, maupun mengambil keputusan sehari-hari.
Dengan tafaqquh fid din, seseorang memahami mana yang halal dan haram, mana yang benar dan salah, serta mana yang membawa keberkahan dalam hidup. Ia mampu menata hidupnya dengan nilai-nilai syariat yang penuh rahmat dan keseimbangan, sehingga dunia dan akhiratnya menjadi lebih terarah.
Tafaqquh Membentuk Pribadi yang Bijaksana dan Adil
Pemahaman agama yang mendalam menjadikan seseorang memiliki pandangan luas dan jiwa yang adil. Ia tidak mudah terprovokasi, tidak bersikap ekstrem, dan selalu mengedepankan keadilan serta kasih sayang dalam setiap sikapnya. Dalam bermasyarakat, pribadi yang bertafaqquh fid din menjadi perekat persatuan, penengah konflik, dan sumber kedamaian.
Sikap bijaksana ini sangat berharga, apalagi di tengah dunia yang penuh dengan tantangan sosial, perbedaan, dan konflik. Dengan tafaqquh, seseorang mampu menahan diri dari sikap emosional dan bertindak dengan dasar ilmu serta hikmah.
Mengantarkan pada Kesuksesan Dunia
Orang yang memahami agama dengan baik akan menjalani hidup dengan nilai-nilai integritas, kejujuran, tanggung jawab, dan kerja keras. Semua nilai ini adalah kunci sukses di dunia profesional maupun sosial. Dalam bisnis, orang yang berpegang pada prinsip syariah akan menghindari riba, penipuan, dan ketidakadilan, sehingga membangun usaha yang bersih dan berkah.
Di dunia pendidikan, politik, kesehatan, hingga teknologi, prinsip-prinsip Islam mendorong profesionalisme, keadilan, dan pelayanan kepada sesama. Itulah sebabnya banyak tokoh besar dalam sejarah Islam, dari pedagang hingga ilmuwan, menjadikan tafaqquh fid din sebagai pondasi hidup mereka sebelum meraih prestasi dunia.
Menjadi Investasi Abadi untuk Akhirat
Lebih dari sekadar manfaat duniawi, tafaqquh fid din adalah investasi sejati untuk akhirat. Ilmu agama membimbing seseorang untuk beribadah dengan benar, memperbaiki amal, dan mengikhlaskan niatnya hanya untuk Allah. Ia juga mampu menjadi sebab tersebarnya kebaikan kepada orang lain, karena setiap ajakan, nasihat, dan amal saleh yang berlandaskan ilmu akan berbuah pahala yang terus mengalir.
Bahkan, seorang alim yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain mendapat keutamaan yang luar biasa. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya keutamaan seorang alim atas ahli ibadah seperti keutamaanku atas orang paling rendah di antara kalian.” (HR. Tirmidzi). Ini menunjukkan bahwa jalan ilmu lebih mulia daripada sekadar beribadah tanpa ilmu.
Tantangan Tafaqquh di Era Modern
Tentu, memperdalam agama di era digital memiliki tantangan tersendiri. Banyak informasi agama yang tersebar tanpa verifikasi, banyak paham-paham ekstrem yang mudah diakses, dan banyak pula godaan duniawi yang menggerus semangat belajar. Oleh karena itu, niat yang kuat, kesabaran, serta memilih guru dan sumber yang terpercaya menjadi kunci dalam menjaga kualitas tafaqquh fid din.
Membangun komunitas belajar, mengikuti halaqah atau kajian rutin, dan mengatur waktu khusus untuk membaca kitab-kitab ulama adalah beberapa cara praktis untuk bertahan di jalur ini.
Penutup: Jalan Menuju Keberkahan
Tafaqquh fid din bukan hanya tugas para santri atau ulama. Ini adalah kebutuhan setiap Muslim, baik yang berprofesi sebagai pedagang, dokter, insinyur, politisi, ataupun ibu rumah tangga. Dengan ilmu agama, kita bisa menata niat, memperbaiki amal, membangun kehidupan yang lebih bermakna, dan menyiapkan bekal terbaik untuk perjalanan panjang menuju akhirat.
Di dunia ini, ilmu agama membimbing langkah kita agar tidak tersesat. Di akhirat nanti, ilmu itulah yang akan menerangi jalan kita menuju surga. Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa bersemangat dalam tafaqquh fid din, demi kebahagiaan dunia dan akhirat yang sejati.
Ruang Sujud
Kisah Ulama Besar yang Menginspirasi Semangat Tafaqquh Fid Din

Published
2 days agoon
21/04/2025By
Yusuf Hasyim
Tafaqquh fid din, yaitu memperdalam ilmu agama, telah menjadi ciri khas generasi terbaik umat Islam. Sejak masa sahabat Nabi hingga zaman keemasan Islam, para ulama besar menunjukkan betapa pentingnya memahami agama secara mendalam untuk membimbing diri, masyarakat, bahkan dunia. Kisah-kisah mereka bukan sekadar nostalgia sejarah, tapi juga sumber inspirasi yang relevan untuk kita di zaman ini. Berikut beberapa kisah ulama besar yang membangkitkan semangat tafaqquh fid din.
Imam Syafi’i: Haus Ilmu Sejak Kecil
Imam Syafi’i, pendiri salah satu mazhab fikih terbesar dalam Islam, adalah contoh luar biasa tentang semangat menuntut ilmu. Lahir di Gaza pada tahun 150 H, sejak kecil ia sudah menunjukkan kecintaan luar biasa terhadap Al-Qur’an dan hadis. Di usia tujuh tahun, Imam Syafi’i telah hafal Al-Qur’an, dan di usia sepuluh tahun sudah hafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
Demi memperdalam ilmunya, Syafi’i muda tidak segan-segan melakukan perjalanan jauh dari Makkah ke Madinah, Irak, hingga Mesir. Ia belajar langsung dari para ulama besar, bahkan rela hidup dalam kesederhanaan asalkan bisa mendapatkan sanad keilmuan yang kuat. Imam Syafi’i membuktikan bahwa tafaqquh fid din memerlukan usaha sungguh-sungguh, kesabaran, dan pengorbanan.
Imam Malik: Menjaga Adab dalam Menuntut Ilmu
Salah satu pesan penting dalam perjalanan tafaqquh fid din adalah adab terhadap ilmu dan guru. Hal ini tercermin dalam kisah Imam Malik bin Anas. Dikenal sebagai imam Dar al-Hijrah (Madinah), Imam Malik sangat menekankan kehormatan terhadap ilmu.
Disebutkan dalam riwayat, sebelum mengajar hadis, Imam Malik mandi, memakai pakaian terbaiknya, dan mengenakan wewangian. Ia ingin menunjukkan bahwa hadis Nabi Muhammad ﷺ tidak boleh diajarkan dalam keadaan sembarangan. Beliau juga sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadis, tidak mau berkata “Rasulullah bersabda” kecuali yakin kebenarannya.
Dari Imam Malik, kita belajar bahwa tafaqquh fid din bukan hanya tentang menguasai ilmu, tapi juga menjaga akhlak, adab, dan rasa hormat terhadap sumber-sumber agama.
Imam Al-Ghazali: Menggabungkan Akal dan Hati
Imam Abu Hamid Al-Ghazali adalah contoh bagaimana tafaqquh fid din harus seimbang antara kecerdasan intelektual dan kejernihan spiritual. Sebagai seorang filsuf, fakih, dan sufi, Al-Ghazali pernah mengalami krisis batin dalam perjalanan hidupnya.
Setelah mencapai puncak karier akademik sebagai guru besar di Universitas Nizamiyah Baghdad, Al-Ghazali tiba-tiba meninggalkan segalanya untuk mencari ketulusan dalam beragama. Ia menghabiskan bertahun-tahun dalam pengembaraan spiritual sebelum akhirnya kembali menulis karya-karya besar seperti Ihya Ulumuddin, sebuah kitab yang menyatukan antara ilmu lahiriah dan batiniah.
Al-Ghazali mengajarkan bahwa memahami agama tidak cukup dengan logika semata, tetapi harus juga menghidupkan hati, membersihkan niat, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh keikhlasan.
Syaikh Ibnu Taimiyah: Semangat Membela Kebenaran
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah ulama yang dikenal berani dalam membela kebenaran, meski harus menghadapi banyak tantangan. Ia hidup di masa yang penuh dengan fitnah pemikiran dan serangan dari luar Islam.
Dalam perjalanan ilmunya, Ibnu Taimiyah tidak hanya menguasai berbagai bidang — fikih, tafsir, aqidah, hingga debat antaragama — tapi juga berani menghadapi tekanan politik dan sosial. Ia berkali-kali dipenjara karena keteguhannya dalam mempertahankan prinsip kebenaran menurut pemahaman salaf.
Dari Ibnu Taimiyah kita belajar bahwa tafaqquh fid din bukan hanya untuk memperkaya diri sendiri, tetapi juga untuk membela kemurnian ajaran Islam dan meluruskan penyimpangan dengan hikmah dan keberanian.
Pelajaran Besar dari Para Ulama
Kisah para ulama besar ini mengajarkan kepada kita bahwa tafaqquh fid din membutuhkan kesungguhan, ketekunan, adab, kejernihan hati, dan keberanian. Mereka tidak sekadar belajar untuk diri sendiri, tapi berjuang menjadikan ilmunya bermanfaat untuk umat.
Di era digital sekarang, akses ilmu memang lebih mudah. Namun, semangat, etos belajar, dan adab seperti para ulama terdahulu tetap harus menjadi teladan. Kita perlu serius mencari ilmu, memverifikasi sumber belajar, menjaga akhlak dalam menuntut ilmu, dan memanfaatkan ilmu tersebut untuk membawa manfaat bagi masyarakat.
Setiap Muslim, apapun profesinya, memiliki kewajiban untuk memperdalam agama sesuai kemampuannya. Karena sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan membuatnya faham terhadap agama.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semangat tafaqquh fid din bukan hanya milik santri, ulama, atau akademisi. Ia adalah jalan hidup setiap Muslim yang ingin hidupnya diberkahi, dunianya penuh makna, dan akhiratnya bercahaya.
Ruang Sujud
Langkah-Langkah Praktis untuk Meningkatkan Tafaqquh Fid Din di Era Digital

Published
2 days agoon
21/04/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Di tengah derasnya arus informasi saat ini, memperdalam pemahaman agama (tafaqquh fid din) menjadi semakin penting bagi setiap Muslim. Namun, era digital juga membuka banyak peluang baru untuk belajar agama dengan lebih mudah dan efektif. Berikut beberapa langkah praktis yang bisa ditempuh untuk meningkatkan tafaqquh fid din di zaman modern ini.
Pertama, manfaatkan platform pembelajaran online yang terpercaya. Banyak lembaga Islam ternama kini menyediakan kursus fikih, aqidah, tafsir, hingga hadis secara daring, seperti Al-Azhar, Madinah Institute, atau berbagai madrasah digital. Dengan mengikuti kelas terstruktur, kita bisa belajar dari sumber yang sahih dan terarah.
Kedua, perbanyak membaca literatur klasik dan kontemporer. Jangan hanya mengandalkan postingan singkat di media sosial. Pilih buku-buku karya ulama kredibel, seperti Al-Umm karya Imam Syafi’i, Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali, hingga buku kontemporer seperti Fiqh al-Aqalliyat karya Dr. Yusuf al-Qaradawi. Membaca akan melatih pemikiran kritis dan memperkaya wawasan keislaman kita.
Ketiga, bergabung dalam komunitas kajian. Era digital memungkinkan kita untuk bergabung dalam grup kajian daring via Zoom, Google Meet, atau platform lain. Dengan berdiskusi dan bertanya langsung kepada ustaz atau guru yang kompeten, kita bisa memperdalam pemahaman dan meluruskan hal-hal yang mungkin keliru.
Keempat, biasakan membuat catatan dan merenung. Setiap kali mengikuti kajian atau membaca buku agama, buatlah ringkasan atau mind map pribadi. Ini membantu memperkuat ingatan dan memperjelas konsep. Selain itu, merenungkan makna ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari membuat ilmu yang dipelajari menjadi lebih hidup.
Kelima, jaga adab dalam menuntut ilmu. Meski belajar lewat layar, adab tetap harus diutamakan — menghormati guru, menghindari debat yang tidak perlu, dan meniatkan belajar untuk mengamalkan, bukan sekadar pamer pengetahuan. Sebagaimana kata Imam Malik, “Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada ahli maksiat.”
Dengan langkah-langkah ini, tafaqquh fid din bukan hanya bisa tetap hidup di era digital, tapi juga berkembang lebih luas dan mendalam. Menjadi Muslim yang paham agama dengan baik adalah kunci untuk membangun diri yang kokoh, keluarga yang harmonis, dan umat yang kembali berjaya.
Ruang Sujud
Mengapa Tafaqquh Fid Din Menjadi Kunci Kejayaan Umat Islam?

Published
2 days agoon
21/04/2025By
Yusuf Hasyim
Tafaqquh fid din — memahami agama dengan mendalam — bukan sekadar anjuran biasa dalam Islam, melainkan sebuah fondasi penting bagi kejayaan umat. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama…” (QS. At-Taubah: 122). Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya tafaqquh fid din untuk menjaga kekuatan moral dan intelektual umat Islam.
Di masa kejayaan peradaban Islam, seperti pada era Abbasiyah, kita menyaksikan betapa kuatnya hubungan antara ilmu agama dan kemajuan dunia. Para ulama seperti Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Al-Ghazali bukan hanya ahli fikih, tetapi juga pelita umat yang membimbing masyarakat menuju keadilan, peradaban, dan kemajuan. Tafaqquh fid din membuat umat memahami nilai keadilan, kebebasan berpikir, serta etika dalam setiap aspek kehidupan.
Tanpa pemahaman agama yang kokoh, umat Islam mudah terombang-ambing oleh arus zaman, terpecah karena perbedaan kecil, atau bahkan kehilangan arah hidup. Tafaqquh fid din membentuk kejelasan visi, memperkuat iman, dan mengasah kemampuan mengambil keputusan yang benar, baik dalam urusan pribadi maupun sosial.
Di era modern ini, tafaqquh fid din semakin dibutuhkan. Tantangan globalisasi, sekularisme, hingga disinformasi membuat pemahaman agama yang dalam menjadi benteng utama menjaga jati diri umat. Bukan sekadar menghafal hukum-hukum agama, melainkan memahami hikmah di baliknya, membumikan nilai-nilai Islam dalam konteks kekinian, dan mampu berdialog dengan dunia luar dengan penuh percaya diri.
Kejayaan umat Islam di masa depan akan lahir dari generasi yang cerdas secara spiritual dan intelektual. Mereka yang tidak hanya bangga menjadi Muslim, tetapi juga memahami Islam dengan dalam dan mengamalkannya dengan bijak. Dengan semangat tafaqquh fid din, umat Islam dapat bangkit kembali sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Monitor Saham BUMN

Jamu PSS Sleman, Bojan Hodak Ingatkan Persib Tak Anggap Remeh

PBB Ingatkan Situasi Gaza Bakal Capai Titik Kritis

Rahasia Takdir dalam Lauhul Mahfuzh: Apakah Bisa Diubah?

Produk Haram Banyak Beredar di Pasaran, DPR RI Tegur BPJPH

Perbedaan Lauhul Mahfuzh dan Kitab Catatan Amal: Penjelasan Lengkap

Pakar Bahasa dan Sastrawan Sambut Baik Penjurusan Kembali di SMA

Guru Non-ASN Bakal Dapat Tunjangan, Berapa Besarannya?

Urutan Gaji Guru Tertinggi di ASEAN, Indonesia ke Berapa?

Mengenal Lauhul Mahfuzh: Kitab Ilahi yang Menyimpan Segala Rahasia Alam

Wafat di Usia 88 Tahun, Ini Riwayat Pendidikan Paus Fransiskus

Terdapat Produk Babi Bersertifikat Halal, IHW Desak Pemerintah Tegas

4 Siswa Terbaik Wakili Indonesia di Ajang International Biology Olympiad (IBO) 2025

Mendikdasmen Bakal Kaji Ulang Pengembalian Penjurusan di SMA Sesuai Arahan Presiden

Uzbekistan, Kekuatan Baru Sepak Bola Asia

Israel Tolak Visa Puluhan Pejabat Prancis, Apa Alasannya?

Soal Pesan Prabowo ke Para Menteri Agar Rapatkan Barisan, Ini Kata Pengamat

Nyai Ahmad Dahlan: Pelopor Pendidikan Perempuan dalam Islam

Penerapan QRIS dan GPN Berdasarkan Prinsip Kerja Sama dengan Negara Mitra

1.200 Guru SMK dan Instruktur LKP Siap Tingkatkan Kompetensi
