Sebuah cerita yang mencengangkan berbicara tentang Ka’ab bin al-Ahbar, seorang yang dulu bermula sebagai seorang Yahudi yang kemudian memeluk Islam pada masa pemerintahan Khalifah ‘Utsman bin Affan. Sebuah anekdot menarik berkisah tentang pertemuan Ka’ab dengan Khalifah ‘Umar, yang diceritakan oleh Sa’ad al-Jari.
Kisah dimulai saat ‘Umar memanggil Ummu Kultsum binti ‘Ali bin Abi Thalib, yang telah menjadi istrinya saat itu. Saat ‘Umar melihat Ummu Kultsum menangis, dia tidak bisa tidak bertanya, “Mengapa kau menangis?”
Ummu Kultsum menjawab, “Seorang Yahudi mengatakan bahwa kau akan berada di salah satu pintu neraka.”
Mendengar pernyataan itu, ‘Umar menjawab dengan mantap, “Masya Allah, aku berharap Tuhan menciptakanku sebagai seseorang yang bahagia.”
Tak lama kemudian, ‘Umar memutuskan untuk memanggil Ka’ab al-Ahbar. Ketika Ka’ab tiba, dia berkata, “Ya Amirul Mukminin, jangan buru-buru menghukumku. Sebelum bulan Dzulhijjah ini berakhir, engkau akan memasuki surga.”
‘Umar kemudian bertanya, “Apa maksudmu? Kemarin kau mengatakan aku akan berada di neraka, dan sekarang kau mengatakan aku akan masuk surga?”
Ka’ab menjawab, “Ya Amirul Mukminin, kami menemukan referensi tentangmu dalam kitab kami, Taurat. Di dalamnya, engkau digambarkan berdiri di salah satu pintu neraka untuk mencegah orang masuk. Bahkan setelah engkau meninggal, orang-orang akan tetap berdesakan di pintu tersebut hingga hari kiamat.”
Setelah menjelaskan hal ini, Ka’ab mendekati ‘Umar dan berkata, “Tahuilah, Amirul Mukminin, bahwa engkau akan meninggal dalam tiga hari.”
‘Umar terkejut dan bertanya, “Bagaimana kau bisa tahu hal ini?”
Ka’ab menjawab, “Taurat tidak menyebutkannya, tetapi aku melihat karakteristik dan sifat yang serupa pada dirimu.”
Namun, ‘Umar tidak sepenuhnya percaya pada ramalan Ka’ab. Dia tahu bahwa hanya Allah yang mengetahui waktu kematian seseorang, dan itu tidak bisa diubah oleh siapapun. ‘Umar juga tidak merasakan ketakutan atau kecemasan akan kematian.
Keesokan harinya, Ka’ab kembali menemui ‘Umar dan berkata, “Ya Amirul Mukminin, satu hari telah berlalu, dan sekarang tinggal dua hari.”
Dan pada hari berikutnya, Ka’ab datang lagi dan mengatakan, “Dua hari telah berlalu, dan sekarang hanya tinggal satu hari dan satu malam. Malam ini masih menjadi milikmu.”
Pada hari berikutnya, saat ‘Umar sedang menunaikan shalat sebagai imam, dia diserang dan ditikam. Kematian ‘Umar adalah puncak dari pengabdian dan kepemimpinan yang luar biasa dalam sejarah Islam.