Cerita para Nabi dan Sahabat adalah sumber inspirasi yang tak pernah habis. Mereka memperlihatkan kepada kita cinta yang tidak terkendali, cinta yang berakar pada dimensi akhirat, dan cinta yang begitu mendalam sehingga mampu mengangkat kita pada puncak kesalehan dan melindungi kita dari bahaya diri sendiri.
Abu Bakr RA, salah satu Sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW, adalah contoh nyata dari cinta semacam ini. Selama perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah, kita menyaksikan betapa Abu Bakr tak henti-hentinya mendukung dan mendorong Nabi Suci SAW. Dalam situasi ketakutan dan kelelahan yang melanda mereka, Abu Bakr RA dengan penuh kasih berkata, “Saya sangat haus, dan saya pergi untuk mengambil susu. Saat saya kembali, saya berkata, ‘Minumlah, oh Nabi Allah!’ Nabi Suci meminumnya hingga tidak merasa haus lagi.”
MasyaAllah, cinta seperti ini memicu aksi yang luar biasa. Rasa haus Abu Bakr lenyap karena melihat Nabi yang dicintainya puas. Abu Bakr mengorbankan kebutuhan pribadinya demi Nabi SAW.
Cinta ini juga mendorong Abu Bakr untuk melupakan segala kesenangan duniawi. Ia tidak ragu untuk meninggalkan keluarganya tanpa sepeser pun harta benda saat hijrah. Bahkan, cinta inilah yang membuatnya menangis tersedu-sedu ketika Makkah ditaklukkan. Ketika ayahnya, Abu Quhaafa, akhirnya memeluk Islam, semua Muslim merayakan momen tersebut dengan gembira. Namun, Abu Bakr menangis, dan ketika ditanya mengapa ia menangis pada hari yang seharusnya penuh kebahagiaan itu, ia menjawab dengan tulus, “Aku menangis karena aku berharap paman Nabi yang tercinta, Abu Thalib, menerima Islam saat ini. Itu akan membuat Nabi lebih bahagia.” Subhanallah!
Tentu saja, ini bukan berarti bahwa Abu Bakr tidak bahagia atas masuknya ayahnya ke dalam agama Islam. Namun, ia memikirkan kesejahteraan orang yang berada di sekitarnya, bahkan sebelum dirinya sendiri.
Cinta seperti ini adalah cinta yang tak tergoyahkan, cinta yang melampaui kebutuhan fisik, dan cinta yang menghubungkan jiwa dengan jiwa. Cinta semacam ini membuat Abu Bakr tetap kuat saat Umar Al Khattab yang hebat terguncang oleh kesedihan saat Nabi meninggal dunia.
Ketika Nabi SAW wafat, sedih dan kehilangan melanda umat Islam. Namun, di tengah semua ini, Abu Bakr RA tetap teguh. Ia berdiri kokoh dan berkata, “Barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa Muhammad telah meninggal dunia. Tapi siapa pun yang menyembah Allah, maka Allah tetap hidup dan tidak akan pernah mati.”
Saat kita merasa bahwa Abu Bakr akan roboh di saat-saat berat seperti ini, kita menyaksikan kekuatan sejati cintanya kepada Nabi yang sangat dicintainya. Itulah cinta yang patut dijadikan teladan oleh setiap orang yang beriman, cinta yang memampukan seseorang untuk tetap kuat di tengah cobaan, cinta yang nyata dalam tindakan, dan cinta yang mampu mendorong kita untuk mengorbankan segalanya.
Semoga Allah mengaruniakan kita cinta sejati kepada-Nya, kepada para nabi yang tercinta, dan kepada mereka yang benar-benar mencintai-Nya.