Monitorday.com – Susilo Bambang Yudhoyono membenarkan bahwa Gibran Rakabuming Raka hendak bertemu dengannya pada Sabtu, 21 Oktober 2023. Namun, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu sedang tidak ada di Jakarta.
Ia membenarkan pernyataan Wasekjen Partai Demokrat Jansen Sitindaon, bahwa dirinya ada di luar kota. Tepatnya di Jawa Tengah.
”Saya dapat info, Mas Gibran ingin temui saya dan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono, Red),” tulis SBY dalam cuitannya, Sabtu malam, 21 Oktober 2023. ”Mungkin terkait pencalonan Mas Gibran sebagai Cawapres,” duganya.
Sebagai anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung Prabowo sebagai bacapres, Partai Demokrat akan menurut apa saja kata Prabowo.
”Silaturahmi Mas Gibran dengan saya dan AHY itu baik. Namun, urusan cawapres sepenuhnya menjadi kedaulatan dan kewenangan Pak Prabowo,” imbuhnya, seraya menyertakan tanda SBY di akhir cuitan. Sebagai tanda bahwa cuitan itu ia tulis sendiri
Netizen merespons cuitan singkat SBY itu dengan berbagai cara. Salah satu yang muncul adalah dugaan bahwa SBY sebenarnya kurang sreg dengan Gibran.
Bukan melulu karena sosok Wali Kota Solo sekaligus anak Presiden Joko Widodo tersebut. Namun, karena majunya Gibran ke kontestasi Pilpres 2024 dinilai kurang etis.
Sebagaimana diketahui, Gibran bisa berpartisipasi dalam Pilpres 2024 setelah MK mengesahkan perubahan batas usia seseorang untuk menjadi pemimpin negara. Asal sudah pernah menjadi pemimpin daerah, siapa pun yang berumur di bawah 40 tahun boleh ikut pilpres.
Padahal, SBY sempat menentang habis-habisan gugatan publik soal batas usia capres dan cawapres ke MK. Sebab, prosedur itu menyalahi aturan. Seharusnya, amandemen undang-undang adalah wewenang (dan tugas) Presiden serta DPR.
”MK tidak boleh melanggar konstitusi. Pagar tidak boleh makan tanaman,” kata SBY, dalam bincang-bincang di YouTube CNN pada 1 September 2023 silam.
‘Karena usia itu diatur oleh undang-undang. Siapa yang membikin undang-undang? Ya kembali, Presiden dan DPR RI. Dan sedikit kontribusi DPD,” papar SBY.
Ia mengaku tidak masalah kalau syarat usia capres-cawapres diubah. Misalnya, jika ada pendapat bahwa usia 70 tahun dianggap terlalu tua untuk menjadi capres. Atau usia 35 tahun harusnya bisa menjadi pemimpin negara.
Namun, prosedurnya harus benar. Perubahan undang-undang harus dikembalikan ke si pembuat undang-undangnya. Yakni Presiden dan DPR. Bukan ambil jalan pintas lewat MK.
MK (yang singkatannya adalah Mahkaman Konstitusi), baru bisa terlibat, jika, misalnya, undang-undang itu bertentangan dengan konstitusi.
”Misalnya, ini misalnya, konstitusi mengatur tidak boleh ada pembatasan usia. Sedangkan undang-undang ada batas usia. Maka, barulan dilakukan judicial review. MK menguji apakah undang-undang bertentangan dengan konstitusi,” papar SBY.
Sehingga, jika batas usia capres cawapres ditangani MK, itu menurut SBY salah alamat. Bahkan, menurutnya, dengan mengesahkan perubahan batas usia menjadi 35 tahun, MK justru melanggar konstitusi.
Dalam kolom komentar tersebut, banyak juga pendukung Partai Demokrat yang menyatakan kecewa. Seharusnya, partai penguasa 2004-2014 itu tidak perlu bergabung dengan KIM.