Monitorday.com – Istilah ‘Amien Rais Sindrom’ mencuat ke publik setelah Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera mengingatkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang tingkat elektabilitasnya dinilai tak berbanding lurus dengan antusiasme masyarakat dalam acara mereka.
Mardani menggunakan istilah Amien Rais Syndrome ini meminjam pernyataan analis politik sekaligus Direktur Political Marketing Consulting (PolMark), Eep Saefulloh Fatah dalam sebuah talkshow.
“Saya agak terkesan dengan Mas Eep Saefulloh Fatah ketika bilang hati-hati, ada Amien Rais syndrome kepada Mas Anies,” kata Mardani, di Jakarta, dikutip Rabu (01/11).
Menurut dia, istilah Amien Rais Syndrome merujuk pada fenomena elektoral Amien Rais pada Pilpres 2004. Kala itu, sebagai tokoh gerakan politik ’98, sosok Amien Rais melambung tinggi di masyarakat. Acaranya selalu ramai dihadiri banyak orang.
Namun, popularitas Amien Rais tak berbanding lurus dengan perolehan suaranya di Pilpres 2004. Dia hanya memperoleh 14,66 persen suara dan menempati posisi keempat dari lima kontestan. Jauh di bawah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan 33,57 persen, Megawati Soekarnoputri 26,61 persen, dan Wiranto 22,15 persen.
“Ketika reformasi Pak Amien itu melambung sekali, yang hadir penuh tapi ketika pemilu cuma dapet 2004, cuma dapat 14 persen,” kata Mardani.
Kasus serupa, menurut Mardani, juga bisa terjadi saat ini kepada pasangan Anies-Cak Imin (AMIN). Meski kopi darat keduanya selalu ramai dihadiri masyarakat, popularitas dan elektabilitas keduanya selalu di posisi paling buncit di antara dua pasangan capres cawapres lain.
Hasil survei Indiktor pada 26 Oktober lalu mengungkap, elektabilitas Anies hanya berada di angka 23 persen. Dia di bawah Prabowo-Gibran 36,1 persen, dan Ganjar-Mahfud 33,7 persen.
Sementara LSI Denny JA pada 25 Oktober, mengungkap pasangan AMIN juga masih berada di bawah dengan hanya 15 persen. Jauh di bawah Prabowo-Gibran yang unggul dengan elektabilitas mencapai 39,3 persen, disusul Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan 36,9 persen.
Mardani menyebut hasil survei akan terus menjadi masukan bagi pihaknya. Dia menilai, mau tidak mau, survei tetap dilakukan sesuai kaidah ilmiah sehingga memotret dengan lebih menyeluruh. “Karena itu spotlight memang ramai, tapi hasil itu lebih menyeluruh lebih sesuai dengan kaidah ilmiah yang samplingnya itu rata,” tandasnya.