Review
Sejarah Tercipta, Teknologi VAR dan Garis Gawang Diterapkan di Indonesia
Published
1 year agoon
Monitorday.com – Lewat ajang Piala Dunia U-17 sejarah tercipta bagi sepak bola Indonesia. Untuk kali pertama penggunaan Video Assistant Referee (VAR) diterapkan di tanah air. Selain VAR, Piala Dunia U-17 2023 juga bakal mengaplikasikan goal-line technology atau teknologi garis gawang. Kedua teknologi tersebut jamak digunakan di kompetisi akbar sepakbola.
Pemanfaatan VAR dalam Piala Dunia U-17 pertama kali terjadi pada saat Mali berhadapan dengan Uzbekistan di Stadion Manahan, Solo, 10 November 2023. Wasit Gustavo Tejera asal Uruguay butuh 2-3 menit untuk meninjau penalti Mali yang lantas dieksekusi Mamadou Doumbia, penyerang Mali yang di pertandingan tersebut mengemas hat-trick.
VAR diterapkan di empat stadion penyelenggara Piala Dunia U-17, yakni Jakarta International Stadium (JIS), Jakarta Utara, Stadion Si Jalak Harupat (SJH), Kabupaten Bandung, Stadion Manahan, Solo, dan Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya.
Pertandingan sepakbola memang sudah berkembang menjadi semakin cepat dan rumit. Badan Sepakbola Dunia (FIFA) terus menambah perangkat pertandingan untuk mengimbangi perkembangan zaman. Dulu, sepakbola hanya dipimpin seorang wasit dan dua hakim garis. Berikutnya, FIFA menambah wasit keempat yang bisa dimintai pertimbangan oleh wasit dalam mengambil keputusan.
Beberapa tahun terakhir, teknologi mulai ikut mengawasi pertandingan. Dimulai dengan teknologi garis gawang yang dipakai untuk memastikan apakah terjadi gol atau tidak. Teknologi ini sudah diterapkan di kompetisi liga profesional di Eropa.
Pada putaran final Piala Dunia 2018 di Rusia, 14 Juni-15 Juli 2018, FIFA untuk pertama kalinya menerapkan teknologi Video Assistant Referee (VAR). Teknologi ini mencakup pemasangan lebih dari 30 kamera video di setiap stadion. Gambar dari kamera itu akan digunakan untuk membantu wasit mengambil keputusan yang lebih tepat.
Anggota Dewan Asosiasi Sepakbola Dunia di Zurich pada Maret 2018 menyetujui pemanfaatan VAR secara permanen. Teknologi ini akan digunakan pertama kali di Rusia 2018, setelah teknologi garis gawang sukses diterapkan pada Piala Dunia 2014 di Brasil.
Hasil penilaian VAR hanya dipakai hanya jika ofisial pertandingan melakukan ‘kesalahan yang jelas terlihat’ dalam satu dari empat kejadian yaitu: gol, penalti, kartu merah langsung, pelanggaran berat yang berpotensi mencederai lawan, dan salah sebut pemain.
Penilaian VAR dibatasi di bidang tersebut untuk mengurangi gangguan terhadap kelancaran pertandingan. Masih ada kerancuan tentang definisi ‘kesalahan yang jelas terlihat’, terutama untuk penentuan gol yang terkait dengan dugaan offside. Jika sedikit saja seorang pemain offside, VAR akan melihatnya sebagai ‘kesalahan yang jelas terlihat’.
VAR dioperasikan oleh wasit video. Wasit ini menyaksikan pertandingan dari jarak jauh lewat tayangan langsung di ruang pengawas video. Berdasarkan tayangan dari puluhan kamera, mereka bisa memberikan penilaian yang lebih akurat.
Terdapat tiga cara penerapan VAR: Wasit video berkomunikasi dengan wasit lapangan lewat earphone. Jika ada informasi dari ruang pengawas video, wasit memberikan isyarat tangan untuk menghentikan sementara pertandingan. Jika ternyata tidak ada kesalahan, wasit memberi isyarat agar pertandingan dimulai lagi.
Dalam kejadian ini, wasit akan memberi isyarat tangan membentuk garis maya segi empat yang menunjukkan televisi atau layar. Wasit video akan meninjau kejadian dan menginformasikan keputusan. Jika wasit di lapangan belum puas, dia bisa memberi isyarat tangan seperti di atas.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa putusan akhir tetap ada di tangan wasit utama yang ada di lapangan. Dia tidak boleh terlalu lama menunggu hasil penilaian VAR.
Presiden FIFA Gianni Infantino mengatakan teknologi VAR sudah melalui kajian ilmiah yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir sebelum pentas Piala Dunia di Rusia digelar.
“Dari hampir 1.000 pertandingan langsung yang dimasukkan dalam uji coba, tingkat akurasi meningkat dari 93% hingga 99%. Nyaris sempurna,” ujarnya.
“Kami sudah menelaah semuanya secara terperinci. Kami juga sudah melihat manfaatnya. Tentu saja kami harus mempercepat proses peninjauan dan komunikasi antara wasit di lapangan dan wasit video karena hal itu akan berpengaruh terhadap kepuasan penonton,” kata Infantino menjelaskan.
Di awal penggunaannya, VAR banyak menimbulkan polemik. Pada pertandingan Spanyol melawan Maroko di Piala Dunia Rusia, penyerang Maroko Noureddine Amrabat menunjuk ke arah kamera sesaat setelah peluit akhir berbunyi, dia mengatakan VAR adalah omong kosong. Amrabat kesal lantaran gol Spanyol yang dicetak Iago Aspas sudah diberi tanda offside oleh hakim garis. Akan tetapi, gol tersebut kemudian ditinjau dan diberikan. Kemenangan Maroko pun pupus.
Kontroversi juga terjadi saat Liverpool melawan Tottenham Hotspur di ajang Premier League. Gol Luiz Diaz dianulir wasit karena dianggap offside. Padahal keputusan VAR mengatakan sebaliknya. Liverpool pun harus menerima kekalahannya.
Dari dua kejadian ini, teknologi VAR memang sangat membantu tugas-tugas pemimpin pertandingan di lapangan. Namun demikian, kualitas SDM dan wasit juga yang menentukan. Wasit bisa saja lalai dalam mengambil keputusan kendati sudah diberikan isyarat oleh VAR. Untuk itu, penggunaan VAR untuk ajang Liga1 atau kompetisi lokal di tanah air, perlu diiringi perbaikan kualitas wasit. Sudah barang tentu, wasit nasional kita masih sangat gagap menjalankan rule of the game.
Ini jadi Pekerjaan Rumah yang harus dibereskan Ketua Umum PSSI, Erick Thohir.