Connect with us

Ruang Sujud

Amalan dan Doa yang Dianjurkan Saat Melakukan Sa’i

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Selain melangkah secara fisik, sa’i juga disertai dengan amalan-amalan yang memperkuat dimensi spiritual. Sepanjang perjalanan dari Shafa ke Marwah, jamaah disunnahkan untuk memperbanyak doa, dzikir, dan mengingat perjuangan Siti Hajar.

Saat memulai dari Shafa, jamaah dianjurkan untuk membaca:

> “Innaṣ-ṣafā wal-marwata min sya’ā’irillāh…”

Setelah itu, jamaah bisa mengangkat tangan dan berdoa kepada Allah. Doa apa pun bisa dipanjatkan selama tidak mengandung dosa. Banyak ulama menyarankan untuk memperbanyak dzikir seperti Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha illallah, dan Allahu Akbar.

Di antara dua bukit, terdapat area hijau yang disebut Mas’a. Laki-laki dianjurkan berlari-lari kecil (raml) di area ini sebagai bentuk meneladani Siti Hajar yang berlari saat mencari air. Di sepanjang perjalanan, fokus pada doa dan muhasabah diri sangat dianjurkan.

Sa’i menjadi momen untuk memperbarui niat, memperbanyak doa untuk diri sendiri, keluarga, dan umat. Karena itu, jamaah sebaiknya tidak hanya fokus pada gerakan fisik, namun juga pada kekhusyukan hati saat memohon pertolongan dan petunjuk dari Allah SWT.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ruang Sujud

Sa’i di Era Modern: Dari Tradisi Nabawi ke Kenyamanan Jamaah

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Dulu, sa’i dilakukan di antara dua bukit yang benar-benar tandus dan terbuka, di tengah panas gurun yang menyengat. Kini, tempat sa’i telah berubah drastis. Pemerintah Arab Saudi melakukan berbagai pembaruan, menjadikan tempat sa’i lebih nyaman, ber-AC, dan dilengkapi jalur khusus lansia serta pengguna kursi roda.

Transformasi ini membuat ibadah sa’i tetap bisa dilakukan oleh semua kalangan, tanpa mengurangi makna dan nilai spiritualnya. Modernisasi fasilitas tidak berarti menghilangkan ruh ibadah, justru menjadi bentuk rahmat agar semua umat Islam bisa menunaikan ibadahnya dengan lebih baik.

Meskipun demikian, penting bagi jamaah untuk tetap memahami konteks sejarah sa’i. Kenyamanan saat ini bukan untuk menjadikan ibadah ringan-ringan saja, tapi untuk memudahkan umat tetap bisa meneladani perjuangan Siti Hajar dengan penuh kesadaran.

Perubahan ini juga menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang dinamis. Modernisasi fasilitas ibadah adalah bukti bahwa Islam memperhatikan kemudahan dan kenyamanan umatnya, selama tidak mengubah syariat yang telah ditetapka

Continue Reading

Ruang Sujud

Makna dan Filosofi Sa’i dalam Rangkaian Ibadah Haji dan Umrah

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Sa’i bukan sekadar lari-lari kecil dari dua bukit. Di baliknya, ada pelajaran mendalam tentang hidup, harapan, dan keteguhan iman. Ketika jamaah melakukan sa’i, mereka sesungguhnya sedang menjalani proses refleksi dan kontemplasi atas perjalanan spiritual mereka sendiri.

Dari sudut pandang filosofis, sa’i menggambarkan bahwa hidup adalah perjuangan yang harus dijalani dengan sabar dan terus bergerak. Tujuh kali bolak-balik bukan angka sembarangan. Angka tujuh dalam Islam sering dikaitkan dengan kesempurnaan. Maka sa’i menggambarkan usaha yang sempurna dalam mencari solusi atas masalah, sebagaimana dilakukan Siti Hajar.

Dalam sa’i, tidak ada tempat bagi keputusasaan. Kita terus berjalan, bolak-balik antara dua bukit yang sama. Ini menyimbolkan kehidupan yang penuh ujian berulang. Namun, seperti halnya Siti Hajar akhirnya menemukan air zamzam, umat Islam diajarkan bahwa hasil akan datang selama kita terus berusaha.

Sa’i juga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya ikhtiar dan doa secara bersamaan. Dalam tradisi Islam, tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha. Sa’i justru memperlihatkan bahwa usaha maksimal adalah bentuk ibadah yang luar biasa nilainya.

Continue Reading

Ruang Sujud

Sa’i antara Shafa dan Marwah: Meneladani Keteguhan Hati Siti Hajar

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Sa’i merupakan salah satu rukun haji dan umrah yang dilakukan dengan berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali antara Bukit Shafa dan Marwah. Ibadah ini bukan sekadar ritual fisik, namun juga sebuah perjalanan spiritual yang sarat makna. Di balik gerakan tersebut, tersimpan kisah perjuangan luar biasa seorang ibu—Siti Hajar—yang menjadi simbol keteguhan, tawakal, dan kasih sayang tanpa syarat.

Siti Hajar ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim AS di padang pasir tandus bersama bayinya, Ismail. Dalam keadaan tanpa makanan dan air, beliau berlari-lari kecil dari Shafa ke Marwah sebanyak tujuh kali, berharap menemukan bantuan. Di sinilah Allah mengabadikan perjuangannya sebagai bagian dari ibadah umat Islam sepanjang zaman.

Sa’i mengingatkan umat Islam untuk tidak menyerah saat menghadapi kesulitan. Usaha Siti Hajar yang tak kenal lelah adalah bentuk ikhtiar total yang kemudian diikuti oleh pertolongan Allah dengan memancarkan air zamzam. Inilah pelajaran bahwa setelah usaha sungguh-sungguh, barulah pertolongan Ilahi datang.

Meneladani Siti Hajar bukan hanya saat berada di Tanah Suci, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menghadapi tantangan hidup, kita perlu bergerak, berikhtiar, dan tidak berputus asa. Sa’i mengajarkan bahwa perjuangan seorang ibu bisa menjadi bagian dari ibadah dan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.

Continue Reading

Ruang Sujud

Thawaf dalam Perspektif Ulama: Antara Ibadah Fisik dan Spiritualitas

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Para ulama Islam memandang thawaf bukan sekadar aktivitas jasmani, tetapi juga sebagai bentuk ibadah yang kaya akan nilai spiritual. Perspektif ini membuat thawaf menjadi ritual yang menyentuh dimensi batin, bukan hanya gerakan lahir.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa thawaf adalah simbol penghambaan total kepada Allah. Ia menyebut thawaf sebagai bentuk syiar dari cinta dan kerinduan seorang hamba yang terus mengitari pusat kecintaan ilahiah.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menyebut thawaf sebagai bentuk doa dalam gerakan. Setiap langkah di sekitar Ka’bah adalah representasi dari perjalanan hidup manusia yang penuh tantangan, godaan, dan upaya kembali kepada Allah.

Menurut Imam Nawawi, thawaf juga menjadi bentuk kebersamaan umat Islam yang menyatukan hati dan jiwa dalam satu arah: Allah. Ka’bah menjadi simbol pemersatu umat tanpa memandang suku, bahasa, atau bangsa.

Ulama kontemporer seperti Syekh Yusuf Qaradhawi menyoroti pentingnya refleksi selama thawaf. Ia menyarankan agar thawaf tidak hanya jadi rutinitas, melainkan juga momen tafakur dan muhasabah.

Dengan begitu, thawaf bukan hanya tentang berkeliling tujuh kali, tapi tentang menapaki jalan spiritual yang mengajak setiap Muslim untuk kembali kepada fitrahnya—sebagai hamba yang mencintai dan tunduk pada Rabb-nya.

Continue Reading

Ruang Sujud

Jenis-Jenis Thawaf: Panduan Lengkap bagi Jamaah Haji dan Umrah

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Thawaf dalam syariat Islam terbagi ke dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki ketentuan dan fungsinya tersendiri. Mengenal jenis-jenis thawaf sangat penting bagi setiap jamaah agar bisa menjalankan ibadah dengan tepat.

1. Thawaf Ifadah:
Thawaf ini merupakan rukun haji dan wajib dilakukan oleh setiap jamaah haji. Ia dilakukan setelah wukuf di Arafah dan melempar jumrah. Thawaf ifadah menandai kesempurnaan ibadah haji dan tidak sah haji tanpa thawaf ini.

2. Thawaf Qudum:
Thawaf ini adalah sunnah bagi jamaah yang baru tiba di Makkah sebagai bentuk penghormatan. Thawaf qudum biasanya dilakukan oleh jamaah haji ifrad dan qiran.

3. Thawaf Wada’:
Ini adalah thawaf perpisahan yang dilakukan sebelum meninggalkan Makkah. Hukum thawaf wada’ adalah wajib bagi jamaah haji, kecuali bagi wanita yang sedang haid atau nifas.

4. Thawaf Umrah:
Thawaf ini dilakukan oleh jamaah umrah sebagai bagian dari rangkaian ibadah umrah. Biasanya dilakukan sebelum sa’i antara Shafa dan Marwah.

5. Thawaf Nadzar:
Thawaf ini dilakukan jika seseorang bernazar untuk thawaf. Misalnya, jika dia berkata, “Jika aku lulus ujian, aku akan thawaf di Ka’bah.” Maka thawaf ini menjadi wajib baginya.

6. Thawaf Sunnah:
Ini thawaf yang dilakukan kapan pun di luar thawaf wajib atau rukun, sebagai bentuk ibadah dan pendekatan diri kepada Allah.

Setiap jenis thawaf memiliki aturan, niat, dan waktu pelaksanaannya masing-masing. Karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memahami perbedaan ini agar ibadah yang dilakukan benar dan sah.

Continue Reading

Ruang Sujud

Langkah-Langkah Thawaf yang Benar Sesuai Sunnah Nabi

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Melaksanakan thawaf tidak bisa sembarangan. Rasulullah SAW telah memberikan contoh thawaf yang benar, dan setiap jamaah perlu mengikutinya agar ibadah menjadi sah dan berpahala.

Berikut langkah-langkah thawaf sesuai sunnah:

1. Bersuci (Berwudhu):
Thawaf mensyaratkan wudhu. Jika hadas kecil atau besar, thawaf menjadi tidak sah.

2. Memulai dari Hajar Aswad:
Thawaf dimulai dari sudut Ka’bah di mana terdapat Hajar Aswad. Disunnahkan untuk mengucapkan “Bismillah, Allahu Akbar” sambil mengangkat tangan atau mencium Hajar Aswad jika memungkinkan.

3. Mengelilingi Ka’bah Sebanyak Tujuh Kali:
Putaran dilakukan berlawanan arah jarum jam. Pastikan Ka’bah selalu berada di sisi kiri tubuh.

4. Berjalan di Syarat Putaran Pertama (Untuk Pria):
Pada tiga putaran pertama, bagi laki-laki disunnahkan untuk berjalan cepat (ramal) jika memungkinkan.

5. Membaca Doa atau Dzikir:
Tak ada bacaan khusus yang diwajibkan. Jamaah dapat membaca Al-Fatihah, dzikir, shalawat, atau doa pribadi.

6. Menyentuh Rukun Yamani:
Jika bisa, disunnahkan untuk menyentuh Rukun Yamani (sudut sebelum Hajar Aswad), tanpa mencium.

7. Menyelesaikan Putaran Ketujuh:
Setelah tujuh kali putaran, thawaf selesai dan dianjurkan salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim.

8. Minum Air Zamzam:
Setelah thawaf, minumlah air zamzam dan berdoalah karena itu termasuk sunnah.

Melakukan thawaf sesuai sunnah bukan hanya menjamin keabsahan ibadah, tapi juga memperdalam makna spiritual dan meneladani Rasulullah dalam setiap langkah.

Continue Reading

Ruang Sujud

Thawaf: Makna dan Filosofi Mengelilingi Ka’bah dalam Ibadah Haji dan Umrah

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Thawaf adalah salah satu rukun utama dalam ibadah haji dan umrah yang dilakukan dengan mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Ibadah ini bukan sekadar aktivitas fisik, melainkan memiliki makna dan filosofi mendalam yang mencerminkan ketaatan dan ketundukan seorang hamba kepada Allah.

Makna thawaf berakar dari cinta. Seperti planet yang terus mengelilingi pusat gravitasinya, thawaf menggambarkan manusia sebagai makhluk spiritual yang terus bergerak mengitari pusat tauhid, yaitu Ka’bah sebagai simbol keesaan Allah.

Dalam thawaf, jamaah mengelilingi Ka’bah dengan arah berlawanan jarum jam. Arah ini melambangkan bahwa seluruh gerakan hidup kita seharusnya mengikuti poros tauhid. Setiap putaran bukan hanya langkah kaki, tapi juga langkah hati menuju penghambaan sejati.

Filosofi thawaf juga mengajarkan kesetaraan. Tak ada perbedaan antara orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa. Semua mengenakan pakaian ihram yang sama, tanpa atribut duniawi.

Lebih jauh lagi, thawaf melatih kesabaran, disiplin, dan keikhlasan. Dalam keramaian yang padat, jamaah tetap harus menjaga etika, tidak menyakiti, dan terus berdzikir. Ini menjadi simbol kehidupan sosial ideal dalam Islam.

Dengan demikian, thawaf bukan hanya ritual, melainkan pernyataan iman yang hidup: bahwa seluruh keberadaan manusia berpusat kepada Allah, dan setiap detik kehidupan adalah thawaf rohani untuk meraih ridha-Nya.

Continue Reading

Ruang Sujud

Kesalahan Umum Saat Lempar Jumrah dan Cara Menghindarinya

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Meskipun lempar jumrah adalah bagian penting dari ibadah haji, banyak jemaah yang tanpa sadar melakukan kesalahan dalam pelaksanaannya. Kesalahan-kesalahan ini bisa berdampak pada keabsahan ibadah atau bahkan membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Salah satu kesalahan paling umum adalah melempar batu secara bersamaan, bukan satu per satu. Padahal syariat mengatur agar jemaah melempar tujuh batu kecil secara terpisah, dengan membaca takbir di setiap lemparan. Melempar beberapa batu sekaligus hanya dihitung satu lemparan saja, dan bisa menyebabkan kurang dari tujuh lemparan sah.

Kesalahan berikutnya adalah menggunakan batu yang terlalu besar atau benda sembarangan seperti sandal atau botol. Nabi Muhammad ﷺ mencontohkan batu yang digunakan seukuran ujung jari atau biji kacang. Melempar benda besar bukan hanya tidak sah, tapi juga membahayakan keselamatan jemaah lain.

Banyak jemaah juga salah arah, yaitu tidak mengarah ke pilar jumrah dengan tepat. Beberapa hanya melempar asal, tanpa memastikan batu masuk ke kolam tempat pilar berada. Padahal, lemparan yang tidak masuk ke area yang ditentukan tidak dihitung sah.

Selain itu, ada pula yang tidak menjaga urutan lemparan saat hari tasyrik (11–13 Dzulhijjah). Lemparan harus dimulai dari Jumrah Ula, lalu Wustha, dan terakhir Aqabah. Melanggar urutan ini bisa mengacaukan pelaksanaan ibadah karena tiap hari memiliki struktur yang teratur.

Menyerobot atau mendesak jemaah lain saat melempar juga termasuk kesalahan yang merusak adab dan bisa menimbulkan bahaya. Beberapa jemaah memaksakan diri ingin berada di posisi paling depan agar lemparannya “lebih afdol”, padahal pelemparan dari jarak jauh tetap sah asal masuk area.

Untuk menghindari kesalahan-kesalahan tersebut, jemaah disarankan untuk:

Mengikuti bimbingan dari pembimbing ibadah haji secara cermat.

Mempersiapkan batu yang sesuai ukuran sejak di Muzdalifah atau Mina.

Mengikuti jadwal lempar jumrah yang telah ditentukan petugas haji demi menghindari kerumunan.

Memastikan jumlah lemparan dengan menghitung setiap kali melempar sambil membaca “Allahu Akbar”.

Menjaga niat dan kesabaran, tidak terburu-buru, dan menghindari emosi saat berada di lokasi yang padat.

Bagi jemaah yang lanjut usia, sakit, atau perempuan yang rentan terdorong dalam kerumunan, sebaiknya meminta bantuan atau melakukan badal jumrah (diwakilkan oleh orang lain yang mampu).

Dengan memahami kesalahan umum ini dan menghindarinya, jemaah dapat melaksanakan lempar jumrah dengan lebih tenang, khusyuk, dan sah secara syariat. Ibadah haji bukan hanya soal menyelesaikan rangkaian ritual, tetapi tentang menjaga niat, disiplin, dan keselamatan dalam setiap amal.

Continue Reading

Ruang Sujud

Sejarah Lempar Jumrah: Jejak Perlawanan Nabi Ibrahim terhadap Setan

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Lempar jumrah adalah ritual yang memiliki akar sejarah mendalam, langsung terhubung dengan kisah perjuangan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam menghadapi godaan setan. Peristiwa ini menjadi inspirasi utama pelaksanaan lempar jumrah dalam ibadah haji hingga hari ini.

Menurut riwayat yang banyak dikenal, ketika Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah untuk menyembelih putranya, Ismail, setan mencoba menggoda beliau agar ragu dan membatalkan niatnya. Godaan ini terjadi di tiga tempat berbeda. Di setiap tempat itulah, Nabi Ibrahim melemparkan batu ke arah setan sebagai bentuk penolakan dan keteguhan iman.

Ketiga lokasi tersebut kini dikenal sebagai Jumrah Ula, Jumrah Wustha, dan Jumrah Aqabah, yang menjadi tempat pelemparan batu dalam ritual haji. Aksi Nabi Ibrahim ini bukanlah bentuk kekerasan fisik, melainkan manifestasi dari tekad bulat untuk tetap taat kepada perintah Tuhan meskipun harus mengorbankan hal yang paling dicintai.

Tak hanya Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail juga dikisahkan mengalami gangguan setan dalam perjalanan menuju tempat penyembelihan. Namun ketiganya menolak godaan tersebut dengan keimanan yang kokoh. Peristiwa ini menunjukkan bahwa ujian dan godaan adalah bagian dari perjalanan spiritual manusia.

Sejak zaman Nabi Muhammad ﷺ, tradisi lempar jumrah ini dilestarikan sebagai bagian dari ibadah haji. Rasulullah sendiri melakukan lemparan dengan batu kecil, membaca takbir di setiap lemparan, dan melakukannya secara tertib sesuai urutan. Beliau juga menekankan bahwa ritual ini adalah untuk mengenang tindakan Nabi Ibrahim dan sebagai simbol pengusiran setan dari kehidupan manusia.

Seiring berjalannya waktu, tempat-tempat jumrah dibangun menjadi pilar permanen, dan kini telah diperluas dengan struktur bertingkat untuk mengakomodasi jutaan jemaah haji dari seluruh dunia. Namun, esensi sejarahnya tetap sama: melawan setan dengan iman dan keteguhan hati.

Pelajaran dari sejarah lempar jumrah sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari. Setan hadir dalam banyak bentuk: kesombongan, ketamakan, kemalasan, dan kebencian. Dengan melempar jumrah, seorang muslim mengingat kembali perjuangan Nabi Ibrahim dan memperbaharui tekadnya untuk melawan hawa nafsu dan bisikan jahat.

Lempar jumrah bukan sekadar ritual fisik, tapi adalah simbol perlawanan spiritual terhadap segala bentuk kejahatan yang bersemayam di hati dan lingkungan. Semangat Nabi Ibrahim dalam menolak ajakan setan menjadi warisan abadi yang terus dikenang dan diamalkan oleh umat Islam hingga hari ini.

Continue Reading

Ruang Sujud

Tata Cara Lempar Jumrah: Panduan Lengkap untuk Jemaah Haji

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Lempar jumrah adalah salah satu rukun wajib dalam ibadah haji yang dilaksanakan di Mina, dan memiliki prosedur pelaksanaan yang telah diatur dengan rinci dalam syariat Islam. Ketaatan terhadap tata cara ini menjadi bagian penting dari kesempurnaan ibadah haji seorang muslim.

Secara umum, lempar jumrah dilakukan dengan melemparkan tujuh batu kecil ke masing-masing dari tiga jumrah: Jumrah Ula, Jumrah Wustha, dan Jumrah Aqabah. Ketiga jumrah tersebut berjejer dalam satu jalur yang menjadi lokasi khusus di Mina. Namun, tidak semua jumrah dilempar pada hari yang sama.

Pada tanggal 10 Dzulhijjah, jemaah hanya melempar Jumrah Aqabah sebanyak tujuh kali lemparan. Ini dilakukan setelah melaksanakan wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah. Setiap lemparan diiringi dengan bacaan “Allahu Akbar”, menandakan keteguhan hati dalam menolak godaan setan.

Selanjutnya pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah (hari-hari tasyrik), jemaah melempar ketiga jumrah secara berurutan: dimulai dari Jumrah Ula, dilanjutkan dengan Wustha, dan diakhiri dengan Aqabah. Masing-masing jumrah dilempar dengan tujuh batu, dengan total 21 batu per hari. Jemaah dapat memilih hanya dua hari (11 dan 12 Dzulhijjah) dan meninggalkan Mina setelahnya (nafar awal), atau menambah satu hari lagi hingga tanggal 13 (nafar tsani).

Batu yang digunakan untuk lempar jumrah adalah batu kecil seukuran ujung jari atau kelereng kecil, bukan batu besar. Batu tersebut diambil saat mabit di Muzdalifah, atau bisa juga diambil dari area Mina selama sesuai ukuran dan ketentuan. Batu harus dilempar satu per satu, tidak boleh sekaligus, dan harus benar-benar masuk ke dalam kolam tempat pilar jumrah berada.

Jemaah juga harus menjaga niat dan tidak terburu-buru. Lempar jumrah bukan sekadar “menyelesaikan tugas”, melainkan ibadah yang penuh makna. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memperbanyak doa dan dzikir selama melaksanakan ritual ini.

Karena situasi di lokasi bisa sangat padat dan panas, Pemerintah Arab Saudi membagi waktu pelaksanaan lempar jumrah untuk mencegah penumpukan. Jemaah Indonesia umumnya mengikuti jadwal yang ditetapkan oleh petugas haji agar pelaksanaan tetap aman dan lancar.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah tidak mendorong atau menyakiti jemaah lain, menghindari membawa barang berat, serta memperhatikan kondisi fisik. Bila memungkinkan, jemaah lanjut usia atau sakit dapat diwakilkan oleh orang lain untuk melaksanakan lempar jumrah (badal).

Dengan mengikuti tata cara lempar jumrah secara tertib, jemaah tidak hanya menyempurnakan ibadah haji secara teknis, tetapi juga menunjukkan ketaatan dan kecintaan kepada Allah dalam bentuk paling nyata.

Continue Reading

Monitor Saham BUMN



Sportechment12 hours ago

Laporkan LHKPN ke KPK, Berapa Harta Kekayaan Deddy Corbuzier?

News12 hours ago

Trump Ancam Elon Musk: Bakal Ada Konsekuensi Serius Jika…

Sportechment12 hours ago

Akira Higashiyama Resmi Latih Timnas Putri U-19, Siap Antar Garuda Pertiwi ke Panggung Dunia

Sportechment12 hours ago

Ronaldo Menangis Haru Usai Bawa Portugal Juara UEFA Nations League 2025

News23 hours ago

Kapal Bantuan Greta Thunberg Mulai Mendekati Gaza

News23 hours ago

Menteri ESDM Cek Langsung Tambang Nikel di Pulau Gag, Ini Hasilnya

Sportechment23 hours ago

Marc Marquez Menangi MotoGP Aragon 2025, Alex dan Bagnaia Lengkapi Podium

Ruang Sujud1 day ago

Amalan dan Doa yang Dianjurkan Saat Melakukan Sa’i

Ruang Sujud1 day ago

Sa’i di Era Modern: Dari Tradisi Nabawi ke Kenyamanan Jamaah

Ruang Sujud1 day ago

Makna dan Filosofi Sa’i dalam Rangkaian Ibadah Haji dan Umrah

Ruang Sujud2 days ago

Sa’i antara Shafa dan Marwah: Meneladani Keteguhan Hati Siti Hajar

News2 days ago

Presiden Rusia Vladimir Putin Ucapkan Selamat Idul Adha

Sportechment2 days ago

Debut Impian! Shunsuke Mito Siap Ukir Sejarah di Laga Jepang vs Indonesia

Sportechment2 days ago

Perjalanan Samanta Adik Darius Sinathrya Jadi Mualaf, Sempat Dimusuhi Sahabat

News2 days ago

Ditanya Soal Hubungan dengan Elon Musk, Trump Jawab Begini

Sportechment2 days ago

Sabar/Reza Tantang Wakil Korea di Final Indonesia Open 2025, Catat Jadwal Siaran Langsungnya

Sportechment2 days ago

F1 GP Spanyol 2025: Oscar Piastri Juara, Verstappen Terpuruk ke Posisi 10

Ruang Sujud2 days ago

Thawaf dalam Perspektif Ulama: Antara Ibadah Fisik dan Spiritualitas

Review2 days ago

Prof Rokhmin: Mari Jaga Raja Ampat, Pesonanya kini Terancam

Ruang Sujud2 days ago

Jenis-Jenis Thawaf: Panduan Lengkap bagi Jamaah Haji dan Umrah