Monitorday.com – Fenomena friendshoring, atau pengalihan rantai pasokan ke negara sekutu dalam perdagangan internasional dinilai sebagai peluang bagi Indonesia untuk memperkuat perekonomiannya.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag, Kasan, mengungkapkan bahwa tren ini muncul sejak pandemi Covid-19, terlihat dari pergeseran ekspor-impor Amerika Serikat yang mulai berpindah dari China ke Meksiko.
Menurut Kasan, Indonesia dapat memanfaatkan situasi ini karena memiliki kebijakan politik luar negeri bebas aktif, memungkinkan ekspor ke berbagai negara tanpa terikat oleh satu blok perdagangan tertentu.
“Politik luar negeri kita bebas aktif, begitu juga dengan politik dagang. Kita berdagang dengan siapa pun. Kebijakan ini harus kita kawal dengan konsisten,” ujar Kasan di Jakarta, Rabu (15/5).
Kasan menambahkan bahwa Indonesia bisa memaksimalkan potensi perdagangan melalui friendshoring di sektor manufaktur dan pengembangan kendaraan listrik (electric vehicle/EV), dengan memanfaatkan sumber daya dalam negeri.
Namun, hal ini perlu didukung oleh infrastruktur yang memadai dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
“Jika infrastruktur keras sudah ada, SDM kita meningkat, dan kebijakan dijalankan konsisten, terutama untuk jangka panjang, kita bisa meraih keuntungan,” tambahnya.
David Christian, Research Associate di Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya friendshoring adalah rivalitas antara AS dan China.
Ketegangan antara kedua negara ini meluas ke bidang perdagangan dan ekonomi, serta teknologi. “Persaingan untuk supremasi global di berbagai bidang,” ujarnya.
Pada 2023, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar 36,93 miliar dolar AS. Nilai ekspor Indonesia pada tahun tersebut mencapai 258,82 miliar dolar AS, sedikit di bawah capaian tahun sebelumnya yang sebesar 291,90 miliar dolar AS.
Meskipun nilai ekspor menurun, volume ekspor Indonesia pada 2023 tetap tumbuh 8,55 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).