Review
Gembong Teroris OPM Mati di Belahan?
Bumi Walo, gembong OPM, tewas di rumah kekasihnya setelah operasi TNI-Polri. Cinta tak cukup untuk menyelamatkan, dan peluru datang dengan cepat tanpa drama.

Published
11 hours agoon
By
Natsir Amir
Monitorday.com – Pernahkah kalian mendengar kisah tentang Bumi Walo Enumbi, gembong OPM yang ternyata lebih dikenal sebagai “kekasih gelap” hutan Papua? Ya, ini adalah kisah di mana bahkan cinta pun tak cukup untuk menyelamatkan si gembong dari takdir peluru yang datang di tengah malam.
Bumi Walo, yang lebih dikenal karena pertempurannya yang sengit dengan negara dan bukan karena janji-janji manisnya, akhirnya berakhir dengan cara yang tidak kalah dramatis, bukan di medan perang, melainkan di rumah seorang wanita yang sudah lama dicurigai menjadi “markas hati” sang gembong.
Pada dini hari Sabtu, 10 Mei 2025, ketika warga Kalome sedang bermimpi menjadi raja di dunia fantasi, TNI-Polri justru tengah menjalankan misi yang lebih serius. Mereka bukan datang untuk mencari kunci cinta, tapi peluru. Bumi Walo, yang sempat “merespon” dengan peluru dari rumah cinta, akhirnya dipersilakan untuk tidur selamanya. TNI-Polri dengan senyap, bak ninja yang tak pernah tertangkap kamera, menjalankan tugas mereka.
“Kami sudah pantau dua hari. Bukan karena cemburu, tapi karena dia buronan,” kata salah satu perwira dengan ekspresi serius dan mungkin sedikit bangga. Iya, siapa sih yang tidak bangga bisa mengakhiri petualangan seorang gembong tanpa harus ikut dalam drama sinetron cinta?
Bumi Walo, yang selama ini dikenal bukan hanya karena nama uniknya yang bisa bikin orang bingung, tapi juga karena hobi merampas nyawa dan logistik warga, akhirnya menjadi tokoh legenda.
Bukan legenda heroik seperti yang dia kira, melainkan legenda buruk yang membuat warga Puncak Jaya takut melihat nama “Bumi Walo” di ID kontak. Dua korban—Zainul yang hanya ingin mengantar logistik, dan Jamal yang cuma ingin pergi ke Kota Mulia, membuat cerita Bumi Walo tak pernah luntur, bahkan menjadi bahan perbincangan hangat di warung kopi. “Ada yang tahu Bumi Walo? Yang suka bikin kita hidup kayak nonton film horor?” Mungkin begitu percakapan di Puncak Jaya setelah kejadian ini.
Begitu kabar kematian Bumi Walo tersebar, warga Puncak Jaya pun merasakan kelegaan yang luar biasa, lebih lega daripada ketika kalian tahu kalau utang bulanan sudah dibayar. Tokoh adat Yonas Tabuni berkata, “Akhirnya! Kami bisa hidup tanpa takut. Bumi Walo bukan hanya teror, dia adalah Wi-Fi berjalan untuk sinyal kekacauan.” Bayangkan, orang yang jadi Wi-Fi untuk kekacauan! Bumi Walo mungkin bisa jadi inspirasi untuk provider internet, tapi tentu saja dalam hal yang tidak diinginkan.
Dan akhirnya, dengan cerita yang lebih tragis daripada sinetron jam 7 malam, tirai pun ditutup untuk Bumi Walo. Tak ada standing ovation, tak ada tepuk tangan dari penonton, hanya senyum lega dari warga yang akhirnya bisa tidur dengan tenang. Bumi Walo tidak mati sebagai pahlawan, tetapi sebagai legenda kelam yang terjebak dalam cinta dan peluru, dan mungkin juga sedikit nasib buruk. Negara, lewat TNI-Polri, sekali lagi menunjukkan bahwa meskipun cinta bisa mengubah segalanya, tidak ada yang bisa mengubah peluru yang datang dengan serius. Sekarang, Bumi Walo hanya bisa merancang pelarian di alam baka—dan ini pastinya pelarian yang tak akan pernah terjadi.
Mungkin Kamu Suka
Review
Parkir Gratis!Kenapa Masih Ada Juru Parkir di Indo Maret dan Alfa Maret?
meski pengumuman besar-besar tentang parkir gratis tersebar di seluruh Indonesia, praktik pungutan liar oleh oknum juru parkir masih tetap marak.

Published
5 minutes agoon
11/05/2025By
Natsir Amir
Monitorday.com – Parkir gratis, sebuah istilah yang mestinya menenangkan hati masyarakat, kini justru menjadi ironis di beberapa sudut kota Indonesia. Pemberitahuan besar yang mengklaim parkir gratis di seluruh jaringan Indo mart, Alfa mart hingga Alfa Midi, seolah tak berpengaruh pada oknum-oknum yang dengan santai memungut uang parkir dari para pengendara. Keanehan ini menimbulkan banyak pertanyaan: jika sudah ada kebijakan resmi tentang parkir gratis, mengapa pungutan ilegal tetap terjadi?
Yang lebih mencengangkan adalah kenyataan bahwa praktik ini tidak terbatas pada area komersial saja. Beberapa jalan umum dan bahkan pekarangan rumah warga menjadi sasaran empuk bagi oknum yang berpura-pura menjadi juru parkir. Bahkan, pedagang nasi uduk yang mencari nafkah dengan cara jujur pun tak luput dari masalah parkir yang mengganggu. Penambahan biaya parkir yang tiba-tiba muncul di tempat yang tidak semestinya menjadi tantangan bagi warga yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pihak kepolisian, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas ketertiban umum, harusnya tidak hanya duduk diam dan menjadi penonton dalam masalah ini. Tugas utama mereka adalah turun ke lapangan, mendengarkan keluhan warga, dan menindak tegas oknum-oknum yang menyalahgunakan kewenangannya. Tidak ada alasan yang membenarkan pungutan liar, apalagi jika alasan yang sering digunakan adalah “ekonomi.” Pungutan ini semakin parah dengan adanya oknum-oknum yang terkadang menggunakan ormas sebagai alat untuk melindungi praktik premanisme mereka.
Tak hanya di sektor parkir, fenomena pungli dan premanisme yang melibatkan ormas ini menyebar ke berbagai sektor lainnya. Pemasangan tiang Indihome, pembangunan jalan, hingga proyek-proyek infrastruktur lainnya seringkali dimanfaatkan untuk mencari keuntungan ilegal. Padahal, ini menjadi salah satu faktor penghambat yang menghalangi masuknya investasi ke Indonesia. Bagaimana sebuah negara bisa berkembang jika pengusaha merasa takut berinvestasi karena adanya pungutan liar di hampir setiap langkah mereka?
Ironisnya, hal ini justru membuat Indonesia semakin tertinggal dalam hal pembangunan ekonomi. Alih-alih menciptakan iklim investasi yang sehat, pungutan liar justru menciptakan ketidakpastian. Tak hanya pengusaha, masyarakat biasa pun merasakan dampak dari aksi-aksi premanisme ini, di mana mereka dipaksa membayar lebih untuk layanan yang seharusnya sudah mereka bayar dengan pajak yang sah.
Jika dibiarkan terus-menerus, Indonesia akan semakin kesulitan untuk maju. Negara ini tidak hanya membutuhkan kebijakan yang jelas, tetapi juga penegakan hukum yang tegas. Tak ada lagi toleransi terhadap pungli yang menggerogoti sumber daya negara. Tidak ada yang kebal dari parkir, kecuali di kuburan.
Dalam hal tindakan juru parkir liar yang mencatut uang dari pengunjung mini market, terdapat beberapa aspek hukum yang perlu diperhatikan. Pertama-tama, tindakan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai pungutan liar atau pungli, yang secara jelas melanggar hukum. Pungutan liar atau pungli merupakan tindakan ilegal yang dilarang dan dapat dikenai sanksi hukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Menurut Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi parkir di mini market sudah diatur dengan jelas. Tempat usaha yang menyediakan lahan parkir seharusnya tidak diperbolehkan untuk memungut biaya tambahan dari pengunjung, karena biaya tersebut seharusnya sudah termasuk dalam retribusi yang telah dibayarkan oleh pengelola tempat usaha.
Sanksi Pidana Pungli
Dalam konteks hukum pidana, tindakan pungli dapat dikategorikan sebagai pemerasan yang melanggar Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindakan tersebut dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara paling lama sembilan tahun.
Selain itu, penting untuk dicatat bahwa penegakan hukum terhadap tindakan pungli merupakan tanggung jawab pihak berwajib, terutama kepolisian. Masyarakat yang menjadi korban atau menyaksikan tindakan pungli diharapkan melaporkan hal tersebut kepada pihak berwenang agar tindakan hukum dapat diambil dengan cepat dan tepat.
Kesimpulan dan Tindakan Preventif
Oleh karena itu, dalam menanggapi kasus ini, perlu adanya kerjasama antara pengusaha mini market, masyarakat umum, dan aparat penegak hukum untuk mengatasi permasalahan juru parkir liar tersebut. Dengan demikian, keamanan dan ketertiban umum dapat terjaga, serta tindakan ilegal seperti pungli dapat dicegah dan diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Monitorday.com – Bali, pulau yang terkenal dengan pesonanya yang memukau dan nilai-nilai budaya yang kental, kini menghadapi tantangan baru. Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan organisasi masyarakat (ormas) dengan agenda yang tak jelas semakin meresahkan.
Salah satunya adalah Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya yang baru-baru ini menghebohkan Bali dengan membentuk keanggotaan di beberapa wilayah, termasuk Tabanan. Menanggapi hal ini, Gubernur Bali, Wayan Koster, dengan tegas menyatakan bahwa Bali bukanlah tempat bagi ormas yang membawa pengaruh negatif, apalagi yang berkedok sebagai preman.
Dalam sebuah peresmian Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice di Kabupaten Badung pada Kamis, 8 Mei 2025, Koster menegaskan bahwa keberadaan ormas dengan perilaku preman tidak bisa dibiarkan. Ia menekankan bahwa hal tersebut merusak ketertiban publik serta nilai-nilai budaya yang telah lama menjadi warisan Bali. “Bentuknya ormas, tetapi kelakuannya preman. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Menurut Koster, penyelesaian masalah sosial seharusnya dikembalikan pada akar budaya Bali, yang salah satunya adalah desa adat. Ia mengingatkan bahwa desa adat memiliki sistem keamanan yang sudah ada sejak lama, yaitu Sipandu Beradat, yang melibatkan aparat dan pecalang dalam menjaga ketertiban tanpa campur tangan pihak luar. “Jangan anggap enteng kekuatan budaya Bali,” tegasnya, mengingatkan bahwa kekuatan budaya Bali adalah benteng utama yang menjaga kedamaian dan harmoni masyarakat.
Kehadiran ormas seperti GRIB Jaya menjadi sorotan karena dianggap berpotensi merusak stabilitas sosial Bali. Organisasi ini tidak hanya membawa masalah sosial tetapi juga berpotensi menumbuhkan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem keamanan yang ada. Koster pun menegaskan bahwa siapapun yang menyalahgunakan nama organisasi untuk meresahkan masyarakat akan berhadapan langsung dengan adat dan negara.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ketut Sumedana, menyampaikan bahwa peluncuran Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice adalah langkah konkret untuk menyelesaikan konflik secara damai melalui pendekatan yang berbasis pada kearifan lokal. Ia mengatakan bahwa upaya ini merupakan revitalisasi hukum adat Bali yang bisa mengurangi ketergantungan pada metode penyelesaian konflik yang lebih konvensional dan mungkin menambah ketegangan sosial.
Sumedana menjelaskan bahwa dengan sistem tersebut, masyarakat bisa menyelesaikan perselisihan perdata dan sosial secara lebih humanis, tanpa harus melibatkan premanisme yang kerap menyertai keberadaan ormas dengan motif tersembunyi. Dengan ini, Bali diharapkan dapat menjaga keharmonisan yang telah terbentuk selama berabad-abad. “Dengan demikian, tidak perlu hadir preman berkedok ormas di tengah masyarakat,” tambahnya, menegaskan pentingnya keberadaan sistem hukum yang berbasis pada budaya setempat.
Pemerintah Bali pun mendapat dukungan luas dari masyarakat karena langkah ini dianggap sebagai upaya yang efektif untuk menjaga stabilitas sosial dan memperkuat kearifan lokal. Kearifan lokal, seperti yang disampaikan oleh Koster dan Sumedana, menjadi benteng utama dalam mempertahankan tatanan sosial Bali dari gangguan eksternal. Program-program seperti Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice diharapkan bisa menjadi model bagi daerah lain dalam menjaga keharmonisan masyarakat, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya yang ada.
Bali, sebagai pulau dengan segudang potensi budaya, kini lebih dari sekedar destinasi wisata. Ia juga menjadi simbol perlawanan terhadap segala bentuk kekerasan yang merusak tatanan sosial. Jika Bali mampu melawan ancaman dari dalam, seperti ormas berkedok preman, maka Bali akan tetap menjadi pulau yang tenang dan damai, tempat di mana tradisi dan modernitas berjalan berdampingan tanpa saling mengganggu.
Pengamat kebijakan Publik Junaidi menegaskan, tidak hanya GRIB, tapi ormas-ormas lain yang kerap terbukti melakukan pemerasan seperti menjaga parkir-parkir yang jelas-jelas tertulis parkir gratis tapi, sangat di anjurkan agar POLRI untuk menangkap preman-preman berkedok ormas.
Sebelumnya, desakan untuk membubarkan Pemuda Pancasila bermunculan di media sosial. Desakan itu menguat seiring keterlibatan Pemuda Pancasila dalam sejumlah aksi kriminalitas.
Salah satu aksi yang jadi sorotan publik adalah saat sejumlah anggota Pemuda Pancasila mengeroyok polisi. Kejadian itu berlangsung saat ormas tersebut menggelar aksi unjuk rasa di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Saat itu, kepolisian juga meringkus Ketua Pemuda Pancasila Blora Munaji. Munaji diduga memeras warga. Dia disebut meminta Rp40 juta untuk membantu seorang warga bebas dari tindak pidana di kepolisian.
Kemudian, polisi, TNI serta Satpol PP menyegel gedung yang dipakai Pemuda Pancasila di Kemayoran, Jakarta Pusat. Lahan dan gedung itu merupakan aset negara terkait kasus BLBI, sementara Pemuda Pancasila memakainya tanpa hak sejak 2004.
Sempat pula terjadi tawuran antara Pemuda Pancasila dengan Forum Betawi Rempug di Jakarta Barat. Ada korban jiwa akibat keributan dua ormas tersebut.
Review
Bill Gates dan Bisnis Vaksin: Sumbang Rp2,6 Triliun tapi Minta Uji Vaksin TBC pada Rakyat Indonesia
Bill Gates memberikan miliaran dolar untuk vaksinasi global, tetapi pertanyaannya, apakah ini sekadar bantuan tanpa agenda tersembunyi? Pengaruhnya yang besar dalam kebijakan kesehatan global patut dipertanyakan.

Published
3 hours agoon
11/05/2025By
Natsir Amir
Monitorday.com – Bill Gates, miliarder dan pendiri Microsoft, sejak lama telah dikenal atas dedikasinya dalam sektor kesehatan melalui Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF). Dengan dana yang sangat besar, Gates menyumbangkan lebih dari USD 50 miliar sejak 2000, berfokus pada pengembangan vaksin dan peningkatan sistem kesehatan global, terutama di negara berkembang.
Namun, di balik citra positifnya, muncul pertanyaan kritis: Apakah sumbangan besar tersebut benar-benar hanya untuk kebaikan umat manusia, atau ada agenda tersembunyi yang lebih besar?
BMGF telah menyalurkan lebih dari USD 159 juta kepada Indonesia sejak 2009, dengan fokus utama pada vaksinasi dan penguatan kapasitas produksi vaksin. Salah satunya adalah dukungan terhadap Bio Farma, BUMN farmasi yang kini mampu memproduksi dua miliar dosis vaksin polio per tahun.
Keterlibatan Gates dalam sektor vaksin bukan sekadar dana hibah; ia juga terlibat dalam pengembangan vaksin melalui investasi langsung ke perusahaan biofarmasi, seperti BioNTech dan CureVac, yang ikut mengembangkan vaksin Covid-19. Sumbangan ini, meskipun dihargai oleh banyak kalangan, membawa serta pengaruh besar yang membangkitkan kekhawatiran tentang kontrol berlebih atas kebijakan kesehatan global.
Di negara-negara berkembang, terutama Indonesia, Gates melalui yayasannya tidak hanya memberi dana tetapi juga menginginkan negara tersebut menjadi tempat uji coba vaksin. Salah satunya adalah vaksin TBC yang dikembangkan oleh Gates. Pengujian ini tentu membawa dampak yang lebih besar, karena melibatkan rakyat sebagai subjek uji coba. Di satu sisi, Indonesia diuntungkan dengan vaksin yang lebih cepat tersedia, namun di sisi lain, ada rasa khawatir mengenai etika dan keadilan dalam pengujian tersebut. Apakah Indonesia benar-benar diberdayakan dengan pengembangan ini, atau justru menjadi korban eksperimen besar?
Gates, meskipun dianggap sebagai filantropis, sering kali dikritik karena kekuasaannya yang terlalu besar dalam kebijakan kesehatan global. Beberapa ahli, termasuk Dr. David McCoy dari University College London, menyuarakan kekhawatirannya tentang besarnya pengaruh seorang individu terhadap kebijakan kesehatan global.
Gates, yang meskipun tidak menjabat sebagai pejabat publik, dapat mempengaruhi keputusan besar dalam distribusi vaksin, termasuk dalam program COVAX yang dikritik karena distribusinya yang timpang antara negara maju dan berkembang.
Investasi Gates pada perusahaan seperti BioNTech dan CureVac, yang berkembang pesat selama pandemi Covid-19, juga menambah kontroversi. Beberapa pihak menilai ini sebagai potensi konflik kepentingan, mengingat bahwa Gates, selain menjadi donatur utama, juga bisa memperoleh keuntungan finansial dari kebijakan vaksin yang ia dukung. Tidak hanya itu, program vaksinasi yang didukung Gates di berbagai negara berkembang, termasuk India, juga menuai kritik keras. Program vaksinasi HPV di India pada 2009 yang melibatkan remaja perempuan di bawah usia 15 tahun berakhir dengan kematian beberapa peserta dan temuan parlemen India yang mengungkapkan pelanggaran etika dan kurangnya pengawasan yang memadai.
Namun, meskipun banyak kritik yang muncul, tak bisa dipungkiri bahwa Gates juga telah banyak berkontribusi dalam pemberantasan polio dan mempercepat distribusi vaksin malaria, serta mendanai riset untuk penyakit tropis yang sering terabaikan.
Tapi apakah itu cukup untuk menutupi dampak negatif dari pengaruh besar yang dimilikinya? Dalam hal ini, dilema besar muncul: apakah manfaat dari dana besar yang disalurkan Gates lebih besar daripada potensi penyalahgunaan kekuasaan yang ada di baliknya?
Pada akhirnya, dunia harus memilih antara memanfaatkan sumber daya besar yang dibawa Gates atau menuntut lebih banyak transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan yang ia usung.
Dalam setiap sumbangan, ada pertanyaan tentang siapa yang sebenarnya diuntungkan, dan apakah semua ini benar-benar untuk kebaikan manusia, atau ada harga yang harus dibayar yang tidak kita sadari?
Review
Persaingan Jet Tempur dalam Perang India-Pakistan
Konflik India-Pakistan kali ini menjadi ajang pembuktian kemampuan teknologi militer, khususnya jet tempur Rafale dan buatan China, dengan dampak besar bagi perkembangan alutsista global.

Published
3 hours agoon
11/05/2025By
Natsir Amir
Monitorday.com – Konflik antara India dan Pakistan kembali mengguncang dunia, namun kali ini, perang yang memanas tidak hanya sekadar persoalan perseteruan antar negara yang telah berlangsung lama. Perang ini juga menjadi ajang pembuktian kemampuan teknologi militer, khususnya dalam hal ketangguhan jet tempur yang digunakan oleh kedua negara. India, yang semakin mengandalkan teknologi canggih dari Barat, menggunakan jet tempur Rafale, sementara Pakistan, dalam upaya untuk memperkuat armada tempurnya, memanfaatkan jet tempur buatan China. Keduanya, meski berbeda asal dan teknologi, kini harus membuktikan diri di medan pertempuran yang sejatinya adalah medan pengujian nyata bagi keduanya.
Jet tempur Rafale yang dimiliki India, sebuah karya canggih buatan Prancis, bukan hanya terkenal karena desainnya yang efisien dan modern, tetapi juga karena teknologi avionik dan senjata presisi yang terpasang di pesawat tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, Rafale telah memperkuat kekuatan udara India dengan kemampuan tempur jarak jauh dan kelincahannya dalam menghadapi ancaman musuh. Sementara itu, Pakistan memilih untuk mengandalkan jet tempur buatan China yang meskipun tidak semewah Rafale, tetap memberikan Pakistan keunggulan tersendiri dalam hal keberagaman sumber daya dan kedekatannya dengan sekutu regional yang kuat.
Perang India-Pakistan kali ini memberikan gambaran jelas tentang bagaimana persaingan antara kekuatan Barat dan Timur kini semakin nyata, dengan India yang mendapatkan dukungan kuat dari negara-negara Barat, sementara Pakistan lebih mengandalkan kekuatan dari Timur, seperti China dan sekutunya, Turki. Ini adalah perubahan besar dalam peta geopolitik global yang menyadarkan dunia akan pentingnya aliansi strategis dalam perang modern. Pakistan, dengan dukungan dari China dan Turki, berada di posisi untuk lebih siap menghadapi pertempuran jangka panjang, dengan berbagai alutsista yang sudah disiapkan dengan matang.
Namun, meskipun India memiliki kekuatan teknologi yang lebih modern, situasi di lapangan menunjukkan bahwa Pakistan memiliki keunggulan dalam hal kesiapan jangka panjang. Informasi yang beredar menunjukkan bahwa Pakistan tidak hanya memiliki persiapan yang matang untuk menghadapi gempuran udara dari India, tetapi juga telah mempersiapkan diri untuk pertempuran darat yang lebih intens. Di sisi lain, India sepertinya lebih berhati-hati dalam mengambil langkah, dengan beberapa laporan yang menyebutkan bahwa India telah meminta gencatan senjata, meskipun hal ini masih belum dapat dipastikan.
Persaingan teknologi militer ini memberikan dampak besar terhadap pengembangan dan evolusi pesawat tempur di masa depan. Hasil dari pertempuran ini, baik dalam hal kemenangan atau kerugian, akan memberikan data yang sangat berharga dalam menentukan arah pengembangan teknologi pesawat tempur global. Dengan setiap pertempuran yang terjadi, baik itu udara maupun darat, kedua negara ini berperan dalam mengubah peta kekuatan dunia, dengan teknologi sebagai faktor penentu dalam peperangan modern.
Ketegangan yang terjadi antara India dan Pakistan memberikan pelajaran berharga bagi dunia, bahwa persaingan teknologi militer kini tak hanya soal kekuatan ekonomi atau politik, tetapi juga soal kemampuan beradaptasi dengan teknologi mutakhir yang terus berkembang. Perang ini lebih dari sekadar benturan dua negara dengan sejarah panjang permusuhan, melainkan juga soal persaingan antara dua blok besar dunia yang memainkan peran krusial dalam peta geopolitik global.
Review
Pembangunan Infrastruktur ala AHY: Bukan Sekadar Beton dan Aspal
Menko AHY dalam Konreg Kementerian PU 2025 memaparkan empat prioritas pembangunan infrastruktur yang fokus pada ketahanan pangan, energi, air, kualitas SDM, konektivitas, dan ketahanan lingkungan.

Published
4 hours agoon
11/05/2025By
Natsir Amir
Monitorday.com – Saat AHY berdiri di depan para pejabat tinggi dan ahli infrastruktur, sepertinya tak hanya debu proyek pembangunan yang berterbangan di ruangan itu. Ada aura baru yang dibawa oleh sang Menko, yang sudah lama dikenal dengan gaya diplomatik dan sedikit humorisnya. Dalam acara Konreg Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang digelar pada 9 Mei lalu, AHY dengan tegas menyampaikan empat prioritas pembangunan infrastruktur yang bukan sekadar angka atau statistik. Ini lebih kepada pencapaian konkret yang harus berkelanjutan.
Dibuka dengan sorotan pada ketahanan pangan, energi, dan air—tiga hal yang jarang mendapat sorotan sekuat ini. Ah, tentu saja, siapa yang tak tahu kalau bendungan Cirata dan Jatiluhur lebih sering dipandang hanya sebagai ‘tempat penyimpanan air’ atau ‘sumber energi’ saja? Tapi tidak bagi AHY. Bagi dia, kedua bendungan tersebut tak sekadar mengalirkan air atau listrik. Mereka adalah potensi untuk wisata, olahraga air, bahkan pusat ekonomi kreatif! “Bayangkan saja,” katanya sambil tersenyum, “mungkin nantinya kita bisa sekalian berolahraga sambil menghasilkan energi terbarukan.” Luar biasa, kan?
Prioritas kedua tak kalah menarik. AHY menyoroti pentingnya pembangunan yang mendukung kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan optimisme tinggi, dia memberikan apresiasi terhadap proyek-proyek yang sudah selesai, seperti stadion olahraga dan apartemen dosen. Siapa sangka, betapa pentingnya apartemen dosen untuk mengembangkan SDM kita! Setiap bata yang terpasang bukan hanya meningkatkan kapasitas fisik, tapi juga mental bangsa.
Tidak kalah serunya, prioritas ketiga yang menyentil soal konektivitas. “Semakin baik konektivitas, semakin terintegrasi Indonesia,” ujar AHY dengan suara penuh keyakinan. AHY tak hanya berbicara tentang jalan raya dan rel kereta, tapi juga mengenai integrasi antarwilayah yang seharusnya mendukung pertumbuhan ekonomi secara merata. Bagi dia, membangun jembatan di wilayah Timur bukan hanya tentang akses, tetapi juga tentang membuka pintu peluang baru.
Dan, terakhir, AHY menutup sambutannya dengan menyoroti pentingnya infrastruktur yang ramah lingkungan. Walaupun topik ini disinggung secara singkat, AHY mengingatkan kita bahwa setiap proyek pembangunan tidak boleh mengabaikan dampaknya terhadap alam. Mungkin ini adalah hal yang kerap terlupakan dalam kejar-kejaran membangun, tapi AHY memastikan bahwa kolaborasi antara kementerian dan lembaga akan terus dijaga untuk mewujudkan pembangunan yang efisien dan berkelanjutan.
Lalu, siapa saja yang turut hadir dalam acara tersebut? Selain AHY, tentu saja ada Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo dan sejumlah pejabat lainnya. Mereka semua tampak serius, namun siapa yang tahu, di balik wajah serius mereka, ada secercah harapan besar untuk Indonesia yang lebih terhubung dan berkelanjutan. Kolaborasi antar kementerian, menurut AHY, adalah kunci untuk mencapainya.
Ah, siapa yang menyangka, pembangunan infrastruktur bisa seseru ini? Jika AHY terus mengusung ide-ide segar seperti ini, mungkin kita bisa melihat Indonesia lebih dari sekadar bangunan besar—tapi sebuah negara yang terhubung erat, bergerak maju bersama.
Review
Golkar: Kemenangan Kosgoro dalam Transformasi Ekonomi
Muspinas III Kosgoro 1957 mengusung tema hilirisasi dan digitalisasi untuk kemajuan ekonomi Indonesia, dengan kesepakatan untuk kembali mencalonkan Dave Laksono sebagai Ketua Umum pada MUBES 2026.

Published
10 hours agoon
11/05/2025By
Natsir Amir
Monitorday.com – Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspinas) ke-III Kosgoro 1957 yang berlangsung di Hotel Sultan Jakarta pada 7-8 Mei 2025, bukan sekadar acara rutin, melainkan langkah strategis yang mempertegas komitmen organisasi ini terhadap transformasi ekonomi Indonesia.
Dengan tema besar “Hilirisasi dan Digitalisasi Mewujudkan Kemandirian dan Martabat Bangsa”, acara ini menjadi titik tolak baru dalam upaya memberdayakan ekonomi Indonesia melalui digitalisasi dan hilirisasi yang lebih masif.
Kosgoro 1957, sebagai organisasi yang telah melahirkan Partai Golkar, terus berupaya memperkuat peran serta dalam perekonomian Indonesia, dengan fokus utama pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam pidatonya, Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa organisasi ini terus berkembang seiring dengan upaya memperjuangkan agenda besar untuk Indonesia yang lebih maju.
Bahlil juga memuji kepemimpinan Dave Laksono sebagai Ketua Kosgoro 1957 yang telah membawa organisasi ini menjadi lebih solid dan berhasil bersinergi dengan Partai Golkar dalam menggerakkan program-program kesejahteraan rakyat. Di bawah pimpinan Laksono, Kosgoro tidak hanya memperkuat jaringan, tetapi juga menjadi pendorong utama dalam pergerakan ekonomi negara.
Agenda Muspinas ke-III Kosgoro 1957 juga diwarnai dengan dua sesi talkshow yang menghadirkan pembicara-pembicara penting.
Topik pertama mengenai “Transformasi Ekonomi Indonesia melalui Digitalisasi serta Penguatan Koperasi dan UMKM” membahas bagaimana digitalisasi dapat mempercepat pertumbuhan sektor ekonomi Indonesia, serta peran penting koperasi dan UMKM dalam perekonomian nasional. Tokoh-tokoh nasional seperti Gubernur Lemhamnas Ace Hasan Syadzily dan Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, turut berpartisipasi memberikan pandangan mereka tentang pentingnya peran sektor digital dalam mempercepat kemajuan ekonomi.
Talkshow kedua membahas tentang “Peran Hilirisasi dalam Transformasi Indonesia”, dengan penekanan pada bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan potensi hilirisasi sumber daya alam untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional. Peran penting sektor hilirisasi, menurut para pembicara, adalah kunci dalam mewujudkan kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.
Namun, yang tak kalah menarik adalah keberhasilan Muspinas ke-III dalam menyusun aspirasi dari berbagai daerah. Salah satu keputusan penting yang diambil dalam acara ini adalah kesediaan Ketua Umum PPK Kosgoro 1957, Dave Laksono, untuk maju kembali dalam Musyawarah Besar (MUBES) Kosgoro 1957 yang akan diadakan tahun 2026 mendatang. Kesediaan ini disambut positif oleh para anggota dan pemimpin daerah yang melihat Laksono sebagai figur yang mampu membawa Kosgoro ke tingkat yang lebih tinggi.
Dengan aspirasi yang terungkap dan kesediaan Dave Laksono untuk kembali memimpin, Kosgoro 1957 menunjukkan bahwa organisasinya siap menghadapi tantangan besar di masa depan. Tidak hanya berfokus pada transformasi ekonomi, namun juga pada penguatan struktur organisasi yang akan terus mendukung kemandirian bangsa.

Paling tidak dalam membahas pengelolaan perusahaan BUMN, kita perlu memahami konsep hukum bisnis dan tata negara. Banyak hasut diedarkan bahwa UU BUMN 2025 ini membuat jajaran direksi dan komisaris BUMN menjadi kebal hukum. Tuduhan ini sama sekali keliru, karena semangat pemberantasan korupsi tidak bergeser sedikitpun dengan adanya Undang-undang baru ini.
Kita harus memulai dari sebuah doktrin yang dikenal Business Judgment Rules (BJR). Sebuah prinsip legal yang menjadi pedomaan perlindungan Direksi dalam menjalankan sebuah bisnis yang rentan. Namun, bukan berarti BJR secara doktriner dapat melindungi tindak pidana korupsi dalam BUMN- Kurang lebih, BJR bisa berlaku sebagai sebuah perlindungan Direksi apabila semua pra-syaratnya terpenuhi.
Apabila seorang direksi secara terang-terangan dengan bukti dan saksi yang kuat melakukan korupsi maka secara otomatis doktrin BJR tidak bisa dijalankan. Kita juga perlu mendudukan 3 aspek udang-undang dalam melihat pengelolaan BUMN. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 1 Tahun 2025 Tentang Perubahan Keempat BUMN, UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yang selanjut kita kenal dengan UU PT, UU BUMN, UU Tipikor. Ketiga undang-undang ini menjadi satu-kesatuan dalam merujuk pengelolaan BUMN.
Ketiga aspek undang-undang di atas saling memperkuat, sebagai kontrol dalam pengelolaan kekayaan negara. Kita juga perlu memahami genus dari masing-masing perundangan. UU Perseroan Terbatas dan UU BUMN boleh kita kategorikan pada genus keperdataan, sedangkan genus UU Tindak Pidana Korupsi masuk pada genus kepidanaan. Hal inilah yang perlu kita letakan pada tempat dan porsinya masing-masing. Sehingga tidak tumpang-tindih dalam pemahaman.
Banyak terjadi salah tafsir terhadap Undang-Undang No.1 tentang Perubahan Keempat BUMN 2025 yang cukup fatal. Adalah mengeneralisir kegiatan usaha BUMN sama seperti kegiatan serap anggaran birokrasi pengguna kuasa anggaran negara. Padahal, kegiatan usaha BUMN membutuhkan improvement dan pengelolaan risiko. Dalam kegiatan usaha risiko tidak bisa dinegasikan dalam sebuah pertimbangan pengambilan keputusan. Yaitu artinya dalam setiap pengambilan keputusan perusahaan BUMN selalu mengandung risiko.
Kita perlu memahami dan memilah, bahwa modal perusahaan BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Merujuk berdasarkan UU Perseroan Terbatas, modal telah diatur pada BAB III Modal dan Saham. Artinya, kekayaan negara yang telah dipisahkan menjadi tunduk pada definisi modal pada UU Perseroan Terbatas.
Itulah, salah satu dasar kuat mengapa Direksi dan Komisaris BUMN bukan penyelenggara negara. Dalam banyak kasus, Direksi Perusahaan BUMN tidak berani mengambil keputusan oleh karena selalu dibayangi ancaman pidana korupsi. Hambatan ini juga perlu dijawab, agar perusahaan BUMN mampu melakukan improvement dan taking risk dalam pengelolaan permodalan perusahaan BUMN.
Di sisi lain, kelompok penghasut yang menuduh bahwa UU BUMN 2025 menjadikan Direksi dan Komisaris kebal hukum. Bisa dimengerti karena mereka hanya memiliki pemahaman terbatas pada rezim Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Satu-satunya yang digunakan adalah, pasal 5 UU Tipikor. Yang mana, pasal tersebut mendefinisikan bahwa Direksi dan Komisaris adalah penyelenggara negara.
Jika kelompok hasut ini mau membuka pikiran lebih maju lagi, pertimbangan pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor bisa menjerat siapapun yang terbukti melakukan tindakan korupsi. Jelas sekali dalam pasal 2 & 3 UU Tipikor, diberlakukan klausul kepada “setiap orang”. Artinya apa? Meski dalam UU BUMN 2025 Direksi dan Komisaris bukan lagi penyelenggara negara. Jika masing-masing individu itu melakukan tindak pidana korupsi, maka pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor tetap bisa diproses secara hukum pidana korupsi.
Tetapi, jika seorang Direksi BUMN sejak awal sudah menunjukan itikad baik dan tidak memiliki konflik kepentingan pada pengelolaan perusahaan BUMN. Meskipun terjadi kerugian, yang bersangkutan tidak bisa dituduh merugikan kekayaan negara. Terlebih, jika faktor utama terjadinya kerugian perusahaan akibat diluar kendali para pemegang saham.
Secara prinsip, kita perlu percaya dan yakin bahwa pemerintahan Presiden Prabowo tetap memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Oleh karenanya, pemerintahan Prabowo-Gibran melalui Menteri BUMN Erick Thohir terus melakukan pendampingan hukum dan kerjasama, baik melalui Kejaksaan RI maupun KPK. Berserta catatan kita atas situasi ekonomi global yang begitu dinamis dan fluktuatif. Kita membutuhkan sebuah portofolio perusahaan Negara dengan valuasi kekayaan yang besar sebagai penjamin fiskal negara di Internasional. Secara konsekuensi logis, kita perlu mendorong perusahaan BUMN kita untuk lebih lincah dan transparan menuju reputasi serta profesionalisme.
Suka tidak suka, mendorong prinsip Business Judgment Rule (BJR) ke dalam BUMN adalah keniscayaan. Untuk meningkatkan daya saing manajemen dan investasi. Di waktu yang sama kita juga mendorong agar aparat penegak hukum secara profesional membuka konsideran prinsip BJR dalam melihat pengelolaan perusahaan terkhusus BUMN.
Wabil akhir kita perlu secara objektif meletakan semangat UU BUMN 2025 ini sebagai stimulus. Harapannya agar perusahaan BUMN bisa memiliki daya saing Global. Selain itu, UU BUMN 2025 juga punya semangat tata kelola bisnis yang lebih responsif dalam dinamika global. Yang pada ujungnya dapat membuka lapangan pekerjaan domestik dan pertumbuhan positif ekonomi nasional.
Salam Akal Sehat, Medan, 9 Mei 2025.
Review
Menhan Pakistan Bela Muslim Kashmir Disebut Radikal, Tapi Media Barat Justru Dukung Aksi Teror Modi dan Netanyahu?
Menhan Pakistan, Jenderal Asim Munir membela rakyat Kashmir dan Palestina, namun malah dicap radikal, sementara Modi dan Netanyahu justru dipuja meski menyebar teror atas nama agama.

Published
2 days agoon
10/05/2025By
Natsir Amir
Monitorday.com – Ketika Benjamin Netanyahu menghujani Gaza dengan rudal dan bom, dunia seolah hanya mencatat angka—bukan nyawa. Ribuan anak-anak, wanita, dan warga sipil Palestina menjadi korban, namun pembantaian itu dibungkus rapi dalam narasi “hak membela diri”. Nyetanyahu bak drakula yang haus akan darah warga Gaza.
Perdana Menteri India, Modi pun tak jauh berbeda, layaknya Vampir berpura-pura damai, namun lebih suka mengintimidasi. Di bawah slogan Hindutva, ia menyulut diskriminasi sistemik terhadap umat Islam di India dan Kashmir, membungkam suara-suara minoritas, dan bahkan menyeret negara tetangga, Pakistan, ke dalam konflik atas nama superioritas agama.
Namun ketika Jenderal Asim Munir, Menteri Pertahanan Pakistan yang juga seorang hafiz Qur’an, bersuara lantang membela tanah air dan rakyat Kashmir, ia dicap sebagai radikal. Media Barat menggigil bukan oleh suara bom di Gaza, tetapi oleh pidato seorang jenderal Muslim yang berbicara tentang keadilan. Begitulah standar ganda Media Barat yang sudah sekian lama seperti itu.
Ada yang keliru di sini.
Asim Munir bukan sekadar jenderal. Ia adalah sosok dengan reputasi intelektual, disiplin militer tinggi, dan spiritualitas yang mendalam. Hafal Al-Qur’an di usia muda, ia dikenal sebagai pemimpin yang berkomitmen menjaga kehormatan Pakistan bukan hanya secara militer, tetapi juga moral. Ketika Modi melanggengkan kebijakan apartheid di Kashmir dan Netanyahu membangun “tembok apartheid” di Tepi Barat, Munir tampil bukan dengan retorika kebencian, tetapi dengan semangat pembelaan terhadap hak asasi dan martabat umat manusia.
Ia tak menyerukan perang, tapi menegaskan bahwa Pakistan tak akan tinggal diam ketika rakyat Kashmir diperlakukan seperti budak di tanahnya sendiri. Ketika dunia diam seribu bahasa atas genosida perlahan di Gaza, Munir menyuarakan solidaritas. Ia tak menyerang, ia membela.
Namun, inilah ironi dunia hari ini. Ketika Israel memutihkan penjajahan dengan dalih sejarah dan India menyulut sektarianisme atas nama budaya, dunia menyebut itu bagian dari kedaulatan. Tapi ketika seorang Muslim membela haknya dan kaumnya, tiba-tiba muncul kata: radikalisme.
Pertanyaannya: sejak kapan pembelaan terhadap yang tertindas menjadi kesalahan, dan sejak kapan penjajahan menjadi hak?
Netanyahu dan Modi, dalam banyak kebijakan dan pernyataan, kerap menjadikan agama sebagai tameng kekerasan. Di Israel, ekstremisme religius dijadikan landasan negara. Pemukiman ilegal Yahudi dijustifikasi oleh teks-teks suci yang ditafsirkan sepihak. Di India, larangan jilbab, penggusuran masjid, dan kekerasan terhadap Muslim—dengan dukungan pemerintah—semua dimaafkan oleh dunia, bahkan beberapa dianggap sebagai “proyek nasionalisme”.
Kontras dengan itu, Asim Munir membawa pesan damai dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Ia bukan teroris. Ia pemimpin militer yang paham bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, termasuk bangsa Kashmir. Ia tahu bahwa suara yang membela Palestina bukan tentang agama semata, tetapi tentang kemanusiaan yang dikoyak habis oleh politik kekuasaan.
Dunia harus mulai jujur. Teror bukan hanya bom, tetapi juga kebijakan. Penjajahan bukan hanya invasi, tetapi juga pembiaran. Dan yang paling menyakitkan, terorisme hari ini tak lagi diukur dari tindakan, tapi dari siapa yang melakukannya.
Saat Netanyahu menyerang, ia disebut “perdana menteri yang melindungi negaranya”. Saat Modi mendiskriminasi, ia disebut “tokoh nasionalis Hindu”. Tapi saat Asim Munir membela diri dan umatnya, ia dicap “ekstremis Islam”.
Standar ganda ini harus dihentikan. Dunia harus menilai berdasarkan tindakan, bukan agama pelakunya.
Review
Dosen: Lebih Dari Sekadar Buruh Pendidikan
Dosen lebih dari sekadar buruh pendidikan. Mereka adalah pemikir dan inovator yang harus diberdayakan untuk berkembang, bukan hanya dipandang sebagai pekerja yang menjalankan instruksi.

Published
1 week agoon
01/05/2025By
Natsir Amir
Monitorday.com –“Pendidikan adalah kunci untuk membuka dunia, tetapi bukan kunci untuk dikendalikan.” – Paulo Freire
Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa dosen seharusnya tidak hanya dianggap sebagai buruh yang bekerja tanpa mempertanyakan makna atau kontribusinya.
Mereka adalah pemikir, pencipta, dan pendorong utama dalam proses pendidikan yang berkelanjutan. Namun, sayangnya, realitas seringkali tidak seindah teori. Dalam banyak kasus, dosen justru diperlakukan lebih seperti buruh yang hanya menjalankan instruksi tanpa adanya ruang untuk berkembang, bertanya, atau memberi inovasi dalam dunia akademik.
Dalam sistem pendidikan, dosen memainkan peran yang sangat vital. Mereka bukan hanya pengajar yang mentransfer pengetahuan, tetapi juga peneliti yang menciptakan pengetahuan baru. Mereka adalah pemikir kritis yang seharusnya dapat bebas mengeksplorasi ide dan berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Namun, dalam banyak situasi, para dosen dibebani dengan beban administrasi yang tinggi, tuntutan penelitian yang sering kali tidak realistis, serta evaluasi yang sering kali tidak sesuai dengan esensi dari pekerjaan mereka.
Dosen sering dipandang sebagai sosok yang harus selalu berada di kelas, mengajar, dan memastikan bahwa mahasiswa menguasai materi dengan baik. Namun, di balik rutinitas ini, ada berbagai masalah struktural yang membuat mereka tidak lebih dari sekadar buruh pendidikan. Banyak dosen yang terjebak dalam sistem yang menuntut mereka untuk terus-menerus beradaptasi dengan kebijakan yang berubah-ubah, tanpa adanya penghargaan yang setimpal untuk kerja keras mereka.
Beban administrasi yang tidak terhitung banyaknya sering kali mengalihkan perhatian dosen dari apa yang seharusnya menjadi inti dari profesi mereka, yaitu pengajaran dan penelitian.
Mereka dipaksa untuk menghabiskan waktu berjam-jam untuk memenuhi berbagai persyaratan administratif yang mengganggu waktu mereka untuk berfokus pada pengembangan materi ajar atau riset yang dapat memberi dampak positif bagi masyarakat. Ironisnya, meskipun mereka berjuang keras untuk memenuhi tuntutan administratif, tidak jarang hasil kerja mereka tidak mendapatkan pengakuan yang layak dari lembaga pendidikan.
Selain itu, sistem evaluasi yang terlalu terfokus pada kuantitas juga tidak jarang menjadi beban tersendiri bagi dosen. Misalnya, dalam dunia akademik, kualitas pengajaran dan riset sering kali diukur berdasarkan jumlah publikasi atau pengajaran yang dilakukan, tanpa memperhitungkan kualitas dari materi yang disampaikan atau penelitian yang dilakukan. Evaluasi yang sempit ini mengabaikan dampak jangka panjang dari pendidikan yang benar-benar relevan dan berkualitas.
Yang lebih parah lagi, banyak dosen yang merasa tidak diberdayakan dalam pengambilan keputusan mengenai kurikulum atau metodologi pengajaran. Padahal, mereka adalah pihak yang paling memahami kebutuhan mahasiswa dan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan. Namun, keputusan-keputusan strategis yang seharusnya melibatkan mereka sering kali dibuat oleh pihak manajemen universitas tanpa melibatkan suara mereka.
Hal ini semakin menambah kesan bahwa dosen hanyalah pekerja yang menjalankan perintah tanpa diberi ruang untuk berinovasi.
Sementara itu, dalam masyarakat, pandangan terhadap dosen sering kali masih terjebak pada anggapan bahwa mereka hanya bekerja di jam-jam tertentu dan tidak memiliki tantangan yang sesungguhnya. Padahal, dunia akademik penuh dengan dinamika yang sangat kompleks. Dosen tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga mengembangkan metode baru dalam pengajaran, menciptakan solusi untuk masalah yang muncul, dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang terus berubah.
Keberhasilan dalam pendidikan tidak hanya bergantung pada apa yang diajarkan di ruang kelas, tetapi juga bagaimana dosen itu sendiri diberdayakan dan dihargai dalam sistem pendidikan. Mereka bukanlah buruh yang hanya datang bekerja dan pulang tanpa memberikan kontribusi yang bermakna. Dosen adalah pionir yang harus mendapatkan ruang untuk berkembang, menciptakan, dan berinovasi dalam cara mereka mendidik generasi masa depan.
Dalam menghadapi tantangan ini, kita perlu mengubah cara pandang terhadap dosen. Mereka harus diberdayakan, diberi penghargaan yang setimpal, dan diberikan kebebasan untuk berinovasi dalam pendidikan. Hanya dengan begitu, dunia pendidikan kita dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Review
Carut Marut Mayday: Buruh, Kebijakan, dan Ketimpangan
Indonesia harus serius menciptakan kebijakan yang mendukung swasembada pangan, memperbaiki iklim investasi, dan mempermudah birokrasi agar industri dalam negeri bisa berkembang.

Published
1 week agoon
01/05/2025By
Natsir Amir
Monitorday.com – Hari Buruh di Indonesia, yang seharusnya menjadi momen refleksi atas kontribusi tenaga kerja, justru kembali terjebak dalam pusaran masalah yang belum juga terpecahkan.
Tahun demi tahun, peringatan ini seringkali disertai dengan demonstrasi, tuntutan kenaikan upah, dan perbaikan kondisi kerja. Namun, ironisnya, meskipun negara ini memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, kita masih bergantung pada impor komoditas yang seharusnya bisa diproduksi di dalam negeri. Hal ini mencerminkan kegagalan dalam mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada.
Bukan hanya soal ketergantungan pada impor yang terus berlanjut, namun lebih dalam lagi soal bagaimana kebijakan ekonomi yang kurang bersahabat dengan investor dan pelaku usaha justru menjadi penghambat kemajuan. Sumber daya alam yang melimpah tak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Bahkan, penguasa yang merangkap pengusaha terkadang menggunakan pihak ketiga untuk memalak rakyat dengan dalih kebijakan yang pro-investasi. Sungguh ironis, di saat kita bisa berdiri di atas kaki sendiri, kenyataannya justru kita semakin terjebak dalam belenggu ketergantungan pada negara lain.
Salah satu contoh nyata yang menggambarkan masalah ini adalah impor beras yang meskipun jumlahnya menurun, masih saja dilakukan. Selain beras, komoditas lainnya seperti kedelai, garam, cabai, bawang, kentang, dan bahkan terpal, masih mengandalkan impor. Padahal, negara ini memiliki potensi yang seharusnya dapat menyuplai kebutuhan tersebut tanpa harus bergantung pada impor. Masalah yang lebih mendalam adalah ketidaktersebaran hasil pembangunan yang seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat sekitar. Tidak jarang, kebijakan yang ada justru lebih menguntungkan segelintir pengusaha besar yang terhubung dengan kekuasaan, sementara masyarakat tidak merasakan manfaatnya.
Solusi untuk mengatasi problematika ini bukanlah hal yang mudah. Namun, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menuju perubahan yang lebih baik.
Pertama, pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan investasi benar-benar mendukung industri dalam negeri, bukan hanya menguntungkan segelintir pihak.
Investasi asing memang penting, tetapi yang lebih penting adalah menciptakan ekosistem industri yang mendorong perusahaan domestik untuk berkembang. Negara perlu memberikan insentif yang jelas bagi perusahaan lokal untuk meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing.
Kedua, untuk mengurangi ketergantungan pada impor, kita perlu serius dalam menciptakan swasembada pangan. Pemerintah harus memperkuat sektor pertanian dan perikanan, memberikan dukungan yang cukup kepada petani dan nelayan dengan teknologi yang lebih modern, serta menghilangkan praktik perantara yang tidak transparan dalam distribusi komoditas. Pemberdayaan petani kecil harus menjadi prioritas, dengan memberikan mereka akses ke pasar yang lebih luas dan harga yang lebih adil.
Ketiga, reformasi birokrasi harus terus dilakukan untuk memudahkan proses perizinan dan mengurangi hambatan bagi dunia usaha. Banyak pengusaha, terutama yang berada di sektor kecil dan menengah, merasa terhambat dengan proses administrasi yang berbelit-belit. Oleh karena itu, perlu ada terobosan di bidang perizinan yang bisa memberikan kepastian hukum dan mempermudah dunia usaha berkembang tanpa harus melalui jalur yang panjang dan rumit.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara dengan ekonomi yang mandiri, namun untuk mencapai itu, semua pihak harus berkomitmen untuk bekerja keras mewujudkan perubahan. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat harus bersatu padu untuk menciptakan kebijakan yang adil, serta meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri. Peringatan Hari Buruh yang selama ini diwarnai dengan demonstrasi, harus menjadi pemicu bagi kita untuk mengevaluasi sistem ekonomi dan tenaga kerja yang ada, agar bisa mewujudkan Indonesia yang lebih mandiri dan sejahtera.
Monitor Saham BUMN

Parkir Gratis!Kenapa Masih Ada Juru Parkir di Indo Maret dan Alfa Maret?

Bali Tolak Preman Berkedok Ormas

Bill Gates dan Bisnis Vaksin: Sumbang Rp2,6 Triliun tapi Minta Uji Vaksin TBC pada Rakyat Indonesia

Persaingan Jet Tempur dalam Perang India-Pakistan

JPPI: Kebijakan KDM Jadi Tamparan untuk Kemendikdasmen

Pembangunan Infrastruktur ala AHY: Bukan Sekadar Beton dan Aspal
Gandeng Duo Molek, Drummer Ungu Tapaki Jalur Musik Dangdut

“Nyanyi Sunyi Dalam Rantang”: Garin Nugroho Sentil Korupsi Lewat Film Reflektif

Megawati Hanya Main Parsial saat Lawan Electric PLN, Ini Alasan Sang Pelatih

Golkar: Kemenangan Kosgoro dalam Transformasi Ekonomi

Yuran Fernandes Kena Sanksi 1 Tahun Buat Erick Thohir Terkejut

Gembong Teroris OPM Mati di Belahan?

Ikhtilath dalam Pandangan Islam: Batasan yang Harus Dijaga

Bahlil Usulkan Koalisi Permanen untuk Prabowo-Gibran

MBG diyakini Cegah Tawuran Pelajar, Cek Asupannya Gizinya!

India Pakistan Sepakat Gencatan Senjata yang Dimediasi AS

Wamendikdasmen Fajar Apresiasi Pemda yang Komitmen Wujudkan Pendidikan Bermutu

Pohon Aren: Kunci Ketahanan Energi dan Pangan

Balas Dendam Manis! Jakarta Pertamina Enduro Juara Proliga 2025 Usai Gebuk Popsivo
