Connect with us

Ruang Sujud

Hikmah di Balik Mabit: Merenungi Kehidupan dan Penghambaan kepada Allah

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Mabit dalam ibadah haji bukan sekadar bermalam secara fisik di Muzdalifah atau Mina, melainkan sebuah ibadah yang penuh dengan nilai-nilai spiritual dan sosial. Di balik aktivitas yang tampak sederhana itu, terdapat hikmah besar yang mampu memperkuat keimanan dan mengasah kepekaan hati seorang Muslim.

Salah satu hikmah utama dari mabit adalah latihan untuk bersabar dan berserah diri kepada Allah. Jamaah haji dituntut untuk meninggalkan kenyamanan hidup, tidur di tempat terbuka, tanpa kasur empuk, tanpa fasilitas mewah. Dalam kondisi tersebut, seseorang diajak untuk menyadari bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, dan kemewahan bukanlah tujuan akhir hidup ini.

Mabit juga menjadi momen perenungan dan kontemplasi, terutama di Muzdalifah yang sunyi dan lapang. Di sana, ribuan orang bermalam dalam keheningan malam, langit terbuka, dan udara dingin. Dalam suasana itu, hati lebih mudah tersentuh untuk mengingat dosa, meminta ampun, dan memperbaiki diri. Ini adalah waktu yang sangat tepat untuk menyendiri bersama Allah, jauh dari hiruk pikuk dunia.

Selain itu, mabit mengajarkan kesetaraan dan kebersamaan. Tidak peduli kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata, semua orang tidur di tempat yang sama. Ini adalah bentuk nyata bahwa di hadapan Allah, semua manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah ketakwaan. Dari sinilah lahir nilai ukhuwah Islamiyah yang sejati — saling membantu, berbagi, dan menghargai.

Mabit juga menyimpan pelajaran dari sejarah perjuangan para nabi, terutama Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW. Di Mina, kita mengenang bagaimana Ibrahim diuji untuk menyembelih anaknya, Ismail, dan bagaimana keduanya menunjukkan ketaatan luar biasa. Mabit menjadi bagian dari kisah pengorbanan itu, sebagai refleksi bagi umat Islam agar selalu siap taat kepada perintah Allah, meskipun terasa berat.

Dalam konteks ibadah haji yang serba padat, mabit justru menjadi jeda yang sangat berharga. Ia menjadi titik perenungan di antara perjalanan spiritual yang melelahkan. Ini adalah saatnya untuk menguatkan niat, memperbarui tekad, dan memperdalam makna ibadah, bukan hanya menjalankan ritual semata.

Di balik semua hikmah itu, mabit juga mengajarkan kita untuk menghargai waktu malam, yang dalam Islam memiliki kedudukan istimewa. Allah banyak menyebut malam dalam Al-Qur’an sebagai waktu yang penuh keberkahan, tempat terbaik untuk berdoa, berdzikir, dan bertobat. Mabit menghidupkan kembali tradisi malam yang penuh makna tersebut.

Hikmah lainnya adalah membangun ketahanan diri. Bermalam di tengah keterbatasan fisik dan kenyamanan melatih mental, mengajarkan rasa syukur atas nikmat yang sering dilupakan, dan membentuk pribadi tangguh dalam menghadapi tantangan hidup.

Bagi sebagian jamaah, mabit bisa menjadi titik transformasi spiritual. Di sanalah mereka merenung, menangis, memohon ampun, dan merasa benar-benar dekat dengan Allah. Banyak yang membawa pulang pengalaman mabit sebagai momen paling menyentuh selama haji, bahkan melebihi puncak wukuf di Arafah.

Mabit bukan hanya tempat untuk tidur, tapi tempat untuk bangkit — dari kelalaian menuju kesadaran, dari kesombongan menuju kerendahan hati. Mabit mengajarkan bahwa kehidupan dunia hanyalah persinggahan, dan setiap kita akan kembali kepada Allah, satu per satu, tanpa harta dan status.

Dengan semua hikmah itu, mabit bukan hanya kewajiban haji, tapi juga pelajaran hidup yang mendalam. Siapa yang menjalaninya dengan hati, akan pulang dengan jiwa yang lebih bersih, lebih kuat, dan lebih dekat kepada Tuhan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ruang Sujud

Panduan Lengkap Mabit: Waktu, Tempat, dan Tata Cara Sesuai Syariat

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Mabit adalah salah satu rangkaian wajib dalam ibadah haji yang berarti bermalam di tempat tertentu dalam waktu yang ditetapkan. Meski terlihat sederhana, pelaksanaan mabit memiliki aturan yang harus dipahami agar ibadah haji menjadi sah dan sempurna menurut syariat Islam.

Ada dua tempat utama untuk melaksanakan mabit, yaitu Muzdalifah dan Mina. Mabit di Muzdalifah dilakukan setelah wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah malam hingga menjelang subuh pada tanggal 10 Dzulhijjah. Sedangkan mabit di Mina dilakukan pada malam-malam hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

1. Waktu Mabit di Muzdalifah

Setelah meninggalkan Arafah, jamaah haji menuju Muzdalifah. Di sinilah mereka diwajibkan bermalam minimal hingga pertengahan malam, meskipun yang utama adalah sampai menjelang subuh. Pelaksanaan mabit ini menjadi bentuk ketaatan dan mengikuti jejak Rasulullah SAW. Di waktu malam inilah jamaah juga disunnahkan mengumpulkan batu untuk lempar jumrah.

2. Waktu Mabit di Mina

Mabit di Mina dilakukan pada malam 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, tergantung lamanya jamaah menetap di sana. Untuk yang akan meninggalkan Mina pada tanggal 12, cukup bermalam dua malam. Namun yang memilih hingga tanggal 13, maka wajib bermalam tiga malam. Setiap malam harus diisi minimal lebih dari separuh waktu malam berada di Mina.

3. Tata Cara Mabit yang Sesuai Syariat

Tata cara mabit sebenarnya cukup sederhana. Jamaah hanya perlu berada di lokasi yang telah ditentukan, tidak harus dalam keadaan tidur atau melakukan aktivitas khusus. Yang penting adalah keberadaan fisik mereka di tempat mabit selama waktu yang disyariatkan. Namun demikian, para jamaah dianjurkan memperbanyak zikir, doa, membaca Al-Qur’an, dan tafakur selama mabit.

Untuk mabit di Muzdalifah, jamaah disarankan menunaikan salat Maghrib dan Isya secara jamak takhir dengan satu azan dan dua iqamah. Lalu menginap hingga fajar atau minimal hingga tengah malam bagi yang lemah atau lanjut usia.

Sementara di Mina, selain bermalam, jamaah juga melakukan lempar jumrah di siang harinya. Lemparan dilakukan ke tiga jumrah: Ula, Wustha, dan Aqabah dengan masing-masing tujuh batu kecil yang dikumpulkan sebelumnya dari Muzdalifah.

4. Siapa yang Mendapat Keringanan dalam Mabit?

Islam adalah agama yang penuh kasih dan memberikan keringanan (rukhshah) bagi mereka yang memiliki uzur. Bagi lansia, orang sakit, wanita hamil, atau petugas haji yang memiliki tanggung jawab pelayanan, diperbolehkan meninggalkan mabit dengan syarat tertentu, termasuk membayar dam jika memang diperlukan.

Ulama sepakat bahwa mabit adalah bagian dari wajib haji. Oleh karena itu, jika seseorang tidak melaksanakannya tanpa alasan yang dibenarkan syariat, maka ia wajib membayar dam (denda) berupa penyembelihan hewan.

5. Adab dan Etika Selama Mabit

Selama mabit, penting untuk menjaga ketertiban, kebersihan, dan adab terhadap sesama jamaah. Mabit bukan sekadar bermalam, tetapi juga merupakan bentuk latihan spiritual dan sosial. Jamaah hendaknya bersabar, saling membantu, dan menghindari keluhan agar ibadah ini benar-benar membawa keberkahan.

Dengan mengikuti panduan syariat secara benar dalam mabit, jamaah dapat menjalani ibadah haji dengan lebih sempurna. Mabit bukan hanya perhentian fisik, melainkan momen untuk mendekat kepada Allah dalam kesunyian malam dan kebersamaan sesama umat Islam dari seluruh dunia.

Continue Reading

Ruang Sujud

Keutamaan Mabit di Muzdalifah dan Mina: Meneladani Sunnah Rasulullah SAW

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Mabit di Muzdalifah dan Mina bukan sekadar aktivitas fisik bermalam di tempat tertentu, tetapi merupakan ibadah yang sarat makna dan penuh keutamaan. Ibadah ini menjadi bagian dari rangkaian haji yang langsung dicontohkan oleh Rasulullah SAW, menjadikannya sunnah yang sangat dianjurkan untuk diikuti oleh seluruh umat Islam yang menunaikan haji.

Mabit di Muzdalifah dilakukan setelah wukuf di Arafah, pada malam 10 Dzulhijjah. Di tempat ini, para jamaah berkumpul dan bermalam dalam kesederhanaan, sebagai bentuk kesatuan dan kerendahan hati di hadapan Allah. Rasulullah SAW sendiri bermalam di Muzdalifah hingga menjelang subuh, lalu melanjutkan perjalanan ke Mina. Dalam hadits riwayat Muslim, Nabi bersabda bahwa siapa yang mengikuti langkahnya, maka ia telah beribadah dengan benar.

Salah satu keutamaan mabit di Muzdalifah adalah sebagai bentuk penyempurnaan wukuf di Arafah. Jika Arafah menjadi puncak haji, maka Muzdalifah adalah tahap kontemplasi yang memperkuat spiritualitas jamaah. Di sinilah jamaah dianjurkan untuk memperbanyak doa dan zikir di bawah langit malam, tanpa tenda, dalam kondisi seadanya.

Di Muzdalifah pula jamaah mengumpulkan batu kerikil untuk digunakan dalam ritual lempar jumrah di Mina. Aktivitas ini melambangkan kesiapan fisik dan mental untuk melawan bisikan setan dan hawa nafsu, sebagai bentuk jihad pribadi yang simbolik.

Sementara itu, mabit di Mina dilakukan pada malam hari setelah lempar jumrah, yaitu malam tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Rasulullah SAW sendiri bermalam di Mina selama tiga malam dan melakukan lempar jumrah setiap harinya. Keutamaan bermalam di Mina adalah mengikuti jejak Nabi dalam menghadapi ujian kesabaran dan keteguhan iman.

Mina merupakan tempat yang penuh sejarah. Di sinilah Nabi Ibrahim AS pernah diuji saat hendak menyembelih putranya, Ismail AS. Lempar jumrah menjadi simbol pengusiran setan yang menggoda Nabi Ibrahim, dan mabit menjadi bagian dari perenungan atas perjuangan beliau. Dengan demikian, mabit di Mina mengajarkan tentang keteguhan, keberanian, dan ketaatan.

Dalam kondisi darurat, syariat Islam memberikan keringanan (rukhshah) untuk mabit, seperti bagi petugas pelayanan haji atau orang sakit. Namun, bagi yang mampu, menjalankan mabit dengan sempurna akan mendatangkan keutamaan besar dan pahala mengikuti sunnah Rasulullah SAW secara utuh.

Keutamaan mabit tidak hanya bersifat ibadah ritual, tetapi juga ibadah sosial. Jamaah dari berbagai bangsa dan latar belakang hidup bersama dalam suasana kebersamaan, saling membantu, dan menghilangkan sekat-sekat duniawi. Ini menjadi latihan hidup dalam ukhuwah Islamiyah yang sesungguhnya.

Lebih dari itu, mabit mengajarkan kesabaran, karena dilaksanakan dalam kondisi terbatas, sederhana, dan kadang tidak nyaman. Justru dari ketidaknyamanan itulah muncul rasa syukur dan kerendahan hati yang sejati, menghapus kesombongan dan melatih keikhlasan.

Dengan meneladani sunnah Rasulullah SAW dalam mabit di Muzdalifah dan Mina, jamaah tidak hanya melaksanakan rukun haji secara teknis, tetapi juga menyerap ruh spiritual yang terkandung di dalamnya. Setiap malam yang dilalui di sana adalah malam penyucian hati dan jiwa.

Maka, siapa pun yang menunaikan haji, hendaknya tidak meremehkan mabit. Sebab, dalam keheningan malam itulah tersembunyi keutamaan besar, keteladanan Nabi, dan kesempatan untuk benar-benar dekat dengan Allah.

Continue Reading

Ruang Sujud

Mabit dalam Ibadah Haji: Makna, Tujuan, dan Pelaksanaannya

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Mabit adalah salah satu rangkaian ibadah dalam haji yang sering dianggap sederhana, tetapi menyimpan makna yang sangat dalam. Kata mabit berasal dari bahasa Arab yang berarti bermalam, dan dalam konteks haji, berarti bermalam di tempat tertentu sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Dua lokasi utama untuk mabit adalah Muzdalifah dan Mina.

Secara makna, mabit tidak hanya sekadar menginap atau beristirahat. Ia merupakan simbol kepasrahan, ketundukan, dan kesediaan seorang hamba untuk mengikuti perintah Allah, meskipun tampak sederhana dan tidak selalu mudah. Mabit mengajarkan pentingnya disiplin spiritual dan keteguhan dalam menjalani setiap perintah agama.

Tujuan dari mabit adalah untuk melatih kesabaran, memperkuat hubungan spiritual, serta mengenang perjuangan Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan risalah Islam. Di Muzdalifah, jamaah haji mengumpulkan kerikil untuk lempar jumrah, sementara di Mina, mereka bermalam dan melaksanakan lempar jumrah sebagai bentuk simbolik perlawanan terhadap setan.

Pelaksanaan mabit memiliki waktu dan tata cara yang telah ditentukan. Di Muzdalifah, mabit dilakukan setelah wukuf di Arafah pada malam 10 Dzulhijjah hingga menjelang subuh. Sedangkan mabit di Mina dilakukan pada malam-malam hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Lama dan waktu mabit memiliki perbedaan tergantung pada kondisi jamaah, dan ada keringanan (rukhshah) bagi yang memiliki uzur.

Mabit juga menunjukkan nilai kebersamaan dalam Islam. Para jamaah dari berbagai penjuru dunia berkumpul dan beristirahat bersama di tempat terbuka, tanpa sekat, tanpa status sosial, dalam suasana yang penuh kesederhanaan. Ini menjadi momen refleksi bahwa di hadapan Allah, semua manusia sama, yang membedakan hanyalah ketakwaan.

Ulama sepakat bahwa mabit merupakan bagian dari wajib haji. Artinya, apabila tidak dilaksanakan tanpa alasan yang dibenarkan syariat, maka jamaah wajib membayar dam sebagai bentuk pengganti. Namun bagi yang memiliki alasan kuat seperti sakit atau dalam tugas pelayanan, ada keringanan sesuai panduan syariah.

Dalam pelaksanaannya, mabit juga menjadi sarana memperbanyak zikir, doa, dan istighfar. Waktu malam yang tenang di Muzdalifah atau Mina bisa dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bukan sekadar tidur atau istirahat, tetapi juga renungan dan penguatan iman.

Dengan memahami makna dan tujuan mabit, jamaah haji diharapkan tidak menjalankannya sekadar menggugurkan kewajiban. Setiap detik di tanah suci adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dan memperkuat spiritualitas. Mabit menjadi simbol dari kesediaan berhenti sejenak dari dunia, merenungi hidup, dan berserah kepada Sang Maha Pencipta.

Mabit mengingatkan bahwa dalam hidup, ada saatnya untuk berhenti, menenangkan hati, dan kembali pada Allah. Di tengah keramaian ibadah haji, mabit adalah jeda yang bermakna — jeda untuk kembali mengisi ruhani sebelum melanjutkan perjalanan kehidupan.

Continue Reading

Ruang Sujud

Maqam Ibrahim dalam Al-Qur’an dan Hadis: Bukti Keagungan dan Keteladanan Nabi

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Maqam Ibrahim disebut secara eksplisit dalam Al-Qur’an sebagai tempat yang diberkahi dan penuh makna.
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 125, Allah memerintahkan umat Islam menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.
Ayat ini menjadi landasan syariat untuk shalat sunnah setelah tawaf di belakang batu bersejarah itu.
Rasulullah SAW sendiri mencontohkan langsung pelaksanaan shalat di dekat Maqam Ibrahim saat melaksanakan umrah.
Hadis-hadis yang sahih menjelaskan bagaimana Nabi Muhammad memperlakukan tempat ini dengan penuh penghormatan.
Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa Rasulullah shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim setelah tawaf.
Hadis tersebut menegaskan bahwa sunnah ini terus diwariskan sebagai amalan yang penuh pahala.
Selain dalam ibadah, Maqam Ibrahim juga menjadi simbol penghormatan umat kepada perjuangan para nabi.
Al-Qur’an mengangkat kisah Nabi Ibrahim sebagai suri teladan dalam iman, kesabaran, dan pengorbanan.
Batu tersebut menjadi perwujudan nyata dari jejak Nabi yang tak lekang oleh waktu.
Hadis-hadis lainnya juga menceritakan bahwa para sahabat sangat menghormati tempat tersebut dan tidak melewatkannya.
Para ulama klasik seperti Imam Nawawi dan Ibnu Kathir turut membahas keutamaan Maqam Ibrahim dalam tafsir dan syarah mereka.
Dari perspektif syariat, Maqam Ibrahim menjadi bukti bahwa simbol dalam Islam memiliki dasar wahyu dan bukan sekadar tradisi.
Nilainya bukan hanya pada benda fisik, tapi pada makna spiritual dan warisan kenabian yang dikandungnya.
Melalui Al-Qur’an dan Hadis, umat Islam diajak merenungi makna terdalam dari setiap elemen yang ada di Tanah Suci.
Maqam Ibrahim mengajarkan kita bahwa sejarah para nabi bukan untuk dikenang saja, tapi juga diteladani dan diamalkan.

Continue Reading

Ruang Sujud

Keutamaan dan Hikmah Maqam Ibrahim dalam Ibadah Haji

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Maqam Ibrahim memiliki kedudukan istimewa dalam rangkaian ibadah haji maupun umrah.
Setelah selesai melakukan tawaf, umat Islam dianjurkan untuk shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim.
Amalan ini bukan hanya sunnah biasa, tapi mencerminkan kepatuhan terhadap perintah Allah dalam Al-Baqarah ayat 125.
Shalat di dekat Maqam Ibrahim diyakini membawa pahala besar dan mendekatkan diri kepada Allah.
Tempat ini dipenuhi oleh doa-doa yang dilantunkan jamaah dari seluruh dunia dengan hati yang khusyuk.
Maqam Ibrahim menjadi lokasi istimewa karena terkait langsung dengan pembangunan Ka’bah, pusat ibadah umat Islam.
Keutamaan lainnya adalah bahwa batu tersebut menjadi saksi perjuangan Nabi Ibrahim dalam menyelesaikan misi kenabian.
Dalam doa dan tafakkur di sekitar Maqam, jamaah sering merasakan ketenangan spiritual yang mendalam.
Tempat ini seakan memancarkan aura keteladanan dan inspirasi dari Nabi Ibrahim yang penuh kesabaran.
Selain itu, keberadaan Maqam Ibrahim mengingatkan kita bahwa setiap amal baik akan dicatat dan diberi ganjaran.
Hikmahnya adalah mengajarkan kita untuk tetap taat dalam segala kondisi, bahkan saat tugas terasa berat.
Maqam Ibrahim juga menjadi pengingat bahwa spiritualitas dalam Islam tidak hanya soal hati, tapi juga tindakan nyata.
Bangunan Ka’bah takkan berdiri kokoh tanpa usaha fisik dari para nabi, termasuk melalui batu ini.
Keutamaan Maqam Ibrahim juga terlihat dari perhatian para ulama yang menempatkannya dalam banyak literatur fiqih haji.
Tak heran bila tempat ini selalu ramai oleh jamaah yang ingin merasakan kedekatan spiritual dengan sejarah kenabian.
Dengan memahami keutamaan dan hikmah Maqam Ibrahim, ibadah kita pun jadi lebih bermakna dan penuh kesadaran.

Continue Reading

Ruang Sujud

Sejarah Maqam Ibrahim: Simbol Keteguhan Iman dan Ketaatan Seorang Nabi

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Sejarah Maqam Ibrahim bermula saat Nabi Ibrahim AS diperintahkan Allah untuk membangun Ka’bah.
Beliau tidak sendiri, tapi ditemani oleh putranya, Nabi Ismail AS, dalam menjalankan misi suci tersebut.
Ketika pembangunan mencapai bagian atas Ka’bah, Nabi Ibrahim berdiri di atas sebuah batu untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Batu itu pun secara ajaib mengikuti ketinggian bangunan, hingga jejak kaki beliau tertinggal di atasnya.
Keberadaan batu ini lantas diabadikan oleh Allah sebagai Maqam Ibrahim, tempat yang dimuliakan dan diberkahi.
Dalam tradisi Islam, batu itu menjadi bukti fisik dari kerja keras dan ketaatan seorang nabi terhadap perintah Ilahi.
Maqam Ibrahim menunjukkan bagaimana keteladanan Nabi Ibrahim menjadi contoh bagi umat di segala zaman.
Ia menerima perintah Allah dengan penuh keimanan, tanpa banyak bertanya atau ragu.
Proses pembangunan Ka’bah sendiri bukan sekadar konstruksi fisik, melainkan bentuk ibadah yang sarat nilai spiritual.
Setelah Ka’bah selesai dibangun, Allah memerintahkan agar umat Islam menjadikan sebagian dari Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.
Ayat ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan batu tersebut dalam sejarah Islam.
Selama berabad-abad, para khalifah dan pemimpin Muslim menjaga dan merawat Maqam Ibrahim dengan penuh kehormatan.
Meskipun lokasi dan tampilannya sempat mengalami perubahan karena renovasi Masjidil Haram, nilai sakralnya tetap terjaga.
Jejak kaki yang tertinggal pada batu menjadi bukti nyata hubungan antara langit dan bumi, antara wahyu dan pengabdian.
Melalui Maqam Ibrahim, kita menyaksikan bagaimana ketaatan Nabi Ibrahim menjadi warisan agung bagi generasi setelahnya.
Tempat ini bukan sekadar monumen sejarah, tapi simbol dari iman yang teguh dan taat yang tulus kepada Allah SWT.

Continue Reading

Ruang Sujud

Maqam Ibrahim: Jejak Kaki Nabi Ibrahim di Dekat Ka’bah yang Penuh Makna

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Maqam Ibrahim merupakan salah satu tempat suci yang terletak di dalam Masjidil Haram, tepat di dekat Ka’bah.
Tempat ini dikenal sebagai batu yang menyimpan jejak kaki Nabi Ibrahim AS saat beliau membangun Ka’bah bersama putranya, Nabi Ismail AS.
Allah SWT mengabadikan keberkahan Maqam Ibrahim dalam Al-Qur’an, “…dan jadikanlah sebagian dari Maqam Ibrahim itu tempat shalat…” (QS. Al-Baqarah: 125).
Jejak kaki tersebut terlihat jelas membekas di atas batu, sebagai saksi sejarah pengabdian seorang hamba yang penuh keimanan.
Batu ini dulunya digunakan Nabi Ibrahim untuk menggapai bagian atas Ka’bah saat proses pembangunan.
Meski zaman berganti, keberadaan batu itu tetap dijaga dan dilindungi dalam sebuah bilik kaca berlapis emas.
Banyak jamaah haji dan umrah yang menyempatkan diri untuk berdoa di dekat Maqam Ibrahim karena diyakini mustajab.
Shalat sunnah dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim termasuk sunnah muakkadah setelah tawaf.
Bukan hanya sebagai benda peninggalan sejarah, Maqam Ibrahim menjadi simbol spiritualitas dan ketekunan dalam beribadah.
Melihat batu itu mengingatkan umat Islam pada nilai pengorbanan, ketulusan, dan kerja sama dalam ketaatan kepada Allah.
Setiap tahun, jutaan umat Islam dari seluruh dunia mengunjungi Maqam Ibrahim dengan penuh takzim.
Bentuk penghormatan ini mencerminkan kecintaan umat terhadap sejarah para nabi.
Jejak kaki itu bukan sekadar bekas pijakan, tapi menjadi pengingat bahwa setiap upaya dalam kebaikan tak pernah sia-sia.
Di balik batu tersebut tersimpan nilai luhur yang tak lekang oleh waktu.
Maqam Ibrahim bukan hanya tempat fisik, melainkan ruang spiritual yang menyentuh hati.
Dengan mengenang Maqam Ibrahim, kita belajar tentang keyakinan, kesabaran, dan keikhlasan dalam menjalani perintah Allah.

Continue Reading

Ruang Sujud

Hikmah di Balik Tahallul: Simbol Penyempurnaan dan Kebebasan dari Larangan Ihram

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Tahallul dalam ibadah haji bukan sekadar ritual mencukur rambut, melainkan simbol dari transformasi spiritual yang mendalam. Proses ini melambangkan penyempurnaan ibadah dan pelepasan diri dari berbagai larangan yang mengikat selama ihram.

Secara psikologis dan spiritual, tahallul memberi efek besar bagi jemaah haji. Setelah berhari-hari menjalani ibadah dalam kondisi terbatas, mereka akhirnya kembali kepada kebebasan yang diperbolehkan oleh syariat. Ini mengajarkan bahwa kebebasan sejati datang setelah perjuangan dan ketaatan.

Tahallul juga mencerminkan penyucian diri secara lahir dan batin. Rambut yang dicukur menjadi simbol bahwa seseorang telah “menghapus” kesombongan, ego, dan dosa masa lalu. Ia kembali ke fitrah, seperti bayi yang baru lahir, bersih dari dosa.

Lebih dari itu, tahallul menjadi titik awal untuk membawa semangat haji ke dalam kehidupan sehari-hari. Seorang yang telah bertahallul sejatinya harus menjaga kemurnian niat, meningkatkan ibadah, dan menjadi pribadi yang lebih baik di tengah masyarakat.

Continue Reading

Ruang Sujud

Panduan Praktis Pelaksanaan Tahallul: Tata Cara Cukur Rambut yang Disyariatkan

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Salah satu bagian penting dari tahallul adalah mencukur rambut atau memendekkannya, yang dikenal dengan istilah halq (mencukur habis) dan taqsir (memotong sebagian). Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan simbol kesucian serta kerendahan hati.

Untuk pria, lebih utama melakukan halq, yaitu mencukur rambut hingga gundul. Namun, jika tidak memungkinkan, taqsir juga diperbolehkan. Sedangkan bagi wanita, hanya disyariatkan untuk memotong sedikit bagian ujung rambut, kurang lebih satu ruas jari.

Waktu pelaksanaan cukur rambut ini dilakukan setelah melempar jumrah dan menyembelih hewan (jika wajib). Proses mencukur sebaiknya dilakukan oleh tukang cukur yang tersedia di Mina atau Makkah, dan hendaknya dimulai dari sisi kanan kepala, lalu dilanjutkan ke sisi kiri.

Ada keutamaan besar bagi mereka yang mencukur habis rambutnya. Rasulullah SAW mendoakan tiga kali bagi orang yang halq dan satu kali bagi yang taqsir. Ini menunjukkan nilai spiritual dari ketundukan total kepada perintah Allah melalui simbol mencukur rambut.

Continue Reading

Ruang Sujud

Perbedaan Tahallul Awal dan Tahallul Tsani: Penjelasan Lengkap dan Hikmahnya

Ahmad Munawir

Published

on

Monitorday.com – Dalam prosesi ibadah haji, tahallul memiliki dua tingkatan penting: Tahallul Awal (pertama) dan Tahallul Tsani (kedua). Kedua tahapan ini menjadi penanda status jemaah dalam menjalani sisa ibadah dan kehidupan setelah ihram.

Tahallul Awal terjadi setelah jemaah menyelesaikan dua dari tiga amalan berikut: melempar jumrah aqabah, menyembelih hewan, dan mencukur rambut. Setelah tahallul awal, sebagian besar larangan ihram menjadi gugur, kecuali larangan berhubungan suami istri. Pada titik ini, jemaah boleh mengenakan pakaian biasa, memakai wewangian, dan memotong kuku.

Tahallul Tsani dilakukan setelah jemaah menyelesaikan tiga amalan tersebut secara lengkap. Setelah tahallul kedua ini, semua larangan ihram resmi dihapus, termasuk hubungan suami istri. Dengan demikian, jemaah telah sepenuhnya kembali ke keadaan halal.

Hikmah dari dua tingkatan tahallul ini adalah untuk memberikan jeda dalam proses penyucian diri dan menandai transisi spiritual dari keadaan ihram menuju kebebasan syar’i. Tahallul juga menjadi simbol bahwa seseorang telah melewati perjuangan spiritual dan fisik selama haji.

Continue Reading

Monitor Saham BUMN



Sportechment1 minute ago

Jadwal dan Pembagian Grup Piala Presiden 2025, Persib vs Fort FC Jadi Laga Pembuka

Ruang Sujud29 minutes ago

Hikmah di Balik Mabit: Merenungi Kehidupan dan Penghambaan kepada Allah

Ruang Sujud4 hours ago

Panduan Lengkap Mabit: Waktu, Tempat, dan Tata Cara Sesuai Syariat

Ruang Sujud8 hours ago

Keutamaan Mabit di Muzdalifah dan Mina: Meneladani Sunnah Rasulullah SAW

News9 hours ago

Iran Kembali Gempur Israel dengan Rudal, Tewaskan 3 Orang

Sportechment9 hours ago

Lawan Al-Ahly, Kiper Inter Miami Selamatkan Wajah Messi Cs

Sportechment9 hours ago

Gegara Perang Iran-Israel Mehdi Taremi Absen di Piala Dunia Antarklub 2025

News10 hours ago

Innalillahi, Musisi Gustiwiw Meninggal Dunia

Ruang Sujud12 hours ago

Mabit dalam Ibadah Haji: Makna, Tujuan, dan Pelaksanaannya

News21 hours ago

Iran Klaim Jadi Negara Pertama Tembak Jatuh Dua Jet Siluman F-35 Israel

Sportechment22 hours ago

Piala Presiden 2025 Resmi Diikuti 6 Tim, Total Hadiah Rp8,5 Miliar

News22 hours ago

Ribuan Pengunjung Serbu Indo Defence 2024, Pameran Alutsista Jadi Sarana Edukasi Keluarga

News23 hours ago

Mengintip Gurita Bisnis Donald Trump, Dari Kripto hingga Properti

Sportechment23 hours ago

Agnez Mo dan Anggun C Sasmi Beradu Akting di Serial Reacher Season 4

Sportechment24 hours ago

Timnas Voli Putra Indonesia Siap Tampil di AVC Nations Cup 2025, Ini Jadwal Lengkapnya

Ruang Sujud24 hours ago

Maqam Ibrahim dalam Al-Qur’an dan Hadis: Bukti Keagungan dan Keteladanan Nabi

News1 day ago

Mendikdasmen Upayakan Kurikulim Ai dan Coding Masuk RUU Sisdiknas

Sportechment1 day ago

David Beckham Resmi Sandang Gelar ‘Sir’, Penghargaan Bergengsi dari Kerajaan Inggris

Ruang Sujud1 day ago

Keutamaan dan Hikmah Maqam Ibrahim dalam Ibadah Haji

News1 day ago

Warga Aceh Minta Prabowo Copot Tito Karnavian, Soal Apa?