Connect with us

News

Ide Pemakzulan Presiden Jelang Pemilu, Mantan Ketua MK Jimly: Ada Yang Panik Mau Kalah

Deni Irawan

Published

on

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, mengeluarkan sorotan terkait munculnya wacana pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tengah mencuat belakangan ini.

Dalam keterangannya di akun resminya, @JimlyAs, Jimly menyatakan kebingungannya terkait ide pemakzulan yang muncul menjelang Pemilu 2024.

Jimly mencurigai bahwa wacana pemakzulan ini bisa menjadi bentuk pengalihan perhatian atau respons terhadap kekhawatiran dari pihak yang takut mengalami kekalahan dalam Pemilu. Ia menilai bahwa satu bulan sebelum Pemilu bukanlah waktu yang cukup untuk mengumpulkan dukungan resmi dari DPR dan MPR.

“Aneh, 1 bulan ke pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah,” tulis Jimly.

Jimly menegaskan bahwa dalam satu bulan, tidak mungkin dapat mencapai sikap resmi dari 2/3 anggota DPR dan dukungan 2/3 anggota MPR setelah melalui MK. Ia mengajak semua pihak untuk fokus pada mensukseskan Pemilu 2024.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md menerima kunjungan 22 tokoh dari Petisi 100 yang mengusulkan pemakzulan Presiden Jokowi. Mereka menyampaikan tuntutan agar Jokowi diberhentikan dari pemilu. Mahfud menyebut bahwa untuk melakukan pemakzulan, terdapat syarat-syarat tertentu, dan prosesnya tidak mudah.

“Tetapi berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) untuk memakzulkan presiden itu ya syaratnya lima,” kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan bahwa proses pemakzulan melibatkan DPR dan MPR, dan setelah itu dapat dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengingatkan bahwa proses ini akan memakan waktu yang cukup lama.

Di tengah polemik ini, Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana, menegaskan bahwa mekanisme pemakzulan sudah diatur dalam konstitusi dan memiliki syarat-syarat yang ketat.

Ari juga menyinggung bahwa menyampaikan pendapat dan kritik adalah hal yang sah dalam negara demokrasi, tetapi menegaskan bahwa tindakan di luar mekanisme konstitusi dapat dianggap sebagai tindakan inkonstitusional.

Polemik ini terjadi di tengah-tengah dinamika politik menjelang Pemilu 2024, dan perlu klarifikasi lebih lanjut dari pihak-pihak terkait.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *