Connect with us

Ruang Sujud

Inilah Saat Paling Mengharukan Sepanjang Hidup Rasulullah SAW

Avatar

Published

on

Pada tanggal 11 bulan Ramadan, sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam terjadi. Ini adalah saat wafatnya Khadijah bint Khuwailid, istri tercinta Nabi Muhammad (saw). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 11 Ramadan tahun ke-10 masa kenabian, tiga tahun sebelum Hijrah Nabi ke Madinah.

Kehilangan istri tercinta adalah momen yang sangat mengharukan bagi Nabi. Khadijah memainkan peran luar biasa dalam kehidupan Nabi, terutama pada awal misinya untuk menyebarkan Islam. Sepanjang hidupnya, Khadijah mengabdikan seluruh kekayaannya untuk mendukung perjuangan Islam yang dibawa oleh Nabi.

Nabi selalu memuji Khadijah dan tidak pernah melupakan jasanya, bahkan setelah bertahun-tahun kepergiannya. Khadijah tetap memiliki tempat istimewa di hati Nabi, meskipun beliau telah menikah dengan istri-istri lain.

Berikut adalah beberapa pujian yang disampaikan oleh Nabi kepada Khadijah:

“Demi Allah, Allah tidak memberiku seorang istri yang lebih baik daripadanya. Dia beriman kepada saya ketika orang lain tidak percaya, dia mempercayai saya ketika orang lain meragukan, dia mendukung saya dengan hartanya ketika orang lain menolak, dan Allah memberkahi saya dengan anak-anak melalui dia, tidak seperti istri-istri yang lain.”

Dalam buku “Al-Busyro” yang ditulis oleh Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, seorang ulama terkenal dari Makkah, diceritakan bahwa ketika Khadijah sakit menjelang kematiannya pada usia 65 tahun, dia berkata kepada Nabi, “Aku memohon maaf kepadamu, Wahai Rasulullah, jika aku sebagai istrimu tidak berbakti padamu.”

Kemudian, Khadijah memanggil putrinya, Fatimah Azzahra, dan berbisik, “Putriku Fatimah, aku yakin waktuku telah tiba, dan yang aku takuti adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut untuk memintanya sendiri, agar dia memberikan sorban biasanya untuk menerima wahyu sebagai kain kafanku.”

Mendengar ini, Nabi berkata, “Wahai Khadijah, Allah mengirim salam-Nya padamu, dan sebuah tempat di surga telah disiapkan untukmu.”

Khadijah, Ibu para Mukminin, kemudian menghembuskan nafas terakhirnya dalam dekapan Nabi. Beliau memegang tubuhnya dengan dukacita mendalam, dan air mata mengalir dari mata mulia Nabi dan semua yang hadir.

Pada saat itu, Malaikat Jibril turun dari langit membawa salam dan lima kain kafan. Nabi memberi salam kepada Jibril dan bertanya, “Untuk siapa kain-kain kafan ini, Wahai Jibril?”

Jibril menjawab, “Kain-kain kafan ini untuk Khadijah, untukmu, Wahai Rasulullah, untuk Fatimah, untuk Ali, dan untuk Hasan.”

Tiba-tiba, Jibril berhenti berbicara, dan Nabi bertanya, “Mengapa, Wahai Jibril?”

“Cucumu yang satu, Husain,” jawab Jibril, “tidak memiliki kain kafan. Dia akan syahid tanpa kain kafan dan tanpa dimandikan.”

Dalam saat duka itu, Nabi berbicara di dekat jasad mulia Khadijah, “Wahai Khadijah, istriku yang tercinta, demi Allah, aku tidak akan pernah menemukan istri seperti dirimu. Dedikasimu terhadap Islam dan terhadapku sungguh luar biasa. Allah mengetahui semua amalmu. Engkau memberikan seluruh hartamu untuk Islam, dan umat Muslim mendapat manfaat darinya. Semua pakaian Muslim, termasuk milikku, berasal darimu. Namun, mengapa permohonan terakhirmu hanya untuk sehelai sorban?”

Malaikat Jibril berkata kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, itulah Khadijah datang membawa mangkuk sup atau makanan dan minuman. Ketika dia datang kepadamu, sampaikan salam darinya dari Tuhanmu dan dari saya, dan beritahu dia tentang sebuah rumah di surga yang terbuat dari mutiara, di mana tidak ada kebisingan dan tidak ada kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari).

Dalam memperingati kehidupan dan kontribusi Khadijah, kita diingatkan akan dukungan dan dedikasinya yang teguh terhadap Islam dan Nabi, menjadikannya sosok teladan dalam sejarah Islam.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *