Review
Jelang Pilkada, Pilih Yang Tua atau Yang Muda?
Published
4 months agoon
Monitorday.com – Imperialisme, perjuangan kemerdekaan, gerilya, diplomasi, dan mobilisasi merupakan aktivitas politik yang umum terjadi di dalam sejarah negara-negara. Dalam rahim politik terkandung rencana, tujuan, cara, dan peta yang tersembunyi, ia dinamai motif politis.
Ada yang mempersembahkan segalanya untuk sampai pada cita-cita bersama, adapula yang diam-diam bermaksud mencapai tujuan terselubungnya sendiri, dan ada juga yang memang ikut-ikutan tanpa kejelasan motivasi.
Tentu saja politik kembali pada motif, cara, dan keseriusan peta. Kemuliaan maksud dan kecerdikan cara dipadukan dengan kecerdasan peta akan menunjukkan seni berpolitik yang estetis. Seorang politisi sejati, ahirnya tidak akan melihat tempat dan objek untuk tumbuh. Ia bisa muncul di manusia-manusia pedesaan, pegunungan, perkotaan, dan pesisian. Ia bebas memilih tempat tumbuhnya, dapat mungkin di orang cukup umur, bisa juga di diri seseorang yang masih muda belia.
Kualitas politik dapat menentukan sendiri wujud objeknya, bisa tumbuh sendiri, bisa dibentuk lingkungan, dan bisa juga melalui jalur warisan kenasaban. Secara objektif, seorang politisi bisa hadir dimana saja, dikehendaki atau tidak, ia memiliki jalan tumbuhnya sendiri.
Dalam sejarahnya, sebelum perkembangan politik demokrasi, perebutan otoritas dan kekuasaan dilakukan secara langsung dengan peperangan fisik, adu kekuatan. Segala perangkat dan strategi dilakukan secara praktis di medan tempur. Selepas masa peperangan, politik manusia memasuki jalan yang lebih soft.
Perebutannya masih terjadi tetapi dengan jalan yang lebih elok dengan dialog rumbukan yang kita kenal demokrasi dengan ciri khasnya yaitu musyawarah. Dengan sederhana, politik praktis ialah proses yang terjadi secara langsung dalam suasana dimana berbagai aktivisme politik sedang diperjalankan. Yang terlibat dalam proses penyelenggaraannya, itulah makna dari politik praktis.
Kehadiran Pemuda dalam politik praktis tentunya bukan sesuatu yang baru atau sesuatu yang mengherankan. Sejarah telah mencatat kehadiran pemuda dalam posisi strategis, diantaranya; Alexander the Great, Menjadi raja Makedonia pada usia 20 tahun dan memimpin ekspansi militer yang cukup besar.
Napoleon Bonaparte, Memulai karir militernya pada usia muda dan menjadi jenderal termuda di Prancis pada usia 24 tahun, Sultan Muhammad Al-Fatih yang memimpin peradaban di usia 21 Tahun dengan prestasi cukup gemilang di dunia islam yakni menaklukkan Konstantinopel dan di Indonesia sendiri kehadiran pemuda dalam pucuk pimpinan bukan cerita kemarin sore, dimulai dari presiden pertama; Soekarno yang telah menjadi presiden di usia 44 Tahun dan paling akhir Gibran Rakabuming Raka, di usianya yang baru 36 tahun telah terpilih menjadi wakil Presiden Republik Indonesia.
Tidak kurang dari 4 bulan kedepan, Indonesia akan di hadapkan pada sejarah baru “Pilkada Serentak” di 37 Provinsi dan 508 Kabupaten/Kota. Setelah Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 mengabulkan gugatan Ahmad Ridha Sabana tentang penambahan tafsir soal syarat usia calon kepala daerah, calon gubernur dan atau wakil gubernur menjadi minimal 30, Bupati dan atau wakil Bupati, Wakilota dan atau wakil walikota minimal 25 Tahun saat dilantik.. Hal ini membuka peluang besar bagi pemuda untuk ambil peran dalam kebaikan dan perbaikan.
Selain peluang yang yang besar terdapat pula tantangan yang tidak kalah besar, berada di pucuk pimipinan bukanlah sesuatu yang mudah, butuh pengalaman dan kematangan sebab kepemimpinan yang efektif sering kali memerlukan pengalaman dan kematangan yang hanya dapat dimiliki oleh seseorang dengan pengalaman yang luas dalam mengelola berbagai aspek pemerintahan.
Pemimpin yang lebih tua atau yang telah lama berkecimpung dalam dunia politik mungkin memiliki jaringan yang kuat, pemahaman yang mendalam terhadap dinamika politik, dan kapasitas untuk menjalin hubungan kerja sama yang efektif dengan berbagai pihak.
Pemimpin muda sering kali diharapkan dapat membawa energi baru, gagasan segar, dan perspektif inovatif dalam memimpin suatu daerah. Mereka cenderung lebih dekat dengan generasi muda, memahami tantangan serta aspirasi mereka, dan mungkin lebih terbuka terhadap teknologi dan perubahan sosial yang cepat. Selain itu, kehadiran pemimpin muda dapat menginspirasi generasi muda untuk terlibat lebih aktif dalam politik dan pemerintahan.
Namun, menjadi pemimpin tidak hanya soal usia atau energi semata. Kematangan kepemimpinan, pengalaman, keahlian manajerial, serta kemampuan untuk membangun kemitraan dan memimpin secara efektif dalam situasi yang kompleks juga sangat penting.
Pemimpin yang berjiwa muda tidak hanya mengacu pada usia kronologis, tetapi juga pada sikap mental yang terbuka terhadap perubahan, inovasi, dan kemajuan. Oleh karena itu, dalam konteks Pemilihan kepala daerah idealnya adalah mencari sosok yang memiliki kualitas kepemimpinan yang holistik, yaitu kombinasi antara energi dan semangat muda dengan kematangan kepemimpinan dan pengalaman yang memadai.
Yang penting bukan hanya usia atau kepemudaan secara fisik, tetapi bagaimana calon pemimpin tersebut mampu menghadapi tantangan yang ada dan mewujudkan visi untuk kesejahteraan masyarakat secara efektif dan berkelanjutan. Tanpa kecuali, politik meniscayakan lahirnya produk terbaik yang mengantarkan masyarakat pada rasa keadilan dan Makmurnya kesejahteraan.
Kualitas politik tergantung pada fungsi kebermamfaatan yang mampu dirasakan dan dirayakan oleh seluruh masyarakat. Dengan prinsip yang pokok ini, selama kualitas politik ada dalam jiwa seseorang baik dari kalangan usia tua atau muda belia, seogiyanya ia pantas dikategorikan sebagai pemimpin yang berkualitas, tanpa perlu ditanyakan soal tua-mudanya, ia layak memimpin masyarakatnya.