Monitorday.com – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono memberikan penjelasan terkait perubahan material dari beton menjadi baja dalam proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II, yang dikenal sebagai Tol MBZ.
Hal ini menanggapi informasi sebelumnya yang menyebutkan modus kecurangan dalam proyek tersebut.
Basuki menegaskan bahwa penggunaan rangka baja dalam proyek pembangunan Tol MBZ tidak membawa risiko keselamatan. Menurutnya, rangka baja yang digunakan sudah diuji dan memiliki sertifikasi dari Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ).
“Dari Kementerian PUPR, kami tidak melihat risiko. Penggunaan baja ini sudah diuji oleh KKJTJ dan sudah tersertifikasi,” ungkap Basuki kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta Selatan, pada Selasa (21/11).
Basuki menegaskan bahwa Tol MBZ telah memenuhi standar keamanan yang diperlukan. Dia juga menekankan bahwa pemilihan material, baik beton maupun baja, merupakan aspek teknis yang disesuaikan dengan kebutuhan proyek.
“Sekarang ini adalah pilihan teknis. Bisa menggunakan beton, bisa juga menggunakan baja. Ini hanya soal teknis. Penggunaan baja hanya akan mempercepat proses pengerjaan,” jelasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengungkapkan adanya modus kecurangan dalam kasus korupsi pembangunan Tol MBZ pada tahun 2016-2017. Kasubdit TPPU Direktorat Penyidikan Jampidsus, Haryoko Ari Prabowo, menyatakan bahwa proyek jalan layang yang seharusnya menggunakan rangka beton telah diubah menjadi rangka baja.
Namun, Haryoko belum memberikan informasi lebih lanjut mengenai sosok yang bertanggung jawab atas perubahan tersebut. Kejagung juga sedang berkoordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menentukan jumlah kerugian keuangan negara dalam kasus ini.
Hingga saat ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini, termasuk Djoko Dwijono (DD), Dirut PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) periode 2016-2020; YM, Ketua Panitia Lelang JJC; dan TBS, tenaga ahli Jembatan PTLGC. Kasus ini diduga melibatkan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara hingga sekitar Rp13,5 triliun