Pada suatu hari di tahun kelima Hijriyah, sekelompok orang Yahudi memasuki Mekkah dengan niat memprovokasi kaum Quraisy agar menyerang kaum Muslimin di Madinah. Para tokoh Yahudi ini mencari bantuan kabilah-kabilah yang telah lama menentang dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, termasuk yang sebenarnya terikat perjanjian militer dengan Rasulullah.
Abu Sufyan, sebagai duta penghubung antarkabilah, berhasil mengumpulkan kekuatan sebanyak 10 ribu tentara untuk menyerang pasukan Muslimin di Madinah. Jumlah ini sangat besar untuk ukuran waktu itu, setara dengan seluruh penduduk Madinah, termasuk pasukan Islam, anak-anak, wanita, dan orang lanjut usia.
Rasulullah segera mendapatkan kabar tentang rencana serangan ini dan berkumpul dengan para sahabatnya untuk meminta pendapat. Salman Al-Farisi mengusulkan pembuatan parit-parit sebagai strategi pertahanan, dan usulan ini diterima oleh Rasulullah. Pasukan Muslim bekerja keras menggali parit selama enam hari, membentengi diri di sekitar kota Madinah.
Sementara pasukan Islam mempersiapkan diri, kelompok Yahudi Bani Quraidhah di Madinah bersikap arogan dan melanggar perjanjian damai dengan Rasulullah. Mereka bahkan siap membantu pasukan penyerang. Tindakan ini menambah beban pasukan Muslimin, menghadapi musuh di dalam kota.
Pasukan kafir terkejut melihat parit yang menghalangi mereka dan gagal mencoba menerobosnya. Dengan bantuan Allah, pasukan Ahzab kocar-kacir dan mundur ke daerah masing-masing. Tiga kelompok Yahudi yang bersekutu dengan pasukan Ahzab mengalami kekalahan, dan meskipun menanggung rasa bersalah, mereka kembali ke Madinah.
Bani Qainuqa dan Bani Nadhir, dua kabilah Yahudi lainnya, juga diusir dari Madinah karena melakukan pengkhianatan terhadap perjanjian. Bani Quraidhah, yang merobek perjanjian damai, mendapat hukuman lebih berat. Rasulullah memerintahkan pengepungan dan serangan terhadap mereka.
Pasukan Islam yang dipimpin oleh Saad bin Mu’adz bersiap-siap untuk menyerang Bani Quraidhah. Rasulullah memerintahkan agar shalat Ashar tidak boleh dilakukan kecuali di Bani Quraidhah. Pasukan berangkat dengan semangat jihad, namun, perjalanan mereka terasa jauh, dan waktu shalat Ashar semakin dekat.
Sebagian pasukan memutuskan untuk melaksanakan shalat Ashar di tengah perjalanan, sementara yang lain melanjutkan perjalanan. Mereka tiba sebelum Maghrib di Bani Quraidhah tanpa perlawanan yang signifikan. Pasukan yang belum melaksanakan shalat Ashar merasa cemas, namun, Rasulullah memahami situasi dan memberikan pengertian dengan bijaksana.
Setelah kemenangan besar dan penyelesaian yang berbeda mengenai pelaksanaan perintah Rasulullah, beliau menyatakan, “Anda benar; Anda juga benar.” Ini membuktikan keterbukaan dan kebijaksanaan Rasulullah dalam menghadapi perbedaan pendapat di antara para sahabat. Meskipun berbeda pendapat, para sahabat tetap taat dan tidak berpecah belah.