Monitorday.com – Jakarta berguncang, bukan karena gempa, tetapi oleh gaung suara para purnawirawan TNI yang menggelegar dari Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (17/4/2025). Forum Purnawirawan Prajurit TNI, yang berisi para mantan jenderal, laksamana, dan marsekal, menyuarakan delapan sikap tegas demi “menyelamatkan NKRI”. Tidak tanggung-tanggung, mereka bahkan mengusulkan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)!
Deklarasi ini bukan gertakan kosong. Dokumen pernyataan sikap ditandatangani 332 tokoh militer: 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Nama-nama besar pun ikut membubuhkan tanda tangan: mantan Menteri Agama Fachrul Razi, mantan KSAD Tyasno Soedarto, eks KSAL Slamet Soebijanto, mantan KSAU Hanafie Asnan, hingga Wakil Presiden ke-6 RI sekaligus eks Panglima ABRI Try Sutrisno. Kehadiran para tokoh itu membuat pernyataan ini terasa bukan sekadar seruan, tapi dentuman politik besar.
Panggung silaturahmi itu pun berubah menjadi ruang resonansi nasional. Dokumen pernyataan sikap dibingkai megah dengan latar belakang merah putih bertulisan “Kami Forum Purnawirawan Prajurit TNI Mendukung Presiden Prabowo Subianto Menyelamatkan NKRI.” Kalimat itu langsung menggiring perhatian ke isi yang menggugah: desakan agar Wapres Gibran diganti oleh MPR karena dianggap lahir dari keputusan Mahkamah Konstitusi yang melanggar hukum acara dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Tapi itu baru satu dari delapan poin. Mereka juga meminta Indonesia kembali ke UUD 1945 versi asli, mendesak Polri berada di bawah Kemendagri, menolak pembangunan Ibu Kota Nusantara, hingga menghentikan proyek-proyek nasional seperti PIK 2 dan Rempang yang dianggap merugikan rakyat dan lingkungan.
Isu tenaga kerja asing Cina juga jadi sorotan. Forum itu mendesak pemerintah mengusir TKA ilegal asal Cina dari bumi pertiwi. Sementara, sektor pertambangan diminta dibenahi sesuai Pasal 33 UUD 1945. Mereka bahkan secara terbuka mendorong reshuffle menteri yang dianggap korup dan terikat pada kepentingan politik mantan Presiden Joko Widodo.
Jenderal (Purn) Fachrul Razi, yang menjadi orator utama, menyampaikan kekecewaan karena upaya menemui Presiden Prabowo sejak 11 Februari 2025 belum membuahkan hasil. Ia mengungkap telah mengirim surat resmi ke Istana, namun tak kunjung mendapat tanggapan. “Apakah suratnya sudah sampai atau ada yang mencabut? Bukan urusan kita. Tapi yang jelas, belum ditanggapi,” ujarnya tajam.
Fachrul pun menohok langsung pada relasi Prabowo–Jokowi. Menurutnya, tidak seharusnya Prabowo merasa berutang budi karena dukungan Jokowi. Ia menegaskan bahwa niat Jokowi mendukung bukan tanpa pamrih, melainkan demi kepentingan pribadi: “Titip anaknya untuk jadi wakil presiden,” ujarnya disambut tepuk tangan hadirin. Ia bahkan menyarankan agar Prabowo lebih tegas: “Yang betul, Pak Jokowi mengumpulkan keluarganya dan berteriak ‘Hidup Prabowo!’, bukan sebaliknya Bapak bilang ‘Hidup Jokowi’. Itu salah!”
Puncak acara ditandai pembacaan pernyataan sikap oleh Mayjen TNI (Purn) Soenarko, eks Danjen Kopassus. Ia dengan lantang membacakan delapan butir tuntutan demi “menyelamatkan NKRI”. Dengan semangat yang membara dan aura patriotik yang menyelimuti ruangan, hadirin pun berdiri memberi penghormatan pada sikap kolektif ini.
Deklarasi ini menjadi momen penting dalam dinamika politik nasional. Dukungan terhadap Prabowo diiringi tekanan kuat untuk keluar dari bayang-bayang Jokowi, termasuk dengan menyusun ulang kabinet dan mengevaluasi posisi wakil presiden. Tak pelak, gelombang ini bisa memicu turbulensi politik baru yang menggoyang relasi kuasa di tingkat tertinggi negara.
Satu hal yang pasti: ketika para purnawirawan TNI berbicara, Indonesia mendengar. Dan kali ini, suara mereka tak lagi sekadar gema masa lalu, melainkan dentuman perubahan yang menggetarkan masa depan.